"Hyuka, makan malam sudah siap!" teriak Soobin menggema keseluruh ruangan rumah berlapis semen.
Suara jangkrik berbunyi nyaring di kegelapan. Tak tampak bintang, yang ada hanya awan hitam. Iringan nyanyian jangkrik mengelilingi sebuah rumah, sebelum sebuah teriakan memecah segalanya.
Tujuan dari teriakan Soobin adalah seorang pria yang kini berbalut selimut di kamarnya, menggunakan piyama kebesaran sembari melamun dengan hati yang gundah.
Serasa tak ada jawaban, Soobin menghampiri lelaki itu, lelaki yang masih terdiam dengan banyak pikiran di kepalanya, Hueningkai.
"Hei, Hyuka." panggil Soobin pelan.
Tangan Soobin memegangi semangkuk sup panas yang dilandasi piring kaca, kemudian ia duduk di kasur bersebelahan dengan Hueningkai. Agar dapat membuka selimut Kai, Soobin mengangkat sup itu dengan sihir merahnya, lalu menyibakkan selimut itu pelan.
"Ayo makan, tidak perlu kusuapi kan?" Tanyanya, sembari mendekatkan mangkuk itu pada Kai yang tampak lesu.
Soobin sedikit iba, sebenarnya, ketika melihat Hueningkai dengan tatapan yang kosong. Soobin juga merasa suasananya berbeda dari keseharian mereka malam itu.
"Binnie," panggil Kai serak, matanya mulai sembab.
"Ya?"
Sang putra Caballus mendorong pelan semangkuk sup hangat yang dibuat untuknya kearah Soobin, menyampaikan secara tidak langsung agar Soobin memegang piring berwarna putih tulang itu. Yang lebih tua menatap heran, lalu menghadap ke arah Kai.
"Suapi aku." Ucap Hueningkai mendudukkan diri.
Jujur Soobin sedikit terkejut mendengar permintaan Kai. Semakin lama mereka tinggal bersama, entah mengapa Soobin merasa Kai semakin ganas. Seperti saat ini, jantung Soobin berdetak sedikit lebih cepat.
Bagaimana tidak, Hueningkai menyenderkan belakang kepalanya ke dada Soobin dengan entengnya. Kepalanya mendusel pelan pada dada bidang Soobin. Matanya terpejam, menunjukkan kelentikan bulu yang tergantung di kelopak matanya dengan apik.
"Manja sekali, tak ingatkah kau, aku seorang pangeran?" tanya Soobin tak santai. Kini pangeran itu pipinya sedikit memerah.
Satu suapan.
"Hm, tentu aku ingat." balas Kai.
Dua suapan.
Hueningkai tak berhenti. Begitu ia selesai menelan makanannya, ia lanjut berbicara,
"Tapi jika disini, tak ada yang tahu kan, kalau Binnie jadi babu."Tiga suapan.
Keduanya terdiam."Berarti... Jika aku melakukan sesuatu padamu, tak akan ada yang tahu bukan?" ujar Soobin dengan nada menggoda.
Sontak Kai membuka matanya dan menatap Soobin dengan horor. Tangannya tak tertahankan untuk memukul mundur wajah mesum Soobin, hingga Soobin mengaduh sambil tertawa.
Deja vu, seperti saat pertemuan pertama mereka.
Suapan demi suapan Soobin berikan pada Hueningkai yang mulai membaik. Tetapi beberapa menit kemudian, wajahnya kembali muram. Soobin menebak, pasti ia teringat kembali pada keluarganya yang saat ini sedang dalam bahaya, sementara ia tak dapat melakukan apa-apa.
"Binnie, aku sungguh tak berguna. Aku telah membahayakan keluargaku, lalu merepotkanmu begini, ak-mmph!" Suapan besar terakhir dari Soobin membungkam mulut Hueningkai.
"Tenanglah, Yeonjun hyung mau membantu kita. Sebagai kembalian, Yeonjun hyung ingin kau hidup tenang disini untuk sementara." jelas Soobin menenangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Healer • Sookai ✓
FantasyDijodohkan dengan pangeran Phoenix, menjadi calon ratu dari Kerajaan Phoxenias, juga disegani banyak orang karena kemurahan hatinya. Dia sangat beruntung bukan? Memiliki kehidupan yang mulus tidak membuat Hueningkai menyombongkan diri. Ia justru sa...