07. Jarak

684 127 5
                                    


.
.
.
.
.
Bisa di bilang Ares tidak pernah melepaskan perhatiannya dari adik-adiknya, dia selalu bertanya pada Rasen soal mereka. Bukan tanpa alasan tapi karena memang Ares sangat menyayangi mereka.

Seminggu lebih dia memikirkan tentang mereka, terutama saat keluarga sang bunda juga mengatakan untuk menemui adik-adiknya itu.

Ares sangat sadar jika saudara-saudara nya tidak bersalah, yang bersalah adalah Langit. Langit yang membuat Ares kehilangan kepercayaannya, bukan saudara-saudaranya.

"Hah." Ares menatap ponsel lamanya yang baru saja dia nyalakan, ada beberapa notifikasi dari Alta, maupun adik-adiknya yang lain.

Drrtt

Drrtt

Drrtt

Ares mengernyit saat melihat nomor dokter Angga terlihat di layar ponselnya, sudah lama dokter Angga tidak lagi menghubunginya sejak dia dinyatakan sembuh.

Klik

"Ya, dokter Angga."

"........."

"Sekarang?"

".........."

"Baiklah saya segera kesana, tolong jangan katakan apapun pada nya."

Ares segera mengambil kunci mobil juga dompetnya, mau tidak mau dia harus pergi ke sana dan bertemu dokter Angga.

Ares melupakan sesuatu sebelumnya, dan beruntung dokter Angga menghubunginya. Jadi dia bisa memastikan tidak akan ada lagi masalah setelah ini.

Butuh waktu hampir satu jam untuk Ares sampai di tempat tujuannya, Ares beruntung karena tidak ada yang mengenalinya disini.

Tok

Tok

Tok

Ares memberanikan diri mengetuk pintu ruangan dokter Angga, Ares mencoba mengontrol dirinya agar tidak panik saat ini. Bisa-bisa dokter Angga akan melaporkannya pada dokter Rian, jika dia terkena serangan panik.

"Oh sudah datang." Dokter Angga mengulas senyum saat melihat kedatangan Ares.

"Dia luka karena nolongin temen nya, jangan di marahi. Dia gak berani pulang bahkan melarang saya untuk menghubungi kakak-kakak nya." Penjelasan dokter Angga membuat Ares menatap lekat pada sosok salah satu adiknya yang terus saja menunduk tanpa berani menatap ke arahnya.

"Rigel, ayo saya antar pulang." Igel yang memang sejak awal menunduk langsung mendongak saat mendengar suara lembut Ares.

"B-bang A-Ares." Ares mengangguk.

"Ayo."

Grep

Area hanya diam saat Igel tiba-tiba memeluk tubuhnya, hal itu membuat jantung nya berdebar kencang, tapi tidak sampai membuatnya panik seperti saat melihat Leo kemarin.

"Abang." Ares akhirnya membalas pelukan Igel, mengelus punggung sempit salah satu dari adiknya itu.

"Aku gak mau pulang bang." Ares melirik ke arah dokter Angga yang mengangguk.

"Ya udah, ayo ikut saya. Saya malas melihat dokter Angga." Setelah mengatakan itu Ares membawa Igel untuk keluar dari ruangan dokter Angga, bahkan mengabaikan jika dokter Angga sempat mendelik kesal ke arahnya.

"Kamu bawa mobil?" Igel menggeleng dan melepaskan pelukannya dari Ares.

"Kalau begitu ayo, dan jangan hubungi siapa pun nanti." Igel hanya mengangguk, menurutnya saat ini dia hanya ingin bersama Ares.

Dibalik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang