13. Keputusan

581 117 10
                                    


.
.
.
.
.
Selama ini Igel tidak pernah melihat secara langsung perlakuan Langit pada Ares, namun kali ini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Langit menampar Ares tanpa alasan jelas.

Igel sudah berusaha menenangkan Ares tadi, dan saat ini kakak nya itu tengah tidur di kamarnya. Igel ingin marah, namun dia tidak bisa seperti Leo yang bisa terang-terangan membentak Langit saat marah.

"Jadi selama ini lo di perlakuin kayak gini sama papa bang? Gak heran kalau akhirnya lo bisa setakut itu sama papa." Igel mengusap wajahnya kasar, dia benar-benar kesal tapi dia tidak bisa mengeluarkan emosinya dihadapan Ares.

Cklek

"Igel, Ares mana?" Igel menghela nafas lega saat pintu rumah Ares terbuka, dia memang menghubungi Alta dan Alden setelah Ares tidur, karena bagaimana pun Igel ingin kedua kakaknya tau tentang hal ini.

"Dikamarnya mas, tidur." Alta menatap Igel lekat, begitu pula Alden.

"Bisa ceritain gimana tadi? Kenapa papa tiba-tiba nampar Ares?" Igel menggeleng, karena dia memang tidak tau pasti alasan sang papa.

"Gak tau mas, kak. Kita baru sampai rumah dan baru keluar dari mobil waktu papa datang dan langsung nampar bang Ares." Alta terdiam sejenak, kenapa sang papa selalu saja bertindak mengikuti ego dan semaunya sendiri.

"Gel, besok kamu ada kelas?" Igel kembali menggeleng.

"Kalau gitu kamu disini aja besok, biar mas sama Alden yang ke rumah papa buat nanya soal ini." Igel mengangguk pasrah, dia menurut karena dia tau jika dia ikut dia pasti akan emosi.

"Iya mas, jangan kasih tau yang lain dulu, apa lagi bang Leo. Nanti bang Leo bisa langsung ke rumah papa dan ngehajar papa kayak dulu."
.
.
.
.
.
"Loh mas Alta sama Alden belum pulang?" Leo yang baru saja pulang bersama Hadar jelas bingung saat melihat hanya ada Rion dan Rius yang sedang mengerjakan tugas di ruang keluarga.

"Tadi udah pulang, tapi sekarang ke rumah bang Ares." Leo dan Hadar saling melirik saat Rius menyebut nama Ares.

"Jadi mereka bertiga sama Igel di rumah bang Ares?" Rius kembali mengangguk.

"Udah makan belum? Kalau belum kita pesen kfc aja gimana?" Rius mengangguk antusias saat Leo menawarkan itu.

"Tapi kak Alden tadi masak nasi bang." Leo mengangguk paham saat Rion berkata pelan.

"Ya udah gue pesenin ayam nya aja, mau apa lagi?" Baik Rius maupun Rion menggeleng.

"Hadar~" Hadar yang sejak tadi diam langsung menatap ke arah kembarannya saat mendengar suara pelan Rion.

"Kenapa?" Rion membuka tangannya, Hadar tau jika kakak kembarannya itu minta peluk.

"Mau peluk, dari tadi perasaan gue gak enak, gue pingin nangis."

Grep

Tanpa banyak kata Hadar langsung mendekat dan memeluk Rion, membawa tubuh kembarannya itu kedalam pangkuannya.

"Sejak kapan gak enak nya?" Leo yang melihat bagaimana Rion mengeratkan pelukannya pada Hadar juga segera mendekat, pemuda itu mengelus lembut kepala Rion.

"Sejak siang bang Rion udah gitu bang." Leo menghela nafas saat Rius yang menjawab pertanyaan nya, bungsu keluarga itu tau jika Rion tidak akan menjawab pertanyaan apapun saat ini.

"Ya udah, gue mau mandi dulu kalau gitu. Rius kalau ada apa-apa langsung panggil gue." Rius kembali mengangguk.

"Iya bang, tapi kayaknya sih bang Rion bakal baik-baik aja kan udah ada bang Hadar." Leo mengangguk. Karena dia tau memeluk Hadar atau Igel adalah cara Rion untuk menenangkan dirinya, sama seperti dia dan Alden.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang