11. Ariena bersama Hidupnya

51 4 0
                                    

Please please, urgent oemji, vote dan komennya guys 🤧🤧🤧

Kalau bolehh, sekalian bantu share story ku ke teman-teman kalian.. 😔😔

Happy Reading

Di balik jendela kamar yang terdapat gorden yang tak tertutup sempurna, dari bawah gadis itu bisa melihat kalau di dalam penghuni rumahnya ada yang sedang beradu mulut. Bukan karena penampakan yang terekam di matanya, melainkan suara-suara rusuh sudah terdengar jelas dari ujung gang yang barusan gadis itu lewati.

Hari sudah malam, gadis yang bernama Ariena juga baru pulang dari sekolahnya.

Atau lebih tepatnya, Arin baru selesai nyari uang untuk dirinya ujian praktek minggu depan.

Kehidupan seorang Ariena memang seperti itu. Selepas sekolah dirinya tak pernah langsung menginjakan kaki di lantai rumah, sebab diri harus hadir untuk selembar kertas yang rasa-rasanya benda bernilai itu susah sekali di genggam barang seribu perak.

Arin menggelengkan kepala, setelah tadi berhenti sebentar di perambangan pagar rumahnya. Niat ingin masuk kedalam jadi hampir urung, sebab suara riuh keributan Ibu dan Adiknya masih mengisi.

Ingin putar badan, meninggalkan rumahnya sekarang, Arin malah terdengar jahat nanti. Serta tubuh yang sudah penat pun, adalah alasan Arin untuk menetap harusnya.

Namun..

"Udah lah! Kamu kalau makan terus besok pagi kita gak punya makanan Dek!"

"Bisa gak dengerin Ibu sekali aja?? Jangan ngeyel!"

"Ah Ibu! Gery lapar, Buu!! Telurnya juga ada dua! Aku goreng satu, besok pagi makan satu aja gak papa ih!"

Pada akhirnya, Arin tetap melangkah masuk membuka perlahan pintu rumahnya. Melewati ruang tengah tanpa salam, dan membiarkan Gery Adiknya juga Ibu memandang Arin heran.

Gak biasanya, Arin masuk tidak berkata sama sekali.

"Terserah kamu aja, lah! Sesek napas Ibu ngasih tau kamu!" Selesainya, Ibu menghampiri Arin yang berada di Dapur. Pandangan Ibu dari sini anak gadisnya itu sedang memperoleh lelah sekali, membuka pintu kulkas di perhatikan saja, Arin seperti tidak memiliki tenaga.

Raut wajahnya lesu. Warna keceriaan yang biasa ada, pun, tak terdapat disana. Rambut panjang yang Arin ikat satu sekarang juga sudah longgar dari pengikatnya.

Ibu melihatnya sungguh sedih. Agaknya Arin mendengar semua ribut-ribut tadi.

"Masalah telur doang, Bu? Sampai kedengaran di ujung gang sana?"

Ibu diam. Bibirnya bergetar namun ia tahan.

"Kenapa harus di jadiin susah, sih? Kalau lapar ya makan, kalau enggak ya letakin aja sisihin buat nanti. Gitu doang, Bu. Enggak ribet. Kenapa harus ribut?" Arin melangkah acuh tak acuh masuk ke dalam kamarnya yang ber depanan tepat dengan dapur. Membiarkan Ibu menatap Arin penuh rasa bersalah. Dan tanpa tau, Ibu tak kuat menahan rasa perih di hati akibat pertengkaran konyol ini.

Arin duduk di pinggir kasur. Ia mulai membuka dasi sekolah dan gespernya, tak menghiraukan Ibu yang menatap Arin sendu.

"Kita udah gak boleh di kasbonin lagi sama Om Agen, Kak. Kamu ngerti dong harusnya."

Untuk Adik kecil, dari Nana: Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang