20. Final Ending

609 26 3
                                    

jgn lupa pencet bintang yah

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Cundamani – Denny Caknan

~~~~~

“Jika matamu adalah cahaya maka hatimu adalah permata, jika senyumanmu adalah ibadah maka mengenalmu adalah anugrah terindah.”

~~~~~

“Bunda baju olahraga aku kok nggak ada di lemari, Bunda taruh mana?”

“Bun lihat dasi ayah yang biru dongker ngga?”

“Nak anakmu laper ini, nenenin dulu Ezra Nak.”

“Nyonya developer yang kemarin ingin pengemasannya lebih bagus.”

“Bu Widya bunga besar itu ditaruh mana yah, mbok bingung mau ditaruh mana.”

Sosok yang namanya dipanggil berkali-kali itu hanya bisa mengusap kening dengan sabar, hal-hal ini mampu membuatnya baby blues. Belum genap satu tahun dia menempati rumah megah namun sudah membuatnya tidak betah. Hal-hal sepele yang seharusnya bisa dilakukan sendiri juga harus membuatnya turun tangan untuk ikut membantu.

“Baju olahraga kamu di atas kasur Kak, lihat dulu sebelum teriak-teriak,” ujar Widya kepada Elang yang berdiri di tangga menatapnya dengan senyuman manis.

“Dasi biru dongker kotor Yah, pakai yang hitam aja di lemari.”

Adi yang berdiri tak jauh di belakang Elang mengangguk paham, berlalu untuk mencari dasi hitam yang dimaksud sang istri.

“Sebentar lagi Widya ke sana Ma, sabar ya.”

Widya berbalik menatap tangan kanannya yang pagi-pagi sudah datang ke rumahnya ini. “Developer minta ganti yaudah kamu iyain aja, kamu serahin ke anaknya produksi bagusnya gimana.”

“Mbok,” panggil Widya pelan.

Perempuan tua itu merasa bersalah, seharusnya dia tidak menambahi beban pikiran sang nyonya muda. “Ya Allah saya tidak bermaksud Bu, maaf.”

Widya hanya bisa tersenyum sembari menyiapkan bekal anak dan suaminya. “Mbok taruh bunga di depan sampingnya pintu utama, Mama udah ACC usulan saya kok. Aman pokok mbok,” tambahnya.

“Ezra nangis iniloh Nak….”

Teriakan sang mama mertua membuatnya mengelus dada dengan pelan, menyuruh perempuan yang sedang dia ajak bicara untuk segera melaksanakan tugasnya.

“Iya Mama sabar, Widya lagi jalan ini juga.”

Tidak ingin membuat sang mama mertua semakin menggerutu kesal, Widya mempercepat jalannya dan mengambil sang anak dari dekapan mama mertuanya. “Mama sama Papa hari ini ada senam kan, udah siap-siap Ma?” tanyanya.

“Udah siap dari tadi, kamu itu lama banget. Lagian kenapa sih pake acara siapin bekal, udah ada mbak yang nyiapin semuanya.”

“Widya masih bisa Ma, mbak biar bantu yang lain.”

“Iya bisa tapi Ezra yang jadi second choice, lihat tuh dia rakus banget karena kelaparan,” ucap Ardiyanti sembari menujuk ke arah bayi mungil yang tengah melahap rakus makanannya.

Widya ikut menundukkan kepala melihat anaknya, seperti dia butuh asupan energi yang cukup untuk dirinya dan juga buah hatinya. “Widya usahain bisa atur semuanya Ma.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AsmaralayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang