05. Terus

678 134 1
                                    


.
.
.
.
.
Hadar tidak bisa melakukan banyak hal saat Leo mengunci pintu kamarnya dan mengamuk di dalam sana, Hadar bisa mendengar suara bantingan barang dari dalam kamar kakak nya itu.

"Bang Leo jangan gini bang."

Brak

Brak

Brak

Hadar tau Leo pasti marah, dia juga. Tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan sekarang.

"Bang Hadar, bang Leo kenapa?" Hadar menoleh dan menemukan Rius juga Alden yang baru saja pulang. Seperti nya Alden menjemput Rius dari kampus.

Tok

Tok

Tok

"Leo, ada apa?" Alden yang tidak mendapat jawaban dari Hadar akhirnya memilih mendekat, bohong jika dia tidak khawatir pada Leo saat ini, terutama sejak tadi dia juga merasakan perasaan tidak tenang.

"Leo!"

Cklek

Grep

Alden langsung membalas pelukan adik kembarnya itu, terutama saat Leo mengeratkan pelukannya. Pemuda tinggi itu membiarkan Leo tenang terlebih dahulu sebelum bertanya tentang apa yang telah terjadi.

"Rius, kamu ganti baju dulu ya, habis ini mas Alta, Rion sama Igel pulang. Kakak udah pesen makanan sama mereka, nanti kita makan bareng." Rius mengangguk saat Alden mengatakan itu.

"Kamu juga Dar, bersih-bersih sana. Leo biar sama aku dulu." Hadar menurut, disaat seperti ini memang lebih baik menyerahkan urusan Leo pada Alden atau Alta. Karena hanya mereka berdua yang bisa membuat emosi Leo reda, selain Ares.

"Gue benci sama papa." Alden tertegun saat Leo bergumam pelan, ada nada geram di setiap kata yang dia ucapkan.

"Ada apa Le?" Leo menggeleng.

"Nanti tunggu mas Alta, biar aku sama Hadar cerita sekalian." Alden hanya bisa mengangguk. Dia mengelus pelan punggung Leo dan berharap emosi kembarannya itu tidak kembali naik.

"Habis ini mas Alta pulang kok."
.
.
.
.
.
Alta langsung naik ke lantai begitu sampai di rumah, dia khawatir, terutama saat Hadar memberinya kabar jika Leo kembali mengamuk tadi.

Pemuda itu baru menghela nafas lega saat melihat Leo ada di pelukan Alden, karena mau semarah apapun Leo dia tidak akan menyakiti Alden.

"Alden." Alden menoleh dan tersenyum tipis saat mendengar suara lembut Alta.

"Mas Alta udah pulang?" Alta mengangguk dan mendekati kedua adiknya itu.

"Leo kenapa?" Alden menggeleng.

"Alden gak tau mas, Leo bilang baru cerita kalau ada mas sekalian." Alta tersenyum tipis dan mengelus kepala Leo yang ternyata tengah terlelap di pelukan Alden.

"Ya udah, tapi biarin dia bangun sendiri aja. Minta tolong Hadar buat pindahin Leo ke kamar nya aja ya?" Alden langsung menggeleng.

"Gak usah mas, gini aja gak papa. Kamarnya Leo belum sempet Alden beresin tadi." Alta menghela nafas panjang.

"Kalau gitu mas mandi sebentar, habis itu kita makan bareng disini." Alden hanya bisa mengangguk.

"Kak Alden." Alden tersenyum saat melihat Igel dan Rion mendekat.

"Kalian kalau mau bersih-bersih dulu sana, habis itu makan." Igel dan Rion menggeleng setelah meletakan beberapa kantung plastik diatas meja.

"Kita tadi sebelum jemput mas Alta udah mandi, kita bantuin beresin kamar bang Leo aja ya." Alden hanya bisa tersenyum dan mengangguk.

"Iya deh, makasih ya."
.
.
.
.
.
"Bang Ares ada di jakarta." Ucapan singkat Leo membuat semua saudaranya terkejut, apa lagi mereka sedang makan saat ini.

"Maksud kamu apa Le? Kamu ketemu Ares?" Leo mengangguk saat Alta bertanya dan menatapnya lekat.

"Tadi siang nomor bang Ares aktif mas, pesan yang sebelumnya cuma centang satu jadi centang dua. Jadi aku coba liat posisi bang Ares dimana lewat gps, dan ya bang Ares emang ada di jakarta." Leo menatap semua saudara-saudaranya lekat.

"Kenapa gak kamu ajak pulang Le?" Leo menatap sendu pada Alden, tangannya sudah terkepal erat.

"Bang Ares gak bisa ketemu kita kak, waktu ketemu bang Leo tadi aja bang Ares udah kena serangan panik." Penjelasan Hadar membuat mereka mematung tidak percaya.

"Bang Rasen bilang bang Ares gitu karena inget ancaman dan perbuatan papa. Papa bikin bang Ares pergi dari kita!" Alden yang tau Leo kembali emosi langsung menggenggam tangan kembarannya itu.

"Terus bang Ares gimana bang?"

"Bang Ares baik-baik aja kan?"

"Kita bener-bener gak bisa ketemu bang Ares ya?"

"Bang Rasen nyaranin buat sementara jangan nemuin bang Ares secara tiba-tiba, serangan panik itu bisa berakibat fatal buat paru-paru bang Ares, kalau terjadi terus menerus." Alta menunduk, dia marah pada Langit. Orang yang seharusnya bisa melindungi putra nya justru menjadi alasan putranya ketakutan.

"Ares tinggal dimana?" Hadar menggeleng, begitu pula Leo.

"Kita udah janji buat gak kasih tau siapapun dulu mas, maaf." Alta hanya bisa menghela nafas panjang.

"Kalau kangen sama bang Ares kita bisa liat bang Ares dari jauh mas, bang Ares tetap ngajar di sekolah itu kok."
.
.
.
.
.
Ares menatap kosong pada langit-langit kamarnya, dia tidak menyangka jika dia akan bertemu Leo dan Hadar di hari keduanya ada di jakarta.

Ares belum siap, dia tidak ingin melihat tatapan terluka adik-adiknya itu. Ares menghindari mereka karena Langit, ucapan Langit padanya sebulan lalu membuat hatinya bukan lagi patah tapi hancur.

Ayah yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan akan menjaganya nyatanya kembali melukai nya, baik secara fisik maupun batin.

"Ares." Ares bergeming saat Rasen memanggil namanya pelan, pemuda itu masih tetap dalam lamunannya.

Tap

"Res." Baru saat mendapat tepukan dari Rasen, Ares menyadari kehadiran sahabatnya itu.

"Mau makan apa? Beli sate ya?" Ares hanya mengangguk sebelum kembali melamun.

"Jangan melamun, nanti aku laporin ke om Rian loh!" Ares yang biasanya mempan diancam menggunakan nama Rian, kali ini justru bergeming.

"Antares!"

"Sen, besok kamu ada kerjaan?" Rasen mengerjap sebelum akhirnya menggeleng pelan.

"Gak ada, besok aku gak ke studio, kenapa?" Ares akhirnya menatap pada Rasen yang berdiri di samping nya.

"Gak papa, kamu nginep sini aja." Rasen menghela nafas panjang dan mengangguk.

"Iya, kalau gitu aku keluar beli sate dulu. Kamu disini aja, tapi jangan tidur." Ares mengangguk kecil.

"Sen, mau es kelapa juga ya." Rasen mendelik tidak setuju mendengar permintaan Ares.

"Gak ada es kelapa, nanti bikin es teh aja. Kamu harus minum obat nanti, gak usah aneh-aneh." Ares mendengus kesal.

"Ya udah iya, sana pergi!" Rasen tertawa kecil saat Ares mengusirnya.

"Res, kamu gak perlu nolak mereka kalau mereka mau ketemu kamu. Aku percaya mereka gak akan pernah kasih tau dia." Ares menunduk.

"Aku gak tau Sen, aku gak mau bahas itu dulu." Rasen menatap pada Ares yang menunduk.

"Kamu gak selamanya bisa sembunyi dari mereka Res. Kamu kangen mereka, mereka juga kangen kamu, jadi cepat atau lambat kalian pasti akan ketemu."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang