15. Kesalahan fatal

757 112 21
                                    


.
.
.
.
.
Ares menatap kearah rumah dua lantai yang ada di hadapannya, rumah yang selama setahun terakhir menjadi tempat tinggal nya.

Igel menyadari tatapan sendu Ares, rumah ini pasti sudah membawa kenangan buruk untuk sang kakak, apa lagi pelakunya adalah sang ayah, namun Ares tetap mencoba kembali kesini karena mereka, saudara-saudaranya.

"Bang Ares, abang beneran gak papa?" Ares langsung menoleh ke arah Igel saat mendengar pertanyaan salah satu adiknya itu.

"Saya baik-baik saja Gel, mungkin ya sedikit takut." Igel tentu paham hal itu.

"Semua bakal baik-baik saja bang, kita gak akan ngebiarin papa nemuin abang mulai sekarang."

Kedatangan mobil Alta dan Ares jelas membuat seisi rumah terkejut dan bahagia, terutama Rius yang memang selalu ingin Ares pulang.

"Bang Ares!!"

Grep

Ares hanya tersenyum saat Rius memeluk tubuhnya erat, apa lagi saat menyadari jika adik bungsu nya itu terlihat sangat bahagia.

"Rius, jangan terlalu kencang, saya tidak bisa bernafas." Rius yang mendengar bisikan lirih Ares segera melepaskan pelukannya.

"Maaf bang, aku lupa. Sesak?" Ares menggeleng dan mengulas senyum tipis.

"Rius, ajak Ares masuk dulu. Kita makan siang bareng." Rius mengangguk dan mengajak Ares masuk kedalam rumah, beruntung saat ini mereka semua sedang ada di rumah, entah kebetulan atau apa tapi mereka semua tidak memiliki kelas.

"Setelah ini tugas kita cuma mastiin papa gak nemuin Ares lagi."
.
.
.
.
.
Pulang nya Ares jelas membuat Hadar, Leo, dan Rion terkejut, namun mereka juga sangat bahagia karena Ares akhirnya berkumpul bersama mereka.

"Bang Ares gak akan pergi lagi kan?" Ares hanya tersenyum, tidak mengangguk ataupun menggeleng.

"Saat ini kalian adalah rumah saya, jadi kemana lagi saya akan pergi?" Rion yang mendengar itu langsung memeluk Ares erat, pemuda itu enggan melepaskan pelukannya.

"Rion, sana mandi dulu, habis ini kita makan malam." Rion merengut, dia tidak rela melepas Ares, tapi dia juga harus mandi.

"Bang Ares jangan kemana-mana, disini aja." Ares mengangguk kecil.

"Mereka bahagia kamu ada disini Res." Ares menatap Alta yang duduk di sebelahnya setelah Rion pergi ke kamar nya.

"Saya juga bahagia ada di sini mas, maaf kalau saya sempat takut." Alta tersenyum.

"Ares, dengerin aku. Aku kakak mu, kalau ada apa-apa kamu bisa cerita ke aku, bilang ke aku kalau papa mulai jahatin kamu lagi, jangan di pendam sendiri." Ares menunduk, kedua tangannya saling meremas.

"Justru saya semakin takut jika seperti itu mas, saya takut ayah beralih memukul kalian." Alta menghela nafas panjang setelah mendengar jawaban Ares.

"Ares, biarkan kami juga merasakan pukulan papa. Papa punya delapan anak laki-laki, kenapa hanya melampiaskannya pada satu anak? Papa bisa memukul kita semua bergantian." Area kembali menggeleng.

"Saya lebih memilih merasakan sakit karena di pukul ayah, dari pada saya harus melihat kalian yang dipukul ayah mas. Rasa sakitnya pasti berbeda."
.
.
.
.
.
Ares saat ini hanya berdua dengan Rius di rumah, Alta sedang bekerja, Alden, Leo, Hadar, Igel dan Rion tengah kuliah. Beberapa bulan lalu mungkin Ares hanya akan sendirian di rumah saat dia izin kerja, namun kali ini berbeda.

"Bang Ares, mau kue gak? Semalem bang Igel buat." Ares menggeleng, menolak dengan halus tawaran Rius.

"Saya baru saja selesai makan Ri, masih kenyang." Rius mengerti, karena porsi makan Area juga sangat sedikit.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang