24 (papa dijodohin)

1.8K 119 121
                                    

Jatuh cinta itu sangat menyenangkan. Melihat wajah seseorang yang kita sukai dari kejauhan saja sudah membuat hati senang, apalagi kalau bisa memilikinya beuh, nikmat sekali. Deva, seorang remaja yang belakangan ini mulai merasakan apa yang dialami oleh kebanyakan anak seusianya, kini harus menghadapi kenyataan bahwa ia sedang jatuh cinta.

Deva menelan ludah sendiri. Dulu, ia mati-matian menyangkal perasaannya dan berkata bahwa ia tidak mencintai Sisi. Namun, nyatanya sekarang justru dia yang bucin berat.

"Aduh, anak Papa jatuh cinta, ya!" ledek Fahri, yang tiba-tiba muncul dan bersandar di depan pintu kamar Deva.

"Sok tahu!" pekik Deva, berusaha menutupi kegugupannya.

"Ya udah, berarti Papa bilang ke Om Rudi biar Sisi dijodohkan saja," ujar Fahri santai.

"Jangan!" rengek Deva spontan.

Fahri langsung tertawa terbahak-bahak. "Pfhahaha!"

"Hum." Deva memanyunkan bibirnya dan menatap ayahnya dengan kesal. "Tahu ah!" katanya, sebelum menghentakkan kakinya keluar kamar.

Saat melewati Fahri, ia bahkan sengaja mendorong bahu ayahnya. Tingkahnya yang menggemaskan membuat Fahri hanya bisa tersenyum geli. Padahal, ia hanya bercanda, tetapi Deva malah benar-benar kesal.

Selesai sarapan, mereka berdua berangkat menuju tujuan masing-masing. Fahri sempat memberi wejangan sebelum pergi, menegaskan pendiriannya bahwa ia melarang Deva untuk berpacaran. Menurutnya, lebih baik langsung menikah daripada pacaran yang hanya membuang waktu.

Deva, yang sudah terbiasa dengan ucapan ayahnya, hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Namun, itu tidak menghentikannya untuk mampir ke toko bunga. Biasalah, untuk sang pujaan hati.

Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke sekolah bersama Irsyad. Ini adalah salah satu syarat dari Rudi, ayahnya Sisi. Rudi memang tidak suka putrinya berduaan saja dengan Deva di dalam mobil. Maka, Irsyad pun menjadi "tumbal" kisah cinta mereka. Irsyad sendiri tidak masalah, asalkan ada imbalan yang cukup menguntungkan baginya.

"Om Fahri gimana keadaannya?" tanya Irsyad saat mereka berada di mobil.

"Papa baik," jawab Deva singkat.

"Lu pacaran aja sama Sisi. Kan bisa backstreet tuh," saran Irsyad dengan nada menggoda.

"Gua nggak mau Papa kecewa," sahut Deva tegas.

"Sejauh yang gua lihat, lu anak yang penurut banget sama Om Fahri. Nah, kalau gua mah emang sering membangkang sama bokap," ujar Irsyad santai.

Deva terdiam sesaat sebelum berkata, "Kecelakaan Papa akibat diriku."

"Itu ulah orang lain, Dev," ucap Irsyad, berusaha meyakinkan sahabatnya.

"Iya," Deva mengangguk kecil, meski dalam hatinya tetap ada beban yang sulit ia lepaskan.

Setelah itu, percakapan mereka berakhir, digantikan oleh keheningan.

Mobil sport Deva akhirnya berhenti di depan rumah Sisi. Ia keluar dan menyerahkan kendali mobil pada Irsyad. Dengan langkah mantap, Deva berjalan menuju pintu rumah Sisi sambil membawa setangkai mawar. Begitu pintu terbuka, Sisi tersenyum dan menerima bunga itu dengan senang hati.

Keluarga Sisi yang melihat interaksi mereka hanya bisa tersenyum, kecuali Sam, kakak Sisi, yang tetap waspada.

"Lu sakitin adek gua, siap-siap dihajar!" ancam Sam dengan nada serius.

"Paham," jawab Deva santai, tanpa sedikit pun rasa takut.

Mereka pun berangkat ke sekolah bersama. Deva, yang berada di kelas yang sama dengan Sisi, merasa diuntungkan karena bisa lebih sering melihat pujaan hatinya. Teman-teman sekelas sebenarnya menyadari kedekatan mereka, tapi tak ada yang berani meledek. Wajar saja, Deva itu anak pemilik sekolah.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang