16 (masalah muncul)

1.9K 114 9
                                    

Deva mengacak-acak surai rambutnya, tampak kesal karena lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak padanya. Deva telah membuat arisan bersama sahabat-sahabatnya untuk mempersiapkan hadiah ulang tahun Fahri tahun depan. Masing-masing dari mereka menyetor 50 ribu setiap hari, dan uangnya dikocok setiap 10 hari sekali.

"Bukan namaku lagi," keluh Deva sambil menatap pesan dari Hamiz, yang memberitahukan bahwa Sandy memenangkan arisan kali ini.

Deva menghela napas panjang. "Ulang tahun papa di tanggal yang sama dengan aku. Tahun lalu aku cuma bisa kasih hadiah sederhana. Tahun depan aku pengen kasih yang spesial buat papa," gumamnya.

Sikap hemat Deva terlihat dari keputusannya untuk menolak uang jajan satu juta per hari yang ditawarkan Fahri. Ia memilih hanya menerima 200 ribu saja setiap harinya, dengan 100 ribu untuk keperluan pribadi dan sisanya dimasukkan ke arisan serta tabungan.

"Dev, ada paket!" panggil Fahri dari depan rumah.

"Sebentar, pah!" sahut Deva, langsung berlari ke arah Fahri yang sedang membawa sebuah paket.

Deva dengan cepat merebut paket itu dari tangan Fahri sebelum Fahri sempat melihat isinya. "Menabung untuk apa, nak?" tanya Fahri, penasaran.

"Celengan target ini untuk sesuatu, pokoknya papa nggak perlu tahu," jawab Deva sambil menyembunyikan paket tersebut di punggungnya.

"Mulai main rahasia ya sama papa," goda Fahri sambil mendekat.

"Kabur! Duda keren ngamuk!" pekik Deva, berlari menuju kamarnya. Fahri hanya tertawa mendengar celotehan anaknya itu.

Di kamar, Deva membuka paketnya. Isinya adalah sepuluh celengan target berbentuk tabung, masing-masing dengan label nominal 50 ribu. Celengan sebelumnya berbentuk ayam jago dari tanah liat sudah penuh terisi.

"Si ayam pasti penuh. Jadi ganti sama yang ini saja," ucap Deva sambil menyusun celengan-celengan barunya.

Tiba-tiba, Fahri mengetuk pintu. "Dev, kamu telanjang nggak?"

"Masuk aja, pah!" jawab Deva.

Fahri masuk dan tersenyum melihat celengan-celengan yang berjajar rapi. "Penuh si ayam?" tanyanya.

"Iya, pas aku masukkan uang nggak bisa lagi," jawab Deva.

"Papa mau ngomong sesuatu," ucap Fahri, nada suaranya berubah serius.

"Sebentar." Deva buru-buru memeluk semua celengan barunya dan memasukkannya ke dalam lemari. Setelah menutup lemari dengan hati-hati, ia duduk di sebelah Fahri. "Dev buat salah, ya? Atau papa marah karena Dev bikin 40 orang masuk rumah sakit lagi?"

"Ulahmu itu udah papa atasi. Ini beda," ucap Fahri tenang.

"Bisa aja aku masuk penjara karena sering mukulin orang," celetuk Deva.

"Setiap perbuatanmu selalu ada bukti kuat kalau kamu nggak salah, jadi nggak perlu khawatir soal itu," jawab Fahri. "Tapi yang mau papa bahas ini soal sekolah."

Deva mengerutkan kening. "Sekolah? Kenapa, pah?"

"Semester dua kamu pindah ke Radeva Internasional High School," kata Fahri tegas.

"Sekolah milik papa itu?" tanya Deva, terkejut.

"Iya," jawab Fahri tanpa ragu.

"Malas. Dev masih mau di sekolah sekarang aja," tolak Deva.

Fahri menghela napas panjang. "Cukup dua tahun enam bulan kamu dirundung di sana, Dev. Papa udah cukup sabar lihat semua itu. Kelamaan, perilaku siswa di sana nggak mencerminkan pelajar sama sekali."

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang