18

1.6K 125 77
                                    

Beberapa minggu terakhir hubungan antara Deva dan Fahri merenggang. Deva sedikit menjaga jarak dekat ayahnya entah alasan apa. Di satu sisi Fahri sang ayah merasa kebingungan akan tindakan Deva.

Di meja makan suasana benar-benar hening tidak ada canda tawa sama sekali. Fahri menatap wajah Deva yang fokus memakan sarapan dia.

Fahri bangkit dari tempat duduk dan Deva juga ikut berdiri. Fahri menahan pergelangan tangan kanan Deva untuk menghentikan aksi putranya.

"Aku mau sekolah pah," ucap Deva.

"Kau marah padaku?" tanya Fahri.

"Tidak," jawab Deva.

"Lantas kenapa menjauhi papa?" tanya Fahri lagi.

"Dev tidak mau bergantung terus kepada papa. Mulai saat ini aku akan berdiri sendiri jadi papa bisa bebas kemanapun tanpa perlu mengkhawatirkan diriku ini," ucap Deva.

"Baiklah," pasrah Fahri.

Deva mencium tangan kanan Fahri dan berpamitan untuk berangkat sekolah menggunakan motor kesayangannya.

"Dev kenapa sih?" heran Fahri.

Deva yang belum jauh dari sana mendengar ucapan Fahri. Deva tersenyum tipis saja dan kembali melanjutkan langkahnya menuju bagasi.

Radeva Internasional High School tempat Deva menempuh pendidikan saat ini membutuhkan sedikit banyak waktu untuk tiba disana.

Deva berhenti di depan rumah sederhana tak lama ada seorang gadis muda keluar dari sana. Gadis itu bernama Karina selama satu minggu terakhir dia dekat dengan Deva.

"Kau baik Dev," ucap Karina.

"Hm," jawab Deva.

Deva memberikan helm kepada Karina disambut sangat baik olehnya. Di kejauhan Karerina ibu Karina tersenyum puas akan itu.

"Menghancurkan Mahendra Sabil Al Fahri ternyata mudah ya," ucap Karerina dengan senyuman jahatnya.

Kedua orang berbeda jenis tersebut pergi dari rumah untuk menuju tujuan mereka.

Selesai mengantar Karina ke kampus Deva ke sekolahnya. Deva sedikit terlambat jadi mencari pintu belakang sekolah untuk masuk.

Di sekolah barunya tidak ada yang berteman baik dengan dia kecuali.

"ZYAN!" teriak Sisi.

Hanya Sisi yang mau berdekatan dengan Deva. Sifat dingin Deva terkadang membuat semua orang malas berteman dengannya.

"Kenapa?" tanya Deva.

"Kata kak Irsyad kamu dekat sama om Fahri. Kok belakangan ini jarang berangkat bareng sih?" tanya Sisi.

"Papa sibuk," jawab Deva.

"Kamu ini kelainan ya, Dev?" tanya Sisi.

"Kelainan?" bingung Deva.

"Begini lho kamu sering ditembak banyak cewek di sekolah ini. Nah malah kamu tolak kan kupikir sebenarnya kamu ini gay," ucap Sisi asal berbicara.

"Aku normal!" kesal Deva.

"Ya maaf aku menyinggung perasaanmu," ucap Sisi tidak enak.

Deva meninggalkan Sisi. Deva malas berdebat dengan Sisi. Rumor baru mulai terdengar di sekolah Deva yaitu Deva sebenarnya tidak suka perempuan dan dia malah difitnah berpacaran dengan Fahri. Itu alasan Deva menjauh dari Fahri dia tidak mau disebut sebagai seorang gay.

Di kelas Deva mendengarkan setiap penjelasan dari guru. Jam istirahat Deva ke ruang khusus melukis untuk menghabiskan waktu disana. Deva telah membuat bekal untuk makan siangnya.

Deva menggoreskan setiap cat warna diatas kanvas. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Deva ternyata dia Irsyad.

"Gua dapet kabar dari bokap katanya om Fahri masuk rumah sakit," ucap Irsyad.

Ucapan Irsyad barusan menghentikan kegiatan Deva. Deva berdiri dan langsung menarik kerah baju Irsyad bahkan tubuh Irsyad sedikit terangkat karena tindakan Deva.

"LU JANGAN BERCANDA!" marah Deva.

"Gua serius Dev!" pekik Irsyad.

Irsyad berusaha keras melepaskan cengkraman Deva di kerah bajunya tapi tidak berhasil. Irsyad menangkap raut ketakutan di wajah dingin Deva.

"PAPA TIDAK KECELAKAAN! LU PASTI BOHONGI GUA KAN IRSYAD!" marah Deva.

"Om Fahri menabrak pembatas jalan di tol Cipali," jawab Irsyad.

"Itu, kan?!" kaget Deva.

"Gua temenin lu kesana," ucap Irsyad.

"Lu sekolah aja. Gua sendiri kesana," timpal Deva.

Deva melepaskan kerah baju Irsyad ingin segera melihat keadaan Fahri. Irsyad mengikuti dari belakang dia tidak mau Deva malah ikut kecelakaan seperti ayahnya karena mengendarai motor dalam keadaan kalut.

Di jalan Deva tidak memperdulikan apapun dia ingin segera mengetahui keadaan Fahri. Deva berhenti sejenak di pinggir jalan untuk sekedar menenangkan perasaannya.

Air mata Deva jatuh tapi Deva tidak menghapusnya bahkan helm fullface yang dia gunakan tidak dilepaskan. Perasaan ketakutan Deva muncul kembali dia tidak mau ditinggalkan.

Sampai jumpa

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan bagi penulis ya agar semakin bersemangat menulis

Rabu 22 Februari 2023

Maaf sedikit terlambat updatenya karena pekerjaanku setiap akhir pekan lumayan banyak jadi gak sempat menulis

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang