12. Usaha yang terlihat

582 124 29
                                    


.
.
.
.
.
Rius berjalan menuju rumah Ares setelah pulang kuliah, dia sudah ijin pada Alta juga Alden jika akan menginap di tempat sang abang kedua.

Rius merindukan tidur bersama Ares, dulu saat mereka masih tinggal di jogja memang hanya Rius yang sering tidur bersama Ares, selain Igel.

Rius melihat jam tangannya, sudah pukul empat sore dan dia yakin jika Ares sudah pulang mengajar. Pemuda itu berharap jika Ares tidak akan mengusirnya seperti Hadar kemarin.

"Bang Ares!" Rius memanggil pemuda mungil yang sedang berdiri di samping mobil.

"Nginep?" Rius mengangguk saat Ares bertanya.

"Boleh kan bang? Jangan di usir kayak bang Hadar kemarin." Ares tersenyum tipis saat mendengar rengekan Rius.

"Boleh, ayo masuk." Rius langsung tersenyum lebar saat Ares mengajaknya masuk.

"Bang Ares, aku kangen sama abang." Ares tersenyum saat Rius memeluknya erat.

"Saya tau Ri, sana duduk." Rius menggeleng, terutama saat merasakan tangan Ares menepuk tangannya.

"Gak mau, mau peluk bang Ares dulu." Ares akhirnya hanya bisa diam dan membiarkan Rius memeluknya dari belakang.

"Tapi saya mau mandi loh Ri, saya belum mandi." Rius tetap bergeming.

"Biarin aja, sebentar bang." Ares memilih mengangguk, lagi pula dia tidak panik saat ini, jadi seharusnya tidak masalah saat Rius memeluknya.

"Ya sudah, terserah kamu saja."
.
.
.
.
.
Ares tau jika semua saudaranya ingin kembali dekat dengannya, tapi dia terlalu takut untuk melakukan itu.

Ares menatap lekat pada Rius yang tertidur di sebelahnya, adik bungsu nya itu meminta tidur satu kamar dengannya. Ares tidak keberatan, lagi pula dia sebenarnya senang saat ada yang menemaninya tidur.

"Maafin saya ya Ri, saya takut ayah akan kembali menghajar saya jika saya dekat dengan kalian terang-terangan." Ares memainkan rambut Rius sambil bergumam.

"Saya terlalu takut sama ayah, ayah terlihat menyeramkan untuk saya saat ini."

Ares memutuskan untuk ikut tidur setelah mengatakan itu, pemuda itu sedang mencoba berdamai dengan hatinya.

Ares terlelap dengan cepat, bahkan tidak menyadari jika Rius kembali membuka matanya. Pemuda itu belum sepenuhnya tidur saat Ares memainkan rambutnya dan bergumam, hingga membuat pemuda itu batal untuk terlelap.

"Luka yang di buat papa begitu besar ya bang?" Rius mengepalkan tangannya saat mengingat nada sendu yang di keluarkan Ares tadi.

"Maafin kita ya bang, maaf karena kita jadi alasan di balik luka yang lo alami."

Rius termenung dalam gelapnya kamar Ares, pemuda itu tidak bisa tidur. Bukan hanya rasa mengantuknya hilang, tapi karena memikirkan ucapan Ares tadi.

Malam itu Rius habiskan dengan memandangi wajah lelap Ares, wajah yang tiga bulan ini tidak pernah lagi dia temui di rumah.

Rumah itu di bangun atas permintaan Alta, namun di hadiahkan pada Ares oleh kakak pertamanya irtu. Ares yang mendesain rumah itu saat dia keluar dari rumah sakit dua tahun lalu.

"Suatu saat kita pasti akan bisa tinggal bersama tanpa lo harus ketakutan bang."
.
.
.
.
.
Ares menatap wanita dihadapannya sendu, Mega datang ke tempat nya mengajar. Menunggu di dalam mobilnya sendiri hingga Ares melangkah keluar dari sekolah.

Mega sengaja mendatangi Ares, berniat untuk meminta maaf atas kesalahan Langit. Semua itu dia lakukan agar keluarga nya kembali baik-baik saja.

"Antares." Ares hanya melirik dalam diam, tidak berniat mengeluarkan suara.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang