09. Tidak lagi

685 122 13
                                    


.
.
.
.
.
Alta ingin rasanya berlari ke rumah Ares begitu mendengar jika sang papa menemui adiknya itu, tapi dia tidak bisa, dia bahkan tidak tau dimana rumah adik nya itu.

Alta ingin marah, bukan kah sudah dia peringatkan untuk tidak menemui Ares lagi, tapi kenapa sang papa tetap nekat menemui Ares.

"Mas Alta." Alta menoleh dan menemukan Igel di belakang nya.

"Ada apa Gel?"

Grep

Alta tertegun saat Igel tiba-tiba memeluknya, bahkan sangat erat.

"Kenapa dek?" Igel hanya menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya pada Alta. Alta yang tau itu hanya bisa mengelus punggung adiknya pelan.

"Ya udah kalau kamu gak mau cerita."

"Kangen bang Ares mas, perasaan ku gak enak." Alta terdiam, dia tidak mungkin memberitahu Igel tentang Ares saat ini, bisa-bisa adiknya itu akan langsung pergi ke sana.

"Mas juga kangen sama Ares, tapi sabar dulu ya. Kita gak bisa maksa Ares buat ketemu sama kita." Igel mengangguk, terutama saat merasakan elusan tangan Alta pada kepalanya.

"Bang Igel, mas Alta, ayo makan dulu." Kedua nya tersenyum saat melihat Rius memanggil mereka.

"Ngapain cemberut gitu?" Igel yang melihat wajah cemberut Rius memilih menggoda bungsu mereka itu.

"Mau peluk mas Alta juga!" Alta langsung membuka tangannya dan membiarkan Rius masuk kedalam pelukannya.

"Aduh, adik mas lagi manja ya?" Rius hanya berdehem.

"Mas, kapan ya bang Ares pulang?" Alta hanya tersenyum begitu pula Igel.

"Nanti, kalau dia udah siap dia pasti pulang."
.
.
.
.
.
Ares beruntung karena yang menginap di rumah nya semalam adalah Hadar dan Leo, jadi pagi ini keduanya juga mengantar Ares ke sekolah.

Ares berharap jika Langit tidak akan mendatangi sekolah lagi, dia ingin tenang tanpa bayang-bayang sang ayah. Terutama jika mengingat perlakuan Langit yang sangat timpang, bahkan meskipun Langit sudah berjanji akan berubah dan bersikap adil, Ares tetap sering di abaikan dan dilupakan.

"Bang, semangat ya!" Ares mengangguk saat mendengar ucapan Leo.

"Kalau gitu kita ke kampus dulu bang." Lagi-lagi hanya anggukan yang mereka dapat dari Ares.

"Maaf." Hanya satu kata yang berhasil di ucapkan Ares saat mobil kedua adiknya sudah berlalu.

Ares merasa bersalah sebenarnya, tapi dia juga selalu dilanda ketakutan setiap kali menatap wajah adik-adiknya.

Semua berjalan lancar untuk Ares hari ini, tidak ada tanda-tanda Langit datang ke sekolah. Namun Ares salah, laki-laki itu datang saat Ares akan memasuki mobilnya.

Grep

"Antares." Tubuh Ares menegang saat tangannya di genggam dan bisa Ares pastikan jika itu adalah Langit, karena Ares sangat hafal dengan suara sang ayah.

"Ares, ayo ikut papa sebentar." Ares mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Langit, dia jelas tidak ingin ikut Langit saat ini.

"Maaf, saya mau pulang." Ares sebenarnya ingin sekali melawan dengan kasar tapi dia selalu ingat pesan sang bunda untuk tidak melukai orang lain.

"Antares, ikut papa sebentar!" Tanpa menunggu jawaban Ares, Langit menarik tangan sang putra dan membawanya masuk ke dalam mobilnya sendiri.

"Anda tidak bisa memaksa saya, saya mau pulang." Langit terlihat sedikit emosi saat mendengar jawaban Ares.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang