10. Shock

397 40 0
                                    

Selamat Membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Olivia Rodrigo – Traitor

~~~~~

“Gunakan cermin terlebih dahulu untuk melihat siapa dirimu, sebelum menghujat seseorang di sebelahmu.”

~~~~~

Dirinya ini hanya orang baru yang terjun ke dunia bisnis dan bisnisnya pun baru berjalan beberapa tahun belakangan ini. Cobaan apa yang dia terima hingga membuatnya menanggung semua tanggung jawab besar ini? Dia masih terlalu muda untuk menerima semuanya, bayangan tentang hidupnya makhluk yang bisa saja terjadi membuatnya semakin resah.

Tarikan napas panjang terdengar dari bibirnya, beberapa orang yang sedang duduk menikmati senja tidak terlalu memperhatikannya, sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Beberapa anak kecil yang bermain dengan orang tuanya membuatnya terdiam beberapa saat untuk memperhatikan, ada perasaan yang tidak dapat dia jelaskan untuk saat ini. Senyum merekah yang mereka tunjukkan satu sama lain mampu membuatnya ikut tersenyum singkat, ah keluarga cemara.

“Eh astagfirullah maaf mbak, kakak sini minta maaf sama tante.”

Tubuh Widya oleng beberapa langkah karena ada anak kecil yang menyenggol tubuhnya, ibu dari sang anak dengan reflek mengucapkan minta maaf. Senyum Widya mengembang, memaklumi semua tindakan tidak sengaja yang telah anak kecil itu lakukan.

“Kakak sini dulu ih, ya ampun anak itu nakal banget,” gerutu perempuan di sampingnya. “aduh sekali lagi maaf ya mbak, saya sendiri juga bingung kenapa bisa senakal itu,” ucap perempuan itu dengan tidak enak hati.

“Tidak apa Bu, namanya juga anak kecil,” ujar Widya memaklumi.

“Aduh mbak jangan kebiasaan ngomong gitu yah, kalau anaknya salah juga harus di nasehatin biar nggak bandel lagi, soalnya kalau di biarin gitu terus nanti anaknya malah makin menjadi-jadi.”

Widya memikirkan apa yang diucapkan ibu ini memang ada benarnya, ini semua semakin membuatnya bingung apa yang harus dia lakukan. Jika tantangan menjadi seorang ibu harus bersabara sepertinya dia tidak bisa.

“Mbak sendiri kandungannya di jaga yah, makan serat yang banyak biar adek bayinya juga sehat.”
Widya kebingungan, ia mengedarkan pandangan mencari seseorang yang sedang di ajak berbicara oleh perempuan di depannya, namun nihil karena tidak ada perempuan lain di dekatnya selain dirinya sendiri. “Ibu berbicara dengan saya?”

“Loh ya iyalah mbak, mbak lagi hamil kan? Aura ibu hamil nggak bisa disembunyiin mbak, lagian hamil di awal nikah juga nggak papa kok, kalau mau honeymoon lagi nanti anaknya di kasih aja ke orang tua kan bisa.”

Deg.

Perempuan itu kaku, refleks memegang perutnya dengan erat setelah mendengar ucapan ibu-ibu di depannya. Tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan, tidakkah semua ini terlalu kejam untuk dibuat ajang bercanda?

“Mbak sama adek bayi yang sehat-sehat yah, saya mau ngejar anak bandel saya dulu, permisi mbak.”
Entah menghiraukan seruan yang dia dengar atau tidak fokus dengan apa yang dia lakukan sekarang, Widya memandang kosong kepergian ibu-ibu dengan sebuah senyuman kecut. Apakah mungkin terjadi? Benarkah keajaiban kecil itu mendatangi dirinya untuk saat ini? “Baby?”

“Nggak, aku nggak mungkin hamil.”

“A-aku nggak boleh hamil, nggak boleh!”

Omong kosong, dia benar-benar memikirkan ucapan ibu-ibu tadi serius hingga membuatnya datang ke sebuah klinik bersalin yang dia searching di laman internet, tidak hanya satu atau bahkan dua klinik yang dia kunjungi melainkan lima klinik. Membuang uang untuk memastikan ada tidaknya nyawa yang sedang dia bawa, membeli test pack saja sebenarnya cukup namun dia ingin lebih memastikan kenyataan, dan yah semua kenyataan menyatakan apa adanya dengan jujur.

“Ibu tidak sadar jika tengah hamil?”

Widya menggeleng lemah.

“Saya lihat jika Ibu ini wanita karir yah? Tidak apa saya bisa memaklumi ini semua, kandugan Ibu saat ini sudah memasuki trisemester yang kedua, genap empat bulan minggu depan. Tolong jangan melakukan hal-hal berat seperti mengangkat galon dan sebagainya ya Bu, saya akan menuliskan resep untuk Ibu.

“Berapa biaya pengguguran janin di sini Dok?”
Perempuan berpakain jas putih itu tercengan mendengar ucapan perempuan di depannya, goresan pena yang sedang menari di atas kertas putih itu juga terpanti berhenti luar biasa. “Maaf, bisa ulangi perkataan Ibu tadi?”

“Tidak apa-apa Dok, lupakan saja.”

***

“Sampailah kita pada akhir acara rapat hari ini. Semoga apa yang dibahas pada hari ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Tak lupa acara rapat hari ini semoga menjadi sumber semangat bagi anggota yang sudah mendapatkan tugas masing-masing. Terimakasih dan semua orang bisa meninggalkan ruang rapat.”

Seseorang tengah tersenyum bangga terhadap sang putra, dia semakin yakin jika tidak salah orang dalam memilih siapa pemimpin yang pantas untuk perusahaanya. “Papa bangga kepadamu Nak, terus tingkatkan kualitas kerjamu.”

“Iya Papa,” ucap sang anak singkat. Dirinya tengah sibuk denga berkas yang harus dia bawa pulang setelah ini, lebih tepatnya pulang ke ruang kantornya. Lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dan hampir menyamai security.

“Malam ini pulang ke rumah Nak, Mama ingin berbicara dengamu.”

“Mama?” tanyanya bingung.

Sang papa mengangguk. “Papa tidak tahu menahu apa yang ingin dibicarakan Mamamu, pulang saja ke rumah malam ini. Atau sekalian ingin bersama dengan Papa?”

“Yaudah Adi bareng sama Papa aja, Papa tunggu sebentar di bawah bisa?” tanya Adi dengan sopan.
“Bisa, memang ada keperluan apa lagi?”

“Mau acc berkas, sebentar aja kok.”

“Oke silahkan,” ucap sang papa mempersilahkannya untuk keluar.

Adi sendiri bergegas menuju ruangannya, terlihat sosok sang sekretaris yang sduah menunggunya dengan wajah lelah. “Kamu hari ini bisa pulang, saya ada acara di rumah. Saya mau berkas yang sudah saya acc ini segera di kirim kepada investor kita, terimakasih atas dedikasimu Raya.”

“Saya yang harus berterimakasih kepada Bapak, terima kasih telah mempercayakan posisi ini kepada saya lebih dari satu tahun, terimakasih.”

“Anjing punya pak bos satu aja dinginnya ngalahin kulkas di rumah gue, untung lu ganteng pak kalau nggak udah gue lempar sepatu dari dulu-dulu,” umpat Raya dengan kesal.

Adi tidak merespon apa-apa, segera bergegas meninggalkan sang sekretaris yang sepertinya sudah kelelahan. Dia tidak begitu mendengar jelas umpatan yang diucapkan Raya, lagipula sebentar lagi dia juga akan berganti sekretaris, biarkanlah saja dia.

Wejangan dari sang mama yang membuatnya lebih untuk berpikir, hal apa yang ingin dibicarakan sang mama? Dan sejak kapan perempuan sosialita itu mempunyai waktu di rumah hanya untuk sekedar menyapa dirinya?

Langkah lebar kakinya membuatnya dengan cepat memasuki rumah, duduk di depan sang mama yang sudah menunggunya di dalam rumah. “Ada kepentingan apa Ma?”

“Minum dulu.”

Adi menurut, dia meneguk habis satu gelas air putih di depannya dan bersiap menunggu sang mama berbicara.

“Putuskan semua wanita yang dekat denganmu, perempuan yang telah kamu perkosa tengah hamil anakmu saat ini.”
.
.
.

STAY SAFE

jgn lupa follow ignya ayy yah @echanwifeys

6 Mei 2023

AsmaralayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang