Pesta pernikahan sedang berlangsung, abah Koswara yang masih memegang teguh tradisi sengaja mengadakan syukuran di rumah lelaki terlebih dahulu daripada pihak mempelai wanita.
Setelah itu, resepsi tetap akan dilaksanakan di pihak keluarga wanita yang hanya berselang tiga hari setelah acara di rumah abah Koswara selesai.
Semuanya tampak berbahagia, tetapi tidak dengan Senja sebab dari semalam ia belum juga mendapatkan kabar dari suaminya. Bahkan, nomor lelaki itu sedang tidak aktif. Mengingat mimpinya semalam, ia cukup dalam melamun di kamarnya. Namun, segera saja sadar tidak ingin terlarut jauh dibawa lamunan, ia berusaha berpikiran jernih karena sudah pasti suaminya itu sedang sibuk bekerja.
Tepat pukul 10 pagi, acara semakin sibuk karena hiburan akan segera dimulai. Senja keluar dari kamar dan kembali bergabung bersama kedua orang tuanya, memandang dari kejauhan ke arah kedua mempelai yang kini tampak berseri-seri. Di sana juga ada Jay yang begitu setia di samping Sigit.
Semakin siang, perasaannya malah semakin tidak tenang. Apalagi kedua mertuanya juga belum menampakan diri di acara pernikahan itu. Telepon genggamnya berdering, Senja bergegas pergi ke dalam kamar untuk menjawab panggilan dari Arjuna. Merasa lega, hatinya tak lagi gundah gulana.
"A' Juna, ke mana saja? Aku khawatir tahu." Senja mengeluh memandangi
layar ponselnya, melakukan video call.
Ia terpaku, ada satu hal yang mengalihkan perhatiannya. Arjuna mengenakan pakaian putih, persis seperti dalam mimpinya tadi malam. Terlihat begitu tampan dan berhasil membuatnya semakin merindukan lelaki itu.
Arjuna meminta maaf karena telah membuatnya khawatir. Sang suami itu sedang sangat sibuk, hingga tak ada waktu untuk men-charger ponsel. Selain itu, Senja cukup terkejut lantaran Arjuna memberi tahunya bahwa ia sedang berada di Cilacap.
"A' Juna, ngapain di Cilacap?"
Arjuna tak lantas menjawab, kedua matanya tampak merah seperti habis menangis.
"A' Juna, kenapa? Apa a' Juna baik-baik aja?"
"A' Juna baik-baik aja," sahut Arjuna.
"Mata a' Juna kenapa merah?" tanya Senja.
Arjuna menyeka sebelah matanya. "A' Juna kurang tidur, Neng. Ada sesuatu yang harus a' Juna sampaikan," ucapnya.
"Apa itu?"
"Pak Sardi meninggal dunia, Neng," ujar Arjuna.
"Innalillahi wa'innalillahi roji'un." Senja merasa bersedih mendengarnya.
"A' Juna juga mau ngasih tahu, neng Senja jangan dulu beli tiket pesawat, ya. Nanti a' Juna bakalan mampir ke rumah, a' Juna akan jemput neng Senja, kita pergi ke Kalimantan bersama." tukas Arjuna.
Senja tersenyum dan merasa bahagia mendengarnya.
"Udah dulu, ya, Neng, a' Juna harus mengurus sesuatu lagi. Nanti a' Juna telepon lagi dan menceritakan semuanya. Dah ... Sayang." Arjuna pun menutup teleponnya.
Senja menjadi termenung memikirkan kematian pak Sardi, dan juga tentang Arjuna yang pastinya cukup sibuk serta lelah. Hingga matanya saja sampai memerah. Apalagi, kalau mengingat bahwa Pak Sardi selalu mengandalkan suaminya itu.
💝💝💝
Abah Koswara dan umi Rasti menyambut beberapa tamu yang datang dengan sumringah, beliau merentangkan kedua tangan ketika pak Bambang beserta ibu Nengsih tiba diikuti oleh Sagara di belakang.
Pak Bambang sekeluarga mengenakan setelan batik yang senada. Kehadiran pak Bambang sekeluarga disambut serta oleh seruan dari MC Jaipongan karena mengetahui pimpinan mereka ikut serta sebagai tamu undangan. Kedua keluarga itu saling menyapa.
"Apa kabar, Bambang?" tanya abah Koswara.
"Alhamdulillah, pangestu, Abah," sahut pak Bambang dengan penuh hormat.
Karena abah Koswara lebih tua darinya, disusul oleh kedua istri mereka yang saling bersahutan.
"Ini si bujang apa kabar?" sapa abah Koswara pada Saga.
Pria berkulit putih itu tampak mengangguk disertai senyuman yang merekah.
"Alhamdulillah, baik, Bah," sahutnya dengan sopan santun.
"Ayo, kalau begitu silahkan makan dulu!" seru abah Koswara sambil menepuk pundak Sagara.
Sagara mengangguk dan menoleh ke sana ke mari untuk mencari sosok yang ingin ia temui.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, perempuan yang dicari akhirnya menampakan diri. Saga tertegun ketika Senja melangkah ke arah abah Koswara.
Mengenakan dress sebawah lutut dengan motif batik, make up dan riasan rambut yang pas hingga membuatnya tampak elegan.
Senja terlihat berseri-seri, wajahnya cerah, disertai senyum yang merekah ketika menyapa orang-orang disekitarnya.
"Abah, Umi!" seru Senja.
Suaranya tak cukup terdengar karena tenggelam gema sound siystem yang sudah mulai membisingkan telinga.
"Neng Senja." Saga menyapanya, Senja tersenyum di hadapan lelaki itu dan menyapa balik.
"A' Saga, apa kabar?"
Saga mengangguk secara perlahan. "Baik."
"Udah makan? Sok atuh makan dulu," tawar Senja.
"Iya, Neng. Ini juga mau makan."
Pria tsundere itu berbalik ke arah orang tuanya dan menepuk bahu sang ibu. "Mah, ini ada neng Senja," ucapnya.
Bu Nengsih yang sedang mengobrol dengan umi Rasti lantas menoleh.
"Neng Senja." Saga kembali ke arahnya.
Senja menyapa bu Nengsih dan pak Bambang.
"Ada di kampung, Neng?" tanya bu Nengsih pada Senja.
"Muhun, Bu," sahut Senja. ( muhun = iya)
"Damang, Neng?" sapa pak Bambang.
( damang = sehat)
"Alhamdulillah, Pak," sahut Senja tampak mengukir senyuman.
"Neng Senja, tolong bawain kue dan suguhan lainnya ke mari, ya," seru umi Rasti.
"Baik, Umi." Senja bergegas untuk melaksakan perintah ibunya.
Ia kembali dengan membawa satu nampan yang berisi beberapa makanan khas hajatan di kampung, menyuguhkanya secara hati-hati ke atas meja.
"Silahkan!" seru Senja.
Mereka menikmati suguhannya. Sesekali Saga dapat memperhatikannya dengan lebih intens tetapi kembali berpaling ketika Senja menoleh padanya.
"A' Saga, mau ketemu pengantin, nggak? Di sana juga ada Jay," tawar
Senja.
Mulanya Saga sedikit kesulitan berkata-kata, ia cukup mengangguk meski tampak kaku.
"Mau aku antar?" tawar Senja.
"Bo-boleh," ucap Saga tampak sedikit gugup.
Senja melangkah terlebih dulu di depan Saga yang kini mulai mengikutinya dari belakang.
"Neng Senja, ngomong-ngomong kita belum lebaran, ya?" seru Saga.
Senja menoleh. "Iya, belum," ucapnya singkat.
"Kalau begitu, ayo atuh kita lebaran dulu," seru Saga hingga menghentikan langkahnya, begitu pun dengan Senja.
Tanpa ragu, si tsundere itu mengulurkan tangan kanannya tepat ke hadapan Senja, sampai wanita manis itu menyalaminya meski hanya sesaat.
Saga tampak sumringah hingga mengembangkan gummy smile yang begitu indah.
"Neng Senja, kapan akan balik ke Kalimantan?"
"Kalau acaranya udah sesai, aku akan segera beli tiket pesawat. Terus
besoknya pergi nyusul a' Juna," ungkap Senja.
Saga lantas mengangguk, mengulum bibir merasa tidak ingin bertanya lebih lanjut. Jay menyambut Saga, keduanya pun saling berpelukan.
Saga memberikan ucapan selamat atas pernikahan Sigit, bersalaman pada kedua mempelai dan mereka mengobrol bersama.
"Nanti malam datang lagi ke sini, kita lihat neng Senja tampil," seru Sigit pada Saga, sampai lelaki itu menoleh disertai anggukan.
"Tampilnya bareng aku," sela Jay.
"Oh ya?" tanya Saga dengan raut heran.
"Akhirnya, Elang udah ngasih izin sama aku untuk menari bareng neng Senja," ujar Jay.
"Jay, kamu nggak maksa Elang, 'kan?" tanya Senja.
"Nggak dong, lain kali, neng Senja juga harus ikut, ya, kalau kita manggung. Neng, 'kan, bisa nyanyi, nanti bawain beberapa lagu gitu, lumayan tuh," ujar Jay.
"Iya, Jay, aku mau-mau saja, tapi aku nggak janji. Soalnya kalau aku ada waktu, pas lagi aku ada di kampung," sahut Senja.
"Neng Senja udah telepon Arjuna?" tanya Sigit.
"Udah, 'A," sahut Senja.
Suasana hari itu cukup cerah, sampai terasa begitu gerah. Senja menoleh ke sana ke mari, merasa ingin makan sesuatu, yang segar, pedas dan mengenyangkan pastinya.
"Ada apa?" Jay menyenggol bahu Senja.
"Jay, ada kang bakso nggak, ya, di depan? Aku mau makan bakso," ucap Senja sambil menggigit bibir bawahnya secara perlahan. Lantaran hasrat pada makanan favoritnya itu sudah tak dapat dibendung lagi.
"Hmm ... mulai nih si Neng kebiasaan, selalu pengen makan bakso!" seru Sigit dengan ledekan.
"Ya, biarin atuh, A'. Emangnya nggak boleh?" Senja menyeringai.
"Nanti gendut loh," celoteh Sigit.
"Ya, nggak lah, masa' cuma makan satu mangkok udah gendut?" papar Senja.
"Nanti Arjuna kasihan, merasa berat," celetuk Sigit.
Senja sontak menutup kedua telinganya. "Ihh ... a' Sigit jangan mulai deh!"
Dan mereka pun saling tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arjuna Senja√
Teen Fiction⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menuliskan harapan masing-masing, menggoreskan pena di atas kertas dan menjadikannya pesawat yag diterbagkan ke udara. Sayang, pesawat kertasku t...