5. Siapa Korbannya?

452 41 2
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

One Direction – Right Now

~~~~~

“Jangan biarkan hari kemarin merenggut banyak hal di hari ini”

~~~~~

Di atas dinginnya lantai marmer mahal terdapat seorang pria mengaduh kesakitan dengan sebelah tangan memegangi dada. Tubuh besarnya limbung ke bawah dengan menyedihkan, pria itu berdecak tidak suka melihat respon tubuhnya yang begitu lemah. Sayatan kecil ini tidak ada apa-apanya dengan peluru yang pernah bersarang di lengan kirinya, tubuh ini benar-benar lemah!

“Aku lebih baik membusuk di penjara daripada harus bertemu dengan bajingan sepertinya.”

Sayup-sayup dia mendengar kata itu, kalimat yang diucapkan secara lirih namun menyakitkan. “Jangan pergi, aku mohon.”

Terlambat, ingin berteriak pun rasanya sudah tidak bisa. Kegelapan mulai menyelimuti bola matanya, sebuah kabut gelap yang mengambil semua kesadarannya.

***

Berita menggemparkan menyebar ke seluruh telinga karyawan Sembodo Corp, perusahaan yang bergerak di bidang properti ini telah menjadi andalan bagi para pelanggannya. Mendengar berita jika sang pemimpin mengalami kondisi kritis di rumah sakit merupakan hal yang di luar nalar. Siapa musuh yang telah menyakiti direktur tampan mereka?

Semua pihak keluarga Adi keluarga dari gua masing-masing, keluarga besar yang bersikap seolah tidak seperti keluarga. Terlalu sibuk dengan kesibukan hingga melupakan sang anak yang tengah terkapar di bankar rumah sakit.

“Luka Tuan Adi cukup dalam Nyonya, kami telah melakukan operasi kecil atas persetujuan Tuan Adi sendiri.”

Terlihat dengan jelas alis dari perempuan paruh baya itu meyatu merasa bingung dengan pernyataan pria berbaju putih di depannya. “Anak saya menyetujui operasi yang Dokter lakukan?” tanyanya dengan bingung.

“Benar Nyonya Sembodo, sewaktu Tuan Adi di sini beliau masih sadar dan menginyakan saran yang saya berikan untuk melakukan operasi.”

“Loh bukannya Adi waktu di bawa ke sini kondisinya tidak sadarkan diri ya Dok?”

Dokter di depannya menggeleng. “Tidak Nyonya, Tuan Adi masih sadar dan bahkan masih bisa menelpon seseorang.”

Ardiyanti selaku ibu kandung dari Adipramana itu menghempaskan tangannnya ke udara merasa lelah dengan berita yang dibesar-besarkan oleh orang luar. Ada arisan bergengsi yang harus dia hadiri, ya memang anaknya lebih penting daripada arisan yang akan dia hadiri. Namun jangan dianggap remeh karena arisan ini bukan kaleng-kaleng, sekali kocokannya bisa mencapai angka milyaran, bagaimana jika yang keluar adalah namanya?

Jelas akan hangus.

“Cepat pulang anakmu tengah koma.”

“Adi kritis!”

“Anakmu diserang musuh kita, cepatlah pulang.”

“Aset kita telah tumbang.”

Masih banyak kabar burung yang berdatangan kepadanya, beruntung dia tidak percaya dengan mudah. Ardiyanti yakin anaknya tidak selemah pandangan orang-orang, berenang di lautan piranha saja sudah pernah Adi lakukan, apalagi jika hanya terkena sayatan seperti ini.

AsmaralayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang