Arjuna Senja 10.

14 5 0
                                    


Arjuna Senja 10.

Hari kelulusan.

Cobaan silih berganti, masa sulit telah terlewati dan kini tinggal menanti sesuatu yang katanya akan indah pada waktunya.

Kelulusan sekolah hanya tinggal menghitung hari. Tak terasa, masa-masa indah remaja akan berganti begitu saja, menjadi berjuta kenangan yang takkan pernah cukup bila dirangkum hanya dengan satu album.

Senja bersama beberapa temannya sedang dalam masa sibuk mengurus rangkaian acara untuk perpisahan kelas yang akan dilaksanakan ketika kelulusan nanti. Senja menghampiri Elang dan menanyakan tentang keterlibatannya dalam menari untuk acara pentas seni nanti.

Akhir-akhir ini, keduanya memang jarang bertemu, mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Rasanya cukup tercengang, padahal hanya terhitung dua minggu, Senja tidak melihat Elang dengan intens. Namun, pemuda berkarakter manly sekaligus imut itu, kini tampak semakin kekar dari sebelumnya. Usut punya usut, ternyata Elang sudah sering olah raga. Bahkan, hampir setiap pulang dari sekolah, ia tidak pernah melewatkan lari beberapa kilo demi menjaga stamina tubuhnya.

Setelah kejadian yang menimpa Senja beberapa waktu yang lalu, Elang sendiri sudah berjanji pada hatinya. Ia akan menjaga stamina untuk tetap bisa melindungi Senja Prameswari yang selalu membuatnya berseri-seri setiap hari.

"Elang ...."

"Neng Senja." Elang bergegas mendekat ke hadapannya.

"Bagaimana latihannya? Apakah sudah sebanding dengan ekspektasi kamu selama ini?" Senja menunggu jawaban dari Elang, ia tahu bahwa Elang selalu menginginkan hasil yang sempurna.

Elang mengangguk. "Kami selalu berlatih setiap hari, mumpung a' Juna liburan," ujar Elang.

Senja mengernyit, "Maksudnya?" Ia tampak bingung memikirkan jawaban Elang.

Elang mengatup bibir, hampir saja ia keceplosan memberitahukan pada Senja bahwa dirinya dan Arjuna tengah menyiapkan sesuatu untuk acara kelulusan nanti.

"Elang, tadi kamu ngomong apa sih? Kamu dan a' Juna sedang latihan apa?" Senja merasa penasaran.

"Ah, nggak kok." Elang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Senja kembali mengernyit. "Elang sedang bohong, ya, sama aku?"

"Nggak, siapa juga yang bohong? Udah, ah, Elang mau lanjut latihan." Elang bergegas pergi, tapi Senja sontak menahan salah satu lengannya.

"Elang, kamu nyembunyiin apaan sih? Spill dong."

"Nggak ada apa-apa, Neng." Elang berusaha melepaskan genggaman tangan Senja dan bergegas pergi.

Senja kemudian cemberut memandang ke arah perginya lelaki itu. Tidak lama kemudian, ia pun mendapat telepon dari Arjuna yang memberitahu bahwa mereka sudah berada di sekolah.

Senja tercengang ketika Arjuna dan beberapa temannya sedang bermain basket bersama beberapa anak klub basket sekolah.

"A' Juna!" Senja berlari menghampiri suaminya.

Arjuna menghentikan permainannya dan bergegas menyambut istri ciliknya itu. Merentangkan kedua tangan, selalu berharap kalau Senja akan memeluknya di hadapan teman sekolah. Senja lantas tertawa dibuatnya, juga merasa geli oleh sikap suaminya itu.

Hampir semua mata tertuju padanya, Senja menyadari bahwa beberapa diantara mereka pasti banyak yang sedang memperhatikan suami tampannya itu. Di sana sudah ada si manis Jona yang sedang sibuk memotret beberapa objek di sekitar, si karismatik Jay yang sedang mengobrol dengan adiknya, Elang, mantan playboy sekolah Lingga dan Aerlangga terlihat sedang mengobrol dengan beberapa gadis yang menonton basket. Tak lupa juga ada Sagara si playboy cap granat yang kini sudah memutuskan untuk menjomblo, ia sedang ikut bermain basket bersama anak basket di sana. Maklum, karena sewaktu di sekolah, dia adalah kapten basket sehingga saat ada kesempatan lelaki itu pasti memamerkan kemahirannya mengendalikan bola orens.

"Neng, kok nggak peluk Aa'?" Arjuna cemberut tepat di hadapannya.

"A' Juna apaan sih? Ini, 'kan di sekolah, malu!" Senja menoleh ke sana ke mari, kemudian tertunduk malu dengan menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya.

Arjuna mengulum bibir, ia juga ikut menoleh ke sana ke mari. "Ngapain harus malu sih? Bukannya mereka udah tahu, ya, kalau kita udah nikah?" ujarnya.

Senja yang masih tersipu menggeleng perlahan. Tanpa basa basi, Arjuna pun merangkul pundak Senja. Sontak saja, mereka yang ada di lapangan basket seraya membuat kegaduhan.

"Cie ... cie ...."

"Ekheum!"

Senja semakin tertunduk malu karenannya, sementara Arjuna selalu cuek dan lebih santai menyikapi.

"A' Juna, kok, nggak bilang-bilang kalau mau ke mari?" Senja mendongak.

Walaupun ia cuma seukuran keteknya Arjuna, tetapi hal itu tidak menyulitkannya untuk bisa menatap wajah tampan suaminya itu.

"Surprise, dong!" tukas Arjuna.

Senja cemberut. "Heran, deh, orang-orang pada kenapa sih hari ini? Barusan Elang, sekarang a' Juna juga ikutan nggak mau ngasih tahu sesuatu ke aku," ujarnya seraya berpaling lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"A' Juna udah daftarkan band kita untuk tampil di acara kelulusan nanti." Arjuna berbisik pada Senja.

Senja terperangah, dan menatap kembali suaminya itu. Arjuna mengangguk seraya tersenyum simpul. Senja merangkul lengan bisepnya, dan menjadi sumringah dibuatnya.

"Ih ... seneng deh!"

"Kalau seneng peluk dong," pinta Arjuna.

Senja terdiam seketika. "A' Juna, ih!" Ia tersipu untuk kesekian kalinya.

Teman-teman tampannya Arjuna kini mendekat dan berdiri membuat lingkarang berkumpul bersama dengan penuh kebahagiaan.

"Neng!" Elang berdiri di sampingnya.

"Ih, Elang. Pake acara rahasiaan segala, deh. Aku sekarang udah tahu, band kalian akan tampil di acara kelulusan kita, 'kan?" ujar Senja.

Elang tersenyum dengan anggukan. "Maafin Elang, ya!" Ia pun merangkul tanpa segan di hadapan semua orang.

Widuri menghampiri perkumpulan pemuda tampan itu. "Senja!" Sapanya.

Elang dan Senja tersenyum padanya, Senja menoleh pada semuanya dan memperkenalkan Widuri.

"Neng Widuri, si jago puisi," ucap Aerlangga disertai senyumannya yang khas.

Widuri menyapa mantan kakak kelasnya itu, Aerlangga dan Lingga.

"Jay." Widuri lantas menoleh pada Jay, pemuda ramah itu lantas berbalik menyapanya.

"Jay, apakah kita bisa bicara, berdua saja?" tutur Widuri tanpa ragu.

Senja menoleh pada Jay, kemudian kembali menoleh pada Widuri. Ia pun menepuk salah satu lengan Elang seolah memberinya kode.

Elang mengangguk, lantas meminta Jay untuk duduk di deretan kursi yang ada di hadapan ruang mading. Kali ini Jay menuruti permintaan Elang, termasuk permintaan Widuri dan mengobrol bersamanya di depan ruang mading.

Senja tersenyum melihatnya, lalu menoleh memperhatikan suaminya. Arjuna merangkulnya, hingga Elang mulai menjauh dari Senja. Saat itu juga, Sagara berpaling dan mengibaskan rambutnya yang sedikit basah oleh keringat. Sepertinya ia sedang merasa gerah.

"Aa' juga mau bicara sesuatu pada neng Senja," ujar Arjuna.

"Aa' mau bicara apa?" tanya Senja dengan polosnya.

Arjuna merapatkan rangkulannya pada Senja dan berbisik pada rungu gadis itu. "Aa' udah nyiapin reservasi hotel." Senja bengong menatapnya.

"Setelah acara kelulusan nanti, Aa' mau langsung nyulik neng Senja, kita akan langsung pergi ke hotel." Arjuna berbicara pelan pada Senja, hingga gadis itu semakin terpaku dibuatnya.

"Neng tahu nggak, sih, Aa' juga udah beli beberapa koleksi dari Victoria Secret yang ada di Bandung!" ungkap Arjuna.

Senja semakin tercengang, matanya membulat dan mulutnya menganga lebar. Ia tidak begitu polos, cukup mengetahui tentang merek brand apa yang disebutkan oleh Arjuna barusan.

Arjuna menggigit bibir bawahnya yang ranum. "Pokoknya, ekheum, dah!" Desisnya sembari memberikan kedipan mata pada Senja.

Gadis itu bergidig melihatnya, lantas menjauh untuk mengambil air mineral. Arjuna menahan senyuman, merasa puas karena telah menggoda istrinya. Senja benar-benar dibuat merinding oleh sikap genit Arjuna saat itu, ia pun kembali dengan membawa beberapa botol air mineral dan membaginya pada teman-teman Arjuna.

"Neng Senja pengen tahu nggak, siapa yang ngasih saran buat ngirim band ke acara sekolah ini?" tanya Arjuna.

"Siapa?" Senja tak sabar ingin tahu siapa gerangan yang sudah menyarankan ide itu pada Arjuna.

"Tuh, si Saga," ungkap Arjuna.

Senja seketika menoleh pada Saga yang juga menoleh padanya. Gadis itu memberikan air mineral pada Arjuna, kemudian hendak memberikan bagian untuk Saga. Namun, Widuri datang dan merebut minuman itu dari tangan Senja.

"Sorry, Senja, aku haus banget," ucapnya.

Widuri langsung meneguk minuman itu. Sikapnya memang demikian, sangat transparan, bahkan lebih blak-blakan dari Senja Prameswari.

Widuri yang berparas lebih cantik dari Senja, kulitnya lebih terang, bahkan terkesan lebih berani, jujur dan setia kawan serta pandai merangkai kata-kata, apalagi tentang cinta.

"Wid, lu habis ngapain, sih, sampe kehausan begitu?" Senja mencecarnya.

Widuri melirik pada Jay yang kini tengah berdiri di samping Jona. Keduanya saling memandang, pandangan yang sulit diartikan.

"Yaudah, Jay. Aku pergi dulu, ya." Widuri pamit.

Jay hanya mengangguk. Senja tidak ingin menghiraukannya dan memilih berpaling dari arah Widuri.

"A' Saga, maaf, ya, minumannya diambil sama temanku," ucap Senja.

Sagara hanya mengangguk dengan memandangnya. Senja merasa tidak tega, tidak bisa membiarkan si tsundere itu tidak kebagian minuman, sedangkan sebelumnya, ia sudah bermain basket yang pastinya cukup menguras energi.

Senja memberikan air minum bagiannya. "Ini untuk a' Saga!" Ia pun menyodorkan minuman itu ke hadapan wajah si tsundere.

Sagara memandangnya tanpa mempedulikan apa yang ditawarkan oleh Senja padanya.

"Maaf, aku sudah membuka segelnya, tapi minumannya masih utuh, kok!" yakin Senja.

Sagara lantas mengambil air mineral itu, membuka tutupnya dan meneguknya secara perlahan. Senja menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lantaran merasa diabaikan oleh Sagara.
Itu memang sudah menjadi tipikalnya, kerap bersikap dingin seperti es di kutub.

Sagara mengepal erat botol minumnya, kemudian menoleh pada Senja.

"Terima kasih," singkatnya.

Senja lantas tersenyum mendengar itu, kemudian mendekat pada Arjuna yang seketika merangkul pundaknya. Pemilik gummy smile itu memilih untuk kembali berpaling menyaksikan permainan bola basket.

Selama di sekolah, Arjuna terus saja merayu Senja, agar gadisnya itu memberinya sebuah ciuman. Namun, Senja enggan menurutinya, lantaran malu dan mengingat karena mereka sedang berada di tempat umum.

Arjuna kini cemberut dan memasang raut masam, hingga berlangsung sampai mengantarkan Senja pulang ke rumah abah Koswara. Gadis itu berpikir, mungkin saja Arjuna hanya sedang mengujinya, jadi tidak begitu menghiraukannya. Namun, Senja salah, nyatanya Arjuna sampai tidak membalas pesan singkat darinya. Bahkan menjelang malam, Senja mengetahui bahwa Arjuna datang ke rumahnya ketika ia masih berada di pengajian. Arjuna tidak menemuinya ataupun menunggunya seperti biasanya.

Senja dibuat gelisah olehnya, menjadi susah tidur, padahal besok ia harus tampil semaksimal mungkin dengan membawakan beberapa lagu dan tarian tradisional bersama Langit Biru.

Esok pun tiba, Senja sudah berada di sekolah. Acara pun mulai terselenggara, di awali dengan sambutan dan do'a yang dipanjatkan. Beberapa tarian tengah berlangsung.
Senja masih gelisah, menunggu Arjuna yang tak kunjung datang untuk menemuinya ke ruang make-up. Sementara dirinya sudah dirias layaknya penari Jaipongan bersama Elang, keduanya pun tampil di atas panggung. Ujung penampilan disusul oleh sorakan dan tepuk tangan yang meriah, lengkap dengan lembaran uang saweran dari beberapa guru dan siswa-siswi di sekolah itu.

Senja dan Elang sudah selesai tampil, gadis itu ingin bertanya mengenai Arjuna pada Elang. Namun, ia tidak punya cukup waktu karena harus kembali tampil untuk membawakan dua buah lagu. Senja bergegas mengganti riasannya dan tak lama tampil kembali ke atas panggung.

Senja Prameswari menjadi biduan dangdut dengan menyanyikan dua buah lagu. Diiringi lantunan musik seirama gendang dan organ yang mampu membuat penonton ikut berdendang, ceria dalam mengekspresikan setiap gerakan.

Elang yang setia sudah sedari tadi ikut memeriahkan suasana, disusul oleh Aerlangga dan Lingga yang kebetulan sudah tiba. Mereka bergoyang menikmati lagu yang dibawakan oleh Senja dengan suaranya yang khas.

Turun dari panggung tidak jua membuatnya tenang. Senja Prameswari kini termenung di ruang ganti, memikirkan suaminya yang tak kunjung tiba.

Suara yang tak asing pun mulai menyapa terdengar begitu jelas di telinganya. Senja tersenyum sumringah, ketika suara Arjuna kini menggema melantunkan sebuah lagu di atas panggung pentas.

"A' Juna." Ia pun bergegas untuk melihat penampilan suaminya bersama grup band mereka.

Senja berdiri tepat di hadapan panggung.

"Senja, lu habis ngapain sih baru nongol? Dari tadi suami lu tuh, mana ganteng banget anjir!" ujar Widuri disusul dengan teriakan histerisnya.

Senja tidak ingin menghiraukannya dan berusaha fokus pada penampilan band itu, dengan Arjuna sebagai vokalis, Elang drummer, Aerlangga bass, Lingga dan Saga gitaris, serta Jay di bagian keyboard dan kadang-kadang sering bergantian dengan Saga dan Jona, tergantung jenis musik yang akan ditampilkan.

Teriakan histeris kerap terdengar, bukan hanya para gadis, bahkan pemuda-pemudi di sana terlihat antusia oleh penampilan mereka? Apalagi Elang yang kini mengenakan outfit serba hitam, hingga kaos yang mempertontonkan bisepnya, memukul drum dengan penuh enerjik.

Senja tak ingin berdiam diri dengan hanya memandangi suaminya dari bawah panggung. Ia pun memberanikan diri untuk naik ke atas dan mendekat tepat ke hadapan Arjuna, meskipun musik masih berlanjut. Sontak saja, kegaduhan semakin terdengar. Mereka ada yang menyerukan agar Senja mencium Arjuna, begitupun sebaliknya.

Senja menoleh ke sana ke mari, tertawa mempertanyakan keinginan itu pada beberapa temannya.

"Cium nggak, lu? Cium!" Salah satu temannya berteriak.

Bukan hanya Senja yang tertawa, tetapi Aerlangga dan Lingga juga sontak tertawa, begitupun dengan Elang.

"Cium aja sampe mampus, woi!" ujar salah satu penonton hingga berteriak di bawah panggung.

Senja tidak lantas mendengarkan teriakan mereka yang menyuruhnya untuk mencium Arjuna. Gadis itu hanya menari secara perlahan seiring irama. Arjuna yang sedari tadi hanya memandangnya dengan senyum simpul, kini mulai mendekat, menjauhi mic yang berdiri tegap di hadapannya. Arjuna kini berdiri tepat di hadapan Senja, menatapnya dengan intens.

Arjuna berbisik tentang malam pertamanya nanti, hingga Senja dibuat terperangah olehnya. Senyuman Arjuna merekah seiring Senja berpaling wajah karena malu oleh bujuk rayu suaminya. Arjuna meraih tubuh mungil isrtinya dan mendekapnya di hadapan semua orang, hingga disoraki oleh tepuk tangan dan teriakan.

Arjuna Senja√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang