15. Keputusan Final

319 22 0
                                    

jgn lupa pencet love yah

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo enjoy

~~~~~

BTS – The Truth Untold

~~~~~

“Bertindak memang lebih sulit daripada berharap, tapi tidak ada harapan yang dilakukan tanpa tindakan.”

~~~~~

“Mau lanjut sekolah di mana El?”

Sosok remaja tampan itu menoleh ke arah suara, mengamati sang nenek yang senantiasa selalu memarahinya bahkan terhadap hal kecil sekalipun. Ada perasaaan tidak suka di dalam dirinya saat mengetahui bahwa neneknya akan selalu berada di samping sang Bunda, jelas sang Bunda akan mengurus neneknya daripada dirinya.

“Elang akan ikut saya dan Adi di Jakarta, bukan begitu El?” tanya Ardiyanti terhadap Elang.

“Iya Mbah, Elang ikut Ayah sama Nenek. Lagipula di sini Bunda sibuk dengan bisnis ekspor daun pisangnya, belum lagi dengan sawah yang perlu di perhatikan.”

Semua orang yang berada di ruang tamu tersebut diam, Ardiyanti yang tercengang tidak mengetahui bahwa cucunya akan setega itu menyindir Widya. Adi yang kaget melihat anaknya lancang berbicara kasar, ibu dari Widya juga terlampau kaget. Semua orang kaget tetapi tidak dengan Widya sendiri yang tersenyum lembut, perempuan itu menyeruput tehnya dengan tenang.

“El….” tegur Adi pelan.

“Jangan tegur anakmu Mas Adi, dia berhak mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada dalam hatinya selagi kita semua ada di sini.”

Elang menatap Widya dengan seksama. “El mengucapkan fakta Bunda, Bunda memang selalu sibuk dengan pembeli daun pisang dari luar negeri.”

“Loh Bunda gak ada bilang perkataan kamu bohong El, Bunda ada bilang? Enggak kan, toh yang El ucapin juga semua benar. Kamu bebas berpendapat El, nggak ada yang ngelarang di sini sok keluarin semua,” ucap Widya panjang lebar.

Anak kecil yang menginjak remaja itu semakin terbawa emosi, tangannya terkepal kuat mengurangi rasa panas yang menjalar ke seluruh badan. “Bunda selama ini memang nggak sayang El, Bunda hanya kasihan kepada El karena El anak haram!” ucap Elang lantang.

Brakk….

Kursi kayu yang dia duduki terpentak jauh karena tendangannya, hal yang selalu dia pendam tidak dapat dia sembunyikan lagi melihat betapa canggungnya sang Bunda dengan sang Ayah. Berita simpang siur yang selalu terdengar di telinganya ternyata benar adanya, dia adalah anak haram. Apa yang bisa dia banggakan jika kedua orang tuanya saja tidak mau menerima dirinya, apalagi masyarakat.

“Elang!” panggil Adi dengan lantang, gerakan kakinya terhenti mendengar titah dari perempuan yang dia cintai secara diam.

“Jangan kejar Elang, biarkan saja anak itu mau berbuat apa.”

Ardiyanti bingung tidak karuan, ini bukan seperti rencana yang ada di kepalanya. Kemana cucunya akan pergi itu? Iya jika hanya mengurung diri di kamar, jika melakukan hal-hal berbahaya lalu bagaimana?

“Jangan mentang-mentang kamu ibunya kamu bisa bersikap semaunya terhadap cucuku Widya, Elang butuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Jangan selalu kamu kurung di penjara tak kasat mata ini, saya peringatkan jangan!”

Setelah mengatakan itu, Ardiyanti bergegas menyusul sang cucu satu-satunya. Di dalam langkahnya, Ardiyanti turun bingung melihat sang calon besan yang hanya berlalu tenang ke arah kamarnya, hei perempuan tua itu tidak khawatir dengan cucunya?

“Maafkan aku Widya, aku turut bersalah mengenai hal ini.”

Widya menggeleng mendengarnya. “Jangan di bahas Mas Adi, ini tidak akan ada habisnya. Mungkin Elang butuh lingkungan baru agar dia tidak tertekan, tolong sayangi Elang dengan sepenuh hati. Anakmu itu alergi kacang, akan aku ambilkan obatnya terlebih dahulu, sebentar yah,” ucap Widya lalu berlalu ke belakang.

Adi tertegun, pria itu menolehkan kepala melihat Elang tengah memasukan barang-barangnya ke dalam mobil. Raut wajah tidak suka masih terpampang jelas, Adi menghembuskan napas mengetahui bahwa Elang hanya salah paham.
“Ini Mas obatnya, Ibu nggak bisa pamitan udah tidur,” ujar Widya dengan menyerahkan tas obat milik Elang.

“Bukan maksudku berpamitan denganmu seperti ini Widya, bukan situasi seperti ini yang aku inginkan. Sebentar aku ajak Elang ke sini, barang kali di-” perkataan Adi menggantung di udara saat Widya menyelanya.

“Tidak perlu Mas, jangan paksa Elang bermain dengan emosinya yang belum stabil.”

“Tapi Elang itu anakmu, dia harus berpamitan denganmu.”

Adi segera menghampiri mobil, menarik tangan sang anak keluar dari mobil dan bersaliman dengan Widya. “El harus sopan sama orang tua, ayah yakin Bunda nggak ngajarin El kasar kayak gini.”

“El nggak mau, Yah.”

Adi tidak menghiraukan ucapan Elang, pria dewasa itu membawa sang anak ke hadapan sang ibu. “Ayo salim sama Bunda.”

Diam.

Elang hanya diam tidak mampu menatap sang bunda, kepalanya menunduk menatap sepatu yang dikenakan Bundanya. Dia malu, dia tidak ingin marah kepada sang Bunda namun rasanya tidak bisa.

Adi yang melihat keterdiaman Elang semakin dibuat geram. “El….”

Widya tersenyum singkat, ia mendekati sang anak dan memberikan pelukan lembut kepada Elang. Mengusap surai hitam itu dengan lembut disertai doa yang hanya dia dan Tuhan yang tahu, Widya merasakan bahwa tubuh anaknya menegang saat dia peluk. Widya memejam mata berharap setelah ini anaknya tidak jauh pergi melupakannya.

“Sekolah yang pinter yah, Bunda minta maaf selama ini Bunda kurang memperhatikan El. Bunda harap El jauh lebih bahagia ketika hidup sama Ayah, El anak Bunda selamanya,” ucap Widya lirih.
Air mata Elang tidak dapat dibendung, remaja itu meremas tanganya dengan kuat. Dia ingin membalas pelukan sang Bunda namun gengsi menahan dirinya. Setelah Bundanya melepas pelukan, ia dengan cepat berlari ke arah mobil menyembunyikan air matanya.

“Nggak kerasa Mas anakmu udah besar aja, tingginya aja loh hampir sama kayak aku.”

Adi menatap Widya dengan perasaan tidak enak, dia tahu benar bagaimana hancurnya hati ibu saat ditinggal anaknya. “Widya….”

“Nggak papa Mas, buruan berangkat sebelum malem.”

Helaan napas panjang keluar dari bibinya, Adi akhirnya tersenyum singkat ke belahan hatinya. “Aku pergi dulu Widya, aku akan selalu berkabar mengenai kabar Elang.”

Widya menganggukkan kepala paham, balas tersenyum singkat kepada Adi.

“Mas Adi.”

Adi membalikkan badan menghadap Widya sekali lagi, pria itu menganggukkan kepala paham mendengar amanat dari Bundanya Elang.

“Senakal apapun Elang di sana, tolong jangan pernah main tangan terhadapnya Mas. Aku menyanyangi Elang melebihi yang dia tahu, aku akan sakit hati jika Mas Adi main tangan terhadap Elang.”

“Aku juga menyayangimu Widya, I still want you.”
.
.
.

STAY SAFE

happy new year semuanya, asmaralaya udh mau end yah. di bulan 3 kemungkinan ada anak bru yg mau netes….
tetap semangat semuanya….

24 January 2024

AsmaralayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang