"Thar, lo gak kepanasan? Betah banget nonton di sini," keluh Arka yang sedari tadi tidak henti-hentinya menyeka keringat yang terus menetes.
Gathari menoleh, wajah putih Arka kini terlihat seperti udang rebus sehingga dia harus menahan diri untuk tidak tertawa.
"Ini tempat yang tepat buat dapetin gambar yang bagus, Ar." Gathari membentuk segi empat dengan kedua jari tenjuk dan ibu jarinya, "coba lihat, presisi banget 'kan?"
"Emang ini sekolah udah kayak gurun pasir ya, mana pohonnya dibonsai semua," Arka menatap sekeliling dengan jengkel, "gue mau neduh dulu, terserah lo dah mau di sini atau ikut."
Arka langsung balik badan lalu pergi meneduh ke tempat duduk yang ada di koridor.
Gathari melirik jamnya lalu melihat papan skor, "habis ini selesai si, kayaknya aman kalau istirahat sebentar."
Skor Meganthara unggul dua poin sampai babak final selesai sehingga sekolahnya itu bisa keluar sebagai pemenang tahun ini.
Gathari dan Arka yang sudah merasa cukup dengan istirahat mereka, buru-buru pergi ke ruang istirahat para pemain yang sudah disediakan panitia penyelenggara.
"Permisi, tim Meganthara, Wamera izin ngeliput ya!" seru Arka membelah keriuhan di dalam ruang.
"Wih ada Wamera, yok gue udah siap di foto nih!" seru salah satu pemain.
"Iye, sini gue fotoin." Layaknya fotografer handal, Arka mulai memotret para pemain.
Sembari menunggu, Gathari menyiapkan beberapa pertanyaan yang akan diajukan nanti. Sepasang matanya menyisir seluruh ruangan, hingga bertemu dengan sosok bertubuh tegap yang sedang duduk di depan lemari ganti bersama dengan perempuan yang ia kenal, Agni dan Anjani.
"Tentu saja dia ikut ya, kan mereka dekat," gumamnya.
"Hei, jangan ngelamun," ujar Arka yang membuat Gathari sontak menoleh, "udah siap wawancara?"
Gathari mengangguk, "yuk!"
Mereka berdua berjalan mendekati Agni seraya tersenyum ramah, "Agni, boleh wawancara sebentar? Kita dari Wamera," ujar Gathari dengan seulas senyum sambil menunjukkan kartu pers-nya.
Agni tersenyum lalu mengangguk, "boleh."
Anjani yang duduk di sebelah Agni pun beranjak lalu mempersilakan Gathari untuk duduk di samping laki-laki itu. Sedangkan dia berdiri di belakang Arka yang bertugas merekam wawancara.
"Udah siap?" tanya Arka yang dibalas anggukan kepala oleh Gathari.
Sebelum masuk ke wawancara, seperti biasa, reporter akan memberikan pembuka dan menyapa narasumber.
"Gimana nih perasaan kamu setelah memenangkan pertandingan final hari ini?" tanya Gathari seraya menatap sepasang mata milik Agni begitupun sebaliknya. Tentu rasanya jantungnya seperti akan meledak saking berdebarnya.
"Alhamdulillah senang bisa bawa pulang oleh-oleh buat Meganthara, aku rasa ini berkat kerja sama tim yang baik dari teman-teman juga."
Gathari tersenyum, "alhamdulillah ya, oiya kalau boleh tahu, kabarnya ini jadi pertandingan terakhir yang kamu ikuti, apa itu benar?"
Agni mengulum senyum lalu melihat pada Anjani yang begitu antusias mendengarkan wawancaranya, laki-laki itu beralih melihat Gathari seraya mengangguk, "benar sekali."
"Apa alasannya? Karena sejauh yang kami tahu, kamu sangat menyukai olahraga ini."
Jujur saja, Gathari juga penasaran. Awalnya ia pikir itu hanya sekadar rumor ternyata itu sebuah fakta.
Agni tampak berpikir sejenak, "banyak yang aku pertimbangkan sebelum mengambil keputusan ini, jadi aku pikir ini pilihan terbaik, selain itu biar tim futsal ganti generasi juga," jawabnya lalu terkekeh di akhir kalimatnya.
Melihat Agni saat ini, mengingatkan Gathari pada anak laki-laki yang pernah ia temui di taman kanak-kanak dulu.
--
27/02/2023 - 05/03/2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Always Be My Maybe
Teen FictionAgni akan selalu menjadi kemungkinan untuk Gathari. Bukannya tidak mau tahu kebenarannya, tapi sewajarnya manusia akan merasa kecewa jika harapannya tidak menjadi kenyataan. Copyright 2023 by Renata Sayidatul