Arjuna Senja 4.
Pengantin baru.
Beberapa hari ini, Arjuna dan Senja lebih sering bersama. Selain ingin menikmati masa-masa pengantin baru, keduanya juga memanfaatkan waktu liburan dengan sebaik mungkin.
Pergi piknik bersama keluarga besar, Arjuna dan Senja kerap merasa canggung oleh guyonan yang dilontarkan beberapa sanak-saudara dari kedua belah pihak.
Arjuna ingin mengajak serta istrinya untuk pergi touring bersama teman-temannya. Namun, abah Koswara tidak memberi izin lantaran mereka masih berstatus pengantin baru. Beliau memegang teguh kata 'pamali', sekadar ingin mencegah hal-hal yang tidak diinginkan nantinya.
Arjuna dan Senja tidak lantas berkecil hati, mereka selalu bisa menerima semua itu dengan berbesar hati. Toh, yang namanya pernikahan juga bukan sehari dua hari, mereka hanya perlu bersabar menanti hari yang katanya akan indah pada waktunya.
Ada sisa waktu satu hari sebelum Arjuna kembali ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di ITB. Institut Teknologi Bandung.
Arjuna mengajak Senja untuk ikut nongkrong bersama teman-temannya, mereka pun mengobrol bersama di warung kopi milik om Pramudya yang menyediakan jus, minuman sirup, mie rebus dan beberapa gorengan sebagai camilan. Warung itu bersebelahan dengan studio band yang saat ini dikelola oleh Elang dan Jay. Bukan hanya untuk anak muda, di studio itu juga terdapat alat-alat musik untuk organ tunggal yang dikelola oleh om Pramudya, dengan nama grup Pramudya Nada. Sehingga tidak kaget jika warung dan studionya selalu ramai setiap hari.
Benar saja, apa yang dikatakan oleh Arjuna ketika malam pengantin. Bahwa, teman-temannya pasti akan meledek.
"Cie-cie ... ada pengantin baru, witwiw ...." Seru Aerlangga disusul dengan tawanya yang nyaring.
"Kikik-kikuk, pokoknya," seru Jona yang langsung menimpali.
"Wikwiw, dong?" Tidak mau kalah, Lingga pun tak luput ingin mengganggu sepasang pengantin baru itu.
Sementara yang bersangkutan hanya saling tersenyum dan tidak menghiraukan ocehan mereka. Senja bergegas pergi ke dalam warung untuk membantu bunda Kartiwi yang sedang membuat pisang goreng. Arjuna masih harus mendengarkan beberapa ledekan dari teman-temannya.
"Aa', coba duduk sini, spil pakai gaya apa sih semalam?" celoteh Jona yang kemudian tertawa sampai terbahak-bahak.
"Diem luh, idih!" Arjuna mendorong bahu Jona, kemudian duduk di sampingnya.
Mereka semua tertawa, meski Jay sedang sibuk menulis beberapa pesanan untuk warung, tapi ia juga sesekali ikut memberikan ledekan pada Arjuna, begitupun dengan Elang.
"Mana pas malam pengantinnya tiba-tiba hujan deras lagi!" seru Jay.
"Jay!" Arjuna sontak menoleh padanya.
Jay mengulum senyuman dan melanjutkan memeriksa daftar belanjaannya.
"Wow-wow ...." seru Jona.
"Nanti Elang juga mau tanyain, ah, ke si Neng!" seloroh Elang.
"Eh ... anak bayi bisa diem nggak, sih? Mau tanyain apa memangnya?" celoteh Lingga yang kerap kali meledek Elang, ia pun mendekat dan merangkul pundak kekarnya.
"Tanyain ke si Neng Senja, udah belum, gitu," tuturnya dengan berbisik pada Elang.
"Heh, mulai deh, jangan ajarain Elang yang bukan-bukan, deh," protes Arjuna.
Aerlangga tertawa mendengarnya, begitupun dengan Jona. Lelaki itu menoleh pada Saga yang hanya sibuk dengan dunianya sendiri.
"Coba sekarang kita tanya ke si Saga, kira-kira kapan akan kawin?" celotehnya absurd.
Namun, yang namanya Saga hanya fokus memainkan gitarnya sedari tadi, ia pun hanya tersenyum simpul mendengarkan beberapa lelucon dari teman-temannya.
"Kawinnya udah tiap minggu, tinggal nikahnya saja!" seloroh Lingga yang kemudian tertawa, hingga matanya terpejam sampai terpingkai-pingkai.
Saga lantas menghentikan petikan pada senarnya, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Lu jangan zina terus Saga!" Jona melemparkan butiran snack ke arahnya.
Saga lantas tersenyum dengan ciri khasnya.
"Najis!" celoteh Lingga yang kembali tertawa.
"Ah, lu juga. Ketawa aja, bukannya lu juga sama, ya? Suka buka-buka aplikasi?" Kali ini Jona melemparkan pertanyaan pada si Lingga.
"Idih najis, itukan luh, yang sering buka aplikasi, amit-amit!" sahut Lingga yang mencoba membela diri.
Aerlangga mendekat pada Elang dan keduanya saling mengedikan bahu masing-masing. Senja kemudian menghampiri mereka dengan membawa satu nampan gorengan. Terlihat ada pisang goreng, ubi goreng, bakwan, tempe dan tahu goreng lengkap dengan saos dan cabai rawit. Menaruhnya di atas teras, tepat di tengah-tengah kumpulan itu.
"Neng, kata Lingga, Neng udah apa belum?" celoteh Elang dengan raut polosnya.
"Eh, buset!" Lingga berpaling seketika karena tidak menyangka kalau Elang akan benar-benar menanyakan hal itu pada Senja.
Aerlangga tertawa dengan suara baritonnya. Senja sontak tertegun, mengernyit mencoba mencerna maksud dari pertanyaan Elang padanya. Arjuna membulatkan mata lalu mendekat pada Senja, merasa khawatir kalau sampai istri ciliknya itu akan mengatakan hal yang tidak diinginkan. Sementara Saga, Jay dan Jona hanya terdiam memperhatikan neng Senja.
"Elang, kamu nanya apa barusan? Udah belum apanya, ya?" Senja mempertanyakan ucapan Elang.
"Eh, Neng udah. Mending buatin Aa' kopi, ya." Arjuna dengan cepat menimpali, berusaha mengalihkan pembicaraan.
Senja masih mengernyit sedang memikirkan pertanyaan Elang padanya.
"Udah belum apanya sih? Elang juga nggak paham?" celoteh Elang untuk kedua kalinya.
"Elang!" Jay berusaha mengingatkan adiknya itu secara halus sampai Elang pun kini terdiam membungkam mulutnya.
Senja menoleh ke sana ke mari, sedang memperhatikan satu persatu wajah-wajah pemuda itu. Mereka pun sontak saling terpaku hingga semburat merah menghiasi wajah masing-masing.
"Neng ... ayo, bikinin kopi," pinta Arjuna dengan penuh kelembutan.
Senja mengangguk dan mulai beranjak, tapi ia kembali menoleh. "Kalian pengen kopi atau nggak?" tawarnya.
"Udah neng, bikinkan 7 gelas, ya!" Arjuna yang menyahutnya.
"Aku kopi hitam, ya," sahut Saga.
Senja terdiam, pandangan matanya lurus ke arah suara itu. Saga lantas mengangguk seraya tersenyum padanya.
"Ok!" Senja pun bergegas untuk menyiapkan kopi seperti yang Arjuna pinta.
Para pemuda itu kembali membuat kegaduhan dengan saling menyalahkan satu sama lain, karena pertanyaan Elang pada Senja. Namun, seperti biasa pemilik gummy smile yang mempunyai nama lengkap Sagara hanya fokus pada petikan nada di tiap senar gitarnya.
Tak mau terus disalahkan, Elang lantas mempertanyakan maksud dari ucapan Lingga yang menyuruhnya agar bertanya pada Senja. Elang yang masih polos terus saja memaksa Lingga untuk mengatakan yang sebenarnya. Setelah mengetahui apa yang dimaksud, Elang pun terdiam cukup lama.
Elang kemudian memukul bahu Lingga. "Idih, jorok!" protesnya lambat.
Lingga lantas tertawa karenanya. Senja kembali dengan membawa satu nampan berisi tujuh gelas kopi.
"Neng, maafin Elang, ya." Elang menghadang Senja.
"Untuk apa?" Senja bengong di hadapannya. Ia pun mulai menata gelas berisi kopi itu ke teras.
"Ini kopinya ambil saja masing-masing," serunya.
"Untuk ucapan Elang yang tadi. Itu artinya jorok," ujar Elang.
Senja terpaku memandangnya.
"Elang!"
Lingga mendekat, begitupun dengan Arjuna yang berdiri ke samping istrinya.
"Elang, udah, ih!" Lingga mencoba menahannya, tapi Elang menepisnya dan berbisik pada Senja.
Gadis itu terpaku, matanya spontan membulat ketika mendengar penuturan Elang.
"Bunda ..." Senja lantas memanggil bunda Kartiwi. "Si Elang nggak sopan!" Tuturnya.
"Bukan Elang, tuh si Lingga!" Bela Elang dengan menunjuk jari ke arah Lingga.
"Idih ... kalian tuh nggak sopan." Senja cemberut karenanya.
"Nggak neng, A' Lingga cuma bercanda, kok. Beneran deh, jangan marah, ya." Lingga mendekat ke sampingnya lalu berusaha membujuk.
"Udah, cuma bercanda." Arjuna merangkul pundak Senja dan ikut berusaha membujuknya.
"Pantes aja, dari tadi pada ketawa-ketawa, mencurigakan. Ternyata, ada udang di balik panci," ujar Senja.
"Emangnya bunda sedang masak udang rebus ya, Neng?" celoteh Jona.
Senja melemparkan pandangannya seketika. "Tahu, ah, ngambeuk!" Senja lalu berpaling.
Jona dan yang lainnya menahan senyum, sangat menggemaskan tapi juga menggelikan.
"Udah dong! Istri Aa' jangan ngambeuk. Nanti lucunya hilang." Arjuna masih mencoba membujuknya.
"Aa' pasti sedang belain teman-teman?"
"Nggak, Aa' nggak belain mereka. Aa' cuma belain kamu, seriusan!" Arjuna memberinya senyuman.
"Cie ... pasti nanti malam langsung wik-wik banyak-banyak!" celoteh Jona yang tak henti-hentinya membuat gurauan.
Senja menoleh seketika dan mengernyit memandangnya.
"A' Jona pasti sedang ngomong jorok, ya?"
"Nggak." Jona tersipu malu.
Sagara mulai mengambil kopi hitam di antara kopi lainnya, kemudian meneguknya secara perlahan.
"Haturnuhun, neng Senja. Kopi buatan neng Senja mantap!" celotehnya dengan memberi pujian.
Senja memandang ke arah Sagara.
"Tuh, mantap ceunah. Udah ya, sekarang senyum dong." Arjuna kembali membujuk istrinya.
Jay menutup catatannya.
"Neng, ayo duduk. Kita ngopi bareng-bareng!" serunya.
"Sok, aja Jay duluan," sahut Senja.
"Dengerin, ya, supaya nggak salah paham dan nggak berpikiran yang macam-macam pada kita." Senja meminta atensi penuh.
Ketujuh pria itu sontak memperhatikannya.
"Aku dan A' Juna belum pernah nganu, kita puasa sampai hari kelulusan tiba," ungkap Senja dengan penuturan polosnya.
Ketujuh pria itu pun saling tercengang lalu menoleh satu sama lain.
"Buat A' Saga, makasih atas pujiannya," ucap Senja yang memberinya sebuah senyuman meskipun singkat dan kemudian berlalu meninggalkan mereka semua.
Sagara menundukan wajah untuk menyembunyikan senyuman.
"Ketawa, lu?" celoteh Jona dengan mendorong pundak Sagara.
"Puas, lu!" sahut Sagara disusul dengan gummy smile-nya.💝💝💝
Liburan telah usai, Arjuna dan Senja harus saling merelakan untuk kembali menjalani hari-hari seperti sebelumnya. Berteman rindu di sela waktu mencari ilmu, saing memberi kabar tanpa bertemu.
Kali ini, abah Koswara sudah memberi izin pada putrinya untuk dapat mengantarkan sang suami ke Bandung. Dengan senang hati, Senja pun ikut serta menemani Arjuna.
Berangkat mengendarai mobil bersama kedua orang tua Arjuna, pengantin baru itu duduk di kursi tengah. Di sepanjang perjalanan, mereka hampir tak melepaskan genggaman tangan masing-masing.
"Biasanya Aa' pakai motor ke Bandung. Waktu kita mau nikah, Aa' dijemput pakai mobil sama bapak," ujar Arjuna.
"Syukurlah, A'. Mendingan pakai mobil, berasa lebih aman, aku jadi lebih tenang," tutur Senja yang kini semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Arjuna.
"Nggak usah khawatir, Aa' akan baik-baik aja. Do'ain Aa', ya. Semoga lancar kuliahnya." Arjuna pun merangkul pundak istrinya.
Senja mengangguk dan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Arjuna.
Setelah menghabiskan waktu sekitar 3 jam perjalanan via toll Cipali-Pasteur, akhirnya mereka semua sampai di kosan Arjuna yang berada di daerah Cihampeulas.
"Kita sampai!" seru Arjuna kemudian mencoba membangunkan Senja yang kini tertidur di pundaknya. Gadis itu menggeliat dan membuka mata secara perlahan.
"Ayo, kita turun." Arjuna meraih tangan Senja secara hati-hati untuk turun dari mobil.
Mereka pun membawa beberapa barang bawaan dan makanan ke dalam kosan. Beberapa tetangga kosan di sana saling menyapa ketika Arjuna tiba dengan membawa serta istri dan kedua orang tuanya. Mereka pun mengucapkan selamat pada Arjuna pasti karena telah mendengar kabar pernikahannya.
Beberapa dari tetangga itu bahkan ada yang memberi kado pernikahan pada Senja, disertai dengan do'a yang dipanjatkan.
Setelah makan bersama, Senja dan ibu mertuanya saling membantu untuk merapihkan kamar Arjuna. Tidak banyak waktu yang bisa keduanya lewati. Selain hari sudah sore, Senja juga harus segera kembali ke Subang agar besok bisa masuk sekolah, hari pertama di kelas 12.
Meskipun berat hati, Arjuna dan Senja harus berpisah untuk sementara waktu.
"Tiga minggu lagi nanti Aa' jemput, ya?" Arjuna mengusap surai istrinya. "Nanti Aa' ajakin neng Senja buat jalan-jalan keliling kota Bandung, Aa' janji," tuturnya.
Senja mengangguk seraya mengukir senyuman, keduanya saling berpelukan untuk menyimpan tabungan kerinduan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arjuna Senja√
Teen Fiction⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menuliskan harapan masing-masing, menggoreskan pena di atas kertas dan menjadikannya pesawat yag diterbagkan ke udara. Sayang, pesawat kertasku t...