3. Nasib Tidak Ada yang Tahu

554 36 0
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Ed Sheren – Perfect

~~~~~

“Sesuatu yang diinginkan itu harusnya dikejar, bukan ditunggu. Diusahakan bukan sekedar mengharapkan.”

~~~~~

Gemerlap lampu malam menghiasi sekitar, berbagai hidangan hangat telah tersaji dengan rapi di depan beberapa pria muda nan kaya. Seolah menjadi pusat perhatian karena ketampanan dan auara kekuasaan yang mendominasi. Sekumpulan pria dewasa itu mengeluarkan berbagai kartu debit yang mereka miliki, membuat sebuah perjanjian unik yang akan membuat seseorang yang kalah harus menanggung akibatnya.

“Ah nggak seru kalau cuma nongki-nongki doang, nggak ada tantangan asli gabut banget. Lagian tempat apa dah beginian, mending juga club yang ada Kemayoran itu,” keluh kesah pria dengan bibir tipis itu.

“Bosen anjing.” Seorang pria Jawa Tulen menimpali, dengan ciri khas saat dia berbicara yang medok membuat beberapa temannya terkadang tertawa karena aksen yang dia miliki. Pria bernama Bima itu tidak menyukai hal-hal luar biasa yang diketahui di kota besar ini.

Salah satu dari lima pria di sana mengerutkan kening dengan bingung. “Lah bosen kenapa ngab? Di club kan body cewenya aduhai-aduhai, masa lu bosen dih?” tanyanya dengan bingung.

“Bosen gue lihat begituan, apa gue harus ikut pengajian komplek biar nggak bosen yah?” tanya Bima balik.

“Hahahaha…..”

“Hahaha perut gue sakit anjing….”

Bima terlihat bingung menatap para temannya. “Lah gue emang salah omong yah? Kagak kan? Heh Reza lu jangan ketawa terus bangsat, diem lu.”

Reza menutup mulut mendengar perintah Bima, pria itu sampai memegang perut tidak kuasa mendengar ucapan Bima yang ingin ikut pengajian. “Kagak lu nggak salah, gue aja yang emang berlebihan. Yaudah sana dah prepare berangkat ngaji, jangan lupa bawa sarung sama peci ya Mas Bima.”
“Ah lu mah, temen mau tobat bukan di dukung malah di ceng-cengin.” Bima meneguk es teh manisnya dengan cepat, menantang sema temannya yang ada di sana untuk melakukan sebuah tantangan. “Gue mau challenge lu semua dah, sapa yang ngomong kasar setelah gue ngomong kali ini, orang itu yang harus bayar semua pesanan yang ada di sini.”

“Ah elah gampang banget, yang mahalan dikit nggak ada?” tanya Rizal yang berada di samping Bima.

“Uang anda berapa bapak, duit yang kemarin belum di bayar yah.”

Bima berucap dengan nada datar, menatap Rizal yang ada di sampingnya dengan malas. “Makanya lu jangan gampang percaya sama cewe, di porotin terus mau sih,” ucap Bima dengan menoyor kepala Rizal.

“Ah elah uang tiga puluh aja lu bawa-bawa, pelit banget jadi sahabat. Besok gue bayar, sans aja mah kalau sama gue.”

“Iyain aja deh, yaudah jadinya gimana. Adi lu ada saran nggak buat tantangan kali ini?”

Semua mata mengalihkan pandangan ke arah pria yang sedari tadi diam menikmati sebatang rokok yang ada di sela jarinya. Pria itu memiliki kharisma yang luar biasa karena tatapannya, meskipun ketampanannya tidak lebih tampan daripada Bima. Itu pun Bima yang berucap, tidak disetujui semua temannya.

“Bayar aja stok minum kita setahun ke depan.” Pria bernama Adi itu berucap, membuat semua orang yang ada di sana membulatkan mata kaget. Tentu yang di maksud minum di sini ada minuman keras yang memiliki harga mahal, untuk setahun ke depan sepertinya sangat menguras kantong mereka.

“Satu tahun kelamaan cok, mending dua bulan aja habis itu ganti challenge biar nggak monoton.”

“Yaudah ngikut aja, challenge di mulai setelah gue selesai ngomong” ucap Adi sembari membuka tiga kancing kemeja miliknya. Gerak-gerak Adi diliat empat temannya yang sudah ketar-ketar, Devan yang kebetulan berada di samping Adi mulai mendekat dan berbisik.

“Bro lu ngapain sih bro, ini bukan kelab malam anjir, lu mau godain siapa sih?”

Ketiga pria yang mendengar bisikan Devan juga mengangguk, jangan sampai mereka menjadi omongan jelek orang-orang. Terlebih lagi di sini banyak keluarga cemara, sangat tidak sopan jika dada bidang nan lebar itu menjadi zina mata bagi orang-orang di sekitarnya.

“Tau tempat lah brodi, kalau udah nggak kuat buat mantap-mantap mending langsung gas check-in.”

Plakkk

“Sesat anjir,” ujar Rizal setelah memukul lengan Bima cukup keras.

“Hahaha… Cuma saran beb, eh by the way Niko mana sih, buang air kecil aja lamanya kayak lagi milih istri.”

“Susul gih kalau kangen,” saran Devan.

Mereka semua kembali berbincang, bertukar cerita sana sini tentang indahnya kehidupan yang mereka jalani. Atensi semua orang beralih ketika seseorang yang di nanti-nanti telah tiba dengan senyuman sumringah.

“Ya Allah Mas Bima gue tinggal sebentar aja udah makin ganteng, aku padamu Mas.”

Niko datang dengan ceria, duduk di kursi kosong dan mulai berbincang. Mata pria itu menatap gelas kosong di depannya dengan senyum semakin lebar, incarannya telah sesuai dengan target. “Gimana Mas Bima, minumannya enak kan?”

“Enak apaan orang cuma es teh.”

Niko menyatukan alisnya, air yang dia siapkan untuk Bima berwarna bening. Jelas karena itu hanya air putih biasa yang dia campur dengan sesuatu. Siapa orang yang meminumnya jika bukan Bima?

“Gerah banget bangsat!”

Semua orang menolehkan kepala secara bersama, menatap Adi yang sudah menggulung lengan kemejanya hingga lengan atas. Pria itu terlihat gelisah dan gerah dalam satu keadaan. “Gue mau cuci muka dulu, gue yang kalah.”

“Yes miras gratis dua bulan, yuhuuu….” Rizal berucap dengan senang, menatap kepergian Adi yang sepertinya mencari keberadaan kamar mandi.

“Hahaha finnaly bisa party lagi.”

Semua orang bersorak, menikmati hasil tantangan yang mereka adakan karena sudah terpenuhi dan jatuh tepat kepada orang yang memiliki banyak uang. Di saat semua orang bersorak, Niko hanya bisa membuka mulut tidak tahu apa yang akan dia alami setelah kejadian ini. Devan yang melihat keterdiaman Niko mulai mendekat.

“Lu kenapa dah diem-diem bae.”

“Gue campur obat perangsang ke gelas ini, siapa yang minum?” tanya Niko panik.

“Air bening tadi?” tanya Bima memastikan. Niko mengangguk dengan cepat, semoga jawaban yang dia berikan tidak sesuai kenyataan. “Siapa yang minum tadi.”

“Adi,” ucap ketiga pria di sampingnya dengan kompak.

“Mati gue….” Niko menyenderkan punggung lemas, menyemangati dirinya sendiri bahwa Adi tidak akan melakukan hal di luat nalar yang bisa menghilanglkan masa depannya.

“Halah nggak usah dipikir dalem-dalem, si Adi kuat obat begituan.” Bima mengangguk mendengar ucapan Devan, obat kecil tidak ada berpengaruh kepada Adi karena pria itu dapat mengendalikannya.

“Gue kasih dosis tinggi.”

Mendengar kalimat dari Niko membuat semua orang menghela napas secara bersama-sama, Adi adalah orang yang berpengaruh di anatar  mereka semua, pria itu tidak pandang bulu jika menyangkut prank di luar batas seperti ini. Maka dari itu mereka membereskan barang-barang dan bersiap meninggalkan area resto. “Ayo semuanya beres-beres, besok kita pindah ke kosan karena bayar apartemen udah nggak kuat.”
.
.
.

STAY SAFE

25 February 2023

AsmaralayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang