Arjuna Senja 15.
Arjuna Senja sudah pulang ke rumah bapak Jaka Sumantri. Senja memutuskan untuk menginap di rumah mertuanya itu, agar besok bisa lebih mudah mengantar Elang ke stasiun kereta api. Namun, Elang memberi konfirmasi agar Senja sebaiknya tidak ikut mengantar, karena Elang tidak ingin menjadi sedih nantinya. Dengan berat hati, Senja pun menuruti permintaan kerabatnya itu.
Arjuna mendapatkan telepon dari Lingga yang memberinya kabar tentang Saga. Pria berkulit putih itu baru saja pulang dari klinik, sebelumnya Saga sempat masuk ke dalam bui lantaran memukuli seorang ojek online.
Arjuna sangat terkejut mendengar kabar itu, ia berencana akan menjenguk esok hari.
"A' Juna, ada apa?"
Senja yang baru saja selesai skincare-an mengernyit memandang ke arah suaminya. Arjuna menoleh pada Senja, kemudian duduk di ujung kasur. Mengulurkan kedua tangan ke arah Senja, hingga diraih oleh istrinya sembari duduk di pangkuan.
"Ada apa?" gumam Senja.
"Besok, kita akan ke Kalijati, menjenguk si Saga," tukas Arjuna.
"Emangnya, a' Saga kenapa?"
"Barusan si Lingga telepon, katanya si Saga baru pulang dari Puskesmas dan sempet masuk penjara," ujar Arjuna.
Senja tercengang seketika. "Hah? Dia memang suka cari ribut, kali ini orang mana lagi yang dia gebukin?"
Arjuna pun bertanya-tanya, Senja merangkul pundaknya dan menatapnya dengan intens. "A' Juna jangan nurutin a' Saga, ya. Jangan suka nyari keributan," ucap Senja.
Arjuna mengangguk. "Aku nggak akan nyari keributan, kecuali kalau ada yang mengusik neng Senja. Seperti kejadian dulu, waktu neng Senja disrempet orang."
Arjuna mengusap pipi istrinya itu dengan perlahan, hingga Senja kemudian memeluknya dengan erat.
Arjuna, Senja dan Jay Pramudya pergi ke Kalijati untuk mengunjungi Saga. Sesampainya di sana, Senja cukup tercengang melihat halaman rumah yang begitu luas. Dari parkiran menuju ke rumah utama, mereka melewati gazebo yang cukup besar dengan lantai yang terbuat dari batu bata. Di sana sudah berkumpul banyak orang, benar kata Arjuna bahwa di rumah Saga sering ramai oleh orang-orang yang berlatih seni Jaipong. Mulai dari latihan menari dan latihan kendang, serta musik karawitan lainnya sebagai pelengkap.
Senja tampak takjub oleh pemandangan itu, kecintaannya pada seni tarian daerah mampu membuatnya bahagia.
"Punten!" Arjuna, Senja dan Jay bersamaan mengucapkan kata permisi dalam bahasa Sunda.
"Mangga!" Mereka yang ada di sana pun dengan serempak menyahutnya.
Di dalam rumah itu sudah ada Lingga yang begitu setia menemani Saga, lelaki pucat yang kini sedang duduk di sofa dengan kedua kaki terlentang.
"Assalamualaikum." Ketiganya kembali bersamaan mengucap salam.
"Wa'alaikumsalam." Lingga dan Saga serentak menjawab salam tersebut.
Arjuna dan Senja serta Jay kini masuk ke dalam ruang tamu, Lingga menyambut ketiganya. Namun, Saga masih bergeming di tempatnya.
"Lu kenapa lagi sih, Saga?" tanya Arjuna.
Suami Senja itu kini duduk di hadapan, tepat di ujung kaki Sagara. Sementara Senja dan Jay masih berdiri. Pria berkulit putih itu tampak baik-baik saja, hanya terlihat sebelah tangannya yang dibalut perban.
Ibunya Saga yang bernama Nengsih kini menghampiri mereka, beliau mulai mengeluh atas perbuatan yang dilakukan oleh putranya itu.
"Untung kalian semua datang!" seru bu Nengsih dan semuanya sigap memberi salam. "Kalian harus tahu, kali ini Mama sudah tidak sanggup lagi mendidik a' Saga. Mama sudah pusing, kelakuannya membuat mama darah tinggi. Hobinya ribut dan ribut terus, bisa-bisa Mama mati muda kalau begini," keluhnya.
"Udahlah, Mah, jangan bicara macam-macam. Buktinya Mama sampai setua ini masih hidup, 'kan? Aku bersyukur banget untuk itu!" seru Saga yang menimpali ucapan ibunya.
"Ya ampun, udah salah, masih saja ngeledek Mama, dasar badung a' Saga mah," cecar bu Nengsih, hingga semuanya tertawa karena obrolan dua orang itu.
"Kali ini rebutan cewek yang mana lagi, sih?" celetuk Arjuna.
Saga berdecak, lalu menggantungkan kakinya ke lantai. "Neng Senja, silahkan duduk," ucapnya.
Senja akhirnya duduk di samping Arjuna setelah suaminya itu bergeser hingga berada di tengah-tengah antara Saga dan Senja.
"Kerjaannya tuh rebutan pacar saja, bukannya fokus kuliah, biar bisa secepatnya cari kerja. Atau bantuin bapak untuk urusin manggung Jaipongan," ujar bu Nengsih sembari memberi teguran secara halus pada putranya itu.
Beliau memang mempunyai sikap dan sifat yang lembut, meskipun Saga sering berbuat kenakalan tapi beliau hampir tidak pernah membentaknya ataupun berlaku kasar pada Sagara.
"Ah, Mama. Nanti juga kalau udah waktunya Saga juga pasti lulus kuliah, terus nyari kerja," sahut Saga dengan lemah lembut.
"Mendingan nikahin aja, Bu. Siapa tahu dengan begitu, jadi nggak ribut terus dan biar ada tanggung jawab," celoteh Senja dengan basa basi.
"Nya, muhun kedah kitu sigana, Neng!"
(Iya benar, harus begitu sepertinya, neng)
Lingga dan Jay sontak tertawa, Arjuna seketika menoleh pada istrinya itu dan menggeleng disertai senyuman. Sementara Saga kini tercengang dan tampak kebingungan.
"Kadangu henteu, a' Saga?"
(Kedengaran nggak a' Saga?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arjuna Senja√
Teen Fiction⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menuliskan harapan masing-masing, menggoreskan pena di atas kertas dan menjadikannya pesawat yag diterbagkan ke udara. Sayang, pesawat kertasku t...