11. Mulai kembali

670 111 2
                                    


.
.
.
.
.
Ares tau dia tidak akan bisa terus-terusan menghindari saudara-saudaranya, bahkan setelah apa yang Ares lakukan pada mereka, mereka masih mau menemaninya di rumah sakit.

Ares bukan tidak meminta mereka semua pulang, sudah, Ares sudah meminta mereka semua pulang. Tapi mereka semua menolak, mereka tetap datang ke rumah sakit sepulang kuliah, bahkan Alta selalu datang setelah pulang dari kantor, tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

"Bang, nanti sendirian dulu gak papa ya? Gue ada kuliah jam sebelas." Ares yang duduk menghadap jendela hanya mengangguk, lagi pula dia sudah tidak sesak, hanya saja Noe meminta Ares tetap dirawat sampai benar-benar sehat.

"Gak papa Dar, kuliah yang bener." Hadar mengangguk. Ya hari ini memang semua adiknya memiliki jadwal kelas pagi secara bersamaan, hanya Hadar yang kelasnya jam sebelas siang, jadilah pemuda tinggi itu yang menemani Ares.

"Bang, terus sehat ya, jangan sungkan panggil kita kalau abang kesakitan di rumah. Kita pasti bakal langsung dateng, apa lagi abang tinggal sendiri." Ares tersenyum, tangannya yang bebas dari infus menepuk kepala Hadar.

"Saya gak apa Dar, percaya sama saya. Kalau saya kesakitan saya bisa pergi ke rumah sakit." Hadar menghela nafas panjang, tembok yang di bangun Ares sudah tebal dan sedikit susah merobohkannya.

"Pokoknya kalau ada apa-apa langsung panggil kita deh bang, atau aku aja kalau abang gak mau yang lain liat abang sakit." Ares kembali tersenyum tipis.

"Iya Hadar, terima kasih." Hadar tersenyum saat mendengar kalimat terima kasih Ares.

"Bang, udah hubungi dokter Rian belum? Nanti beliau marah-marah kalau abang lupa telpon." Mendengar hal itu netra Ares membulat. Dia sudah tiga hari tidak menghubungi Rian, alamat kena omelan panjang.

"Nanti deh, biarin aja om Rian ngomel." Hadar sebenarnya ingin tertawa mendengar jawaban Ares.

"Hadar." Hadar langsung menoleh dan menatap pada Ares.

"Apa bang?"

"Bilang pada yang lain, biarkan saya meyakinkan diri saya untuk pulang terlebih dahulu. Setelah itu saya akan pulang dan memulai semuanya lagi dengan kalian." Hadar jelas terkejut mendengar hal itu, apa itu tandanya Ares akan kembali bersama mereka?

"Bang Ares serius?" Ares mengangguk.

"Iya Hadar."
.
.
.
.
.
Ares tidak tau apa yang terjadi pada tubuhnya, tapi tubuhnya tiba-tiba saja lemas. Tidak seperti biasanya, bahkan nafasnya menjadi sedikit sesak. Ares mencoba memejamkan matanya, berharap rasa tidak enak pada tubuhnya bisa sedikit berkurang setelah dia tidur, tapi itu tidak terjadi, tubuhnya justru semakin terasa lemas dengan nafas yang kian memberat.

Ares bahkan tidak mampu menggerakkan tubuh nya untuk menekan tombol dan memanggil dokter Noe, Ares hanya bisa berharap jika akan ada yang masuk ke kamarnya sebentar lagi.

Cklek

Ares bersyukur saat mendengar suara pintu terbuka, namun pemuda itu tetap menutup matanya, bahkan membuka matanya saja Ares sudah tidak mampu.

"Antares." Noe berusaha membangunkan Ares yang terlelap.

"Ares?" Noe segera bergerak cepat memeriksa Ares saat menyadari ada yang aneh dari pemuda itu. Nafas yang berat dan kesadaran Ares yang menurun membuat Noe segera berteriak pada perawat nya untuk membantu penanganan.

"Ya tuhan Ares, apa yang terjadi sebenarnya?!" Noe benar-benar bingung, tadi siang kondisi Ares masih baik-baik saja, namun sore ini kondisi Ares tiba-tiba drop.

"Dokter, nafas pasien masih terdengar berat." Noe dengan cepat memerintahkan untuk mengganti nasal cannula yang di kenakan Ares menjadi masker oksigen.

"Ambil sample darahnya dan kirim ke lab, setelah hasilnya keluar kirim ke ruangan saya." Sang perawat mengangguk dan melakukan perintah Noe.

"Sudah dokter, saya akan seger kirim sample darah nya." Noe mengangguk. Dokter itu memutuskan duduk di sebelah ranjang Ares saat sang perawat keluar. Tidak akan menjadi masalah karena jam praktek nya sudah habis.

"Apa yang kamu pikirkan Antares? Kenapa kamu bisa stress hingga drop seperti ini?" Noe menyempatkan diri mengelus rambut Ares sebelum beranjak dari kamar pemuda itu.

"Cepat sehat, semua saudara kamu pasti khawatir saat tau hal ini."
.
.
.
.
.
Kondisi Ares membuat semua saudaranya khawatir, tapi Noe dengan cepat menenangkan mereka dengan memberi tahu hasil lab darah Ares. Semua baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda monster itu kembali.

Dropnya Ares murni karena stress nya pemuda itu, entah apa yang dia pikirkan hingga membebani pikirannya.

"Kamu kenapa lagi dek? Apa tang kamu khawatirin sekarang?" Alta mengelus tangan Ares, pemuda itu bahkan memutuskan pulang lebih cepat saat mendapat kabar dari Noe.

"Kamu punya aku sebagai kakak loh Res, aku udah kuat kok gak selemah dulu. Kamu bisa bersandar ke aku sekarang, aku bakal jadi kakak yang baik dan ngelindungi kamu sekarang." Alta tersenyum tipis, dia berjanji akan melindungi Ares dari sang papa setelah membaca pesan dari Hadar tadi siang.

"Kami akan kasih kamu waktu sampai kamu benar-benar siap untuk pulang, kami gak mau kalau kamu tertekan saat pulang ke rumah Res." Alta benar-benar merasa seperti orang gila karena berbicara sendirian.

"Aku sayang sama kamu Res, sayang banget."

Alta hanya diam setelah nya, bahkan hingga semua adik-adiknya datang. Alta tidak rau harus menjelaskan seperti apa pada mereka, tapi mereka jelas paham dengan pesan yang di kirim Noe tadi sore.

"Bang Ares gimana mas?" Alta tersenyum.

"Udah gak papa, om Noe barusan selesai meriksa " yang lain mengangguk.

Cup

Alta tersenyum saat Rion tiba-tiba mencium dahi Ares.

"Abang cepet sembuh, abang punya waktu yang banyak buat mantepi hati, kita pasti nungguin abang, jadi jangan khawatir." Setelah rion menyampaikan itu, pemuda itu langsung menghampiri Alta dan memeluk Alta dari belakang.

"Udah jangan nangis, Ares pasti balik lagi, dia pasti bakal pulang. Tugas kita hanya perlu nungguin Ares puas buat sembunyi. Ngerti Rion?" Rion menghapus air matanya dan mengangguk kecil.

"Ngerti mas." Alta tersenyum, hingga netranya menatap Alden yang seperti ya ingin ikut memeluk Rion.

"Dek, itu kakak nya juga mau meluk kamu, sana peluk dulu." Rion mengangkat kepalanya dan menatap pada Alden yang tersenyum.

Grep

"Kak Alden." Alden mengelus kepala Rion dan beberapa kali menepuk punggung nya beberapa kali.

"Udah jangan sedih, nanti bang Ares bakal ikut sedih." Rion mengangguk kecil.

"Iya kak, kakak juga jangan sedih, nanti bang Leo ikutan sedih." Leo yang namanya di sebut hanya bisa menghela nafas panjang.

"Gue diem aja padahal dari tadi." Semua yang ada di ruang rawat itu tersenyum saat mendengar gerutuan Leo.

Kruuuuk

Rion menunduk malu di hadapan Alden dan kembali memeluk kakak tinggi nya itu, perutnya berbunyi dan itu membuatnya malu.

"Laper kak." Alden tersenyum dan mendekap Rion.

"Mau beli makan sama kakak atau sama bang Leo?" Rion melepas pelukan Alden dan menatap ke arah Leo.

"Sama bang Leo aja, kak Alden tunggu disini sama yang lain." Alden mengangguk.

"Nanti yang nitip makanan chat ke gue ya." Semua mengangguk mendengar pendengaran mereka.

"Bang Ares, ayo bangun. Ayo bercanda bareng di malam minggu ini."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Ada yang kangen Ares?
Maaf ya, aku baru sempet up ...
Soalnya aku masih sibuk dua minggu ini...
Jadi maaf ya kalau minggu ini aku telat up di balik awan nya...
Tapi aku usahain minggu depan udah bisa up rutin kok...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang