03. Sendirian

799 147 10
                                    


.
.
.
.
.
Ares merasa seperti kembali ke dua tahun lalu, saat pertama kali dia pergi jakarta sendirian. Semua karena permintaan sang ayah tepat setelah kematian sang bunda.

Ares menghela nafas panjang, ingatannya sejak kemarin hanya berputar pada saudara-saudara nya.

Rindu?

Tentu saja Ares rindu, bagaimana pun juga mereka lah yang menemani Ares dia tahun ini. Rasa sayang Ares pada mereka bahkan jauh lebih besar ketimbang pada dirinya sendiri.

"Kalian baik-baik saja kan?" Ares menatap jendela taxi yang di tumpanginya, tujuannya saat ini adalah rumah Rian. Karena setelah ini dia bakal tinggal disana sendirian, hingga nanti Rian menyusul.

"Mas, sudah sampai." Ares mengulas senyum saat supir taxi memberitahunya.

"Ini uang nya pak, makasih ya." Ares menyerahkan selembar uang pada supir taxi itu.

"Loh mas, kebanyakan." Ares yang sudah keluar dari taxi langsung menoleh.

"Gak papa buat bapak aja." Supir taxi iru tersenyum dan mengucap terima kasih.

Ares sebisa mungkin akan mengurangi aktivitas nya di luar rumah, karena hal itu bisa membuat dia bertemu dengan saudara-saudaranya.

"Maafkan saya." Ares memutuskan masuk kedalam rumah dengan mendorong kopernya, sepertinya setelah ini dia harus menghubungi Rasen dan meminta pemuda itu kemari.

"Untung nya om Rian sudah minta orang buat bersihin rumah ini, kalau gak pasti aku berakhir di rumah sakit sekarang." Ares mengedarkan pandangannya pada rumah minimalis milik Rian.

Rumah yang sederhana, begitu masuk Ares di suguhkan oleh ruang tamu, lalu ada ruang tv, dapur sekaligus ruang makan, kamar mandi dan ada tiga kamar disana. Satu kamar milik Rian, satu lagi milik Ares, dan yang satu sengaja di bikin untuk kamar tamu.

"Beres-beres dulu baru telpon om Rian."
.
.
.
.
.
Rasen menatap lekat pada Leo dan Hadar, kedua pemuda itu tampak kacau selama hampir sebulan ini. Rasen tahu apa yang membuat mereka seperti itu, Rasen bahkan tau dimana sosok yang mereka cari. Tapi sekali lagi Rasen akan tetap menghargai keputusan Ares, dia tidak akan mengatakan apapun kecuali atas ijin Ares.

Rasen sendiri kadang bingung dengan tingkah sahabatnya itu, dia tau Ares merindukan saudara-saudaranya. Bahkan tidak jarang sahabatnya itu menghubunginya hanya untuk bertanya tentang saudara-saudaranya.

"Lesu amat kalian." Leo dan Hadar yang sedang diam di studio mereka langsung menoleh pada Rasen.

"Nih, makan dulu." Rasen meletakan kantung plastik berisi dua bungkus nasi uduk di depan Leo dan Hadar.

"Bang Rasen." Rasen yang sudah berjalan ke arah Melvin langsung menoleh.

"Hm?"

"Lo tau dimana bang Ares bang? Lo kan sahabatnya bang Ares." Rasen menghela nafas panjang sebelum memberi jawaban yang mampu membuat semua orang yang ada di studio terkejut.

"Tau." Leo dan Hadar langsung menegakan tubuhnya, bahkan Melvin juga ikut menatap lekat pada Rasen.

"Bang, kasih tau kita dimana bang Ares, please!"

"Sen, kok lo gak bilang kalau lo tau dimana Ares!" Rasen menatap Leo, Hadar dan Melvin lekat.

"Gue menghargai keinginan anak itu bang, gue gak akan bilang apapun tanpa persetujuan Ares." Melvin menghela nafas setelah mendengar jawaban Rasen.

"Bang Rasen." Rasen menggeleng.

"Gue gak bisa kasih tau sekarang, tapi gue bisa pastiin ke kalian kalau Ares baik-baik aja." Leo dan Hadar menunduk, untuk kesekian kalinya mereka gagal buat nemuin Ares.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang