18. Ruang Ada Arti

50 2 0
                                    

Jangan lupa vote, dan tinggalkan kesan kalian di komentar, ya!!


Happy Reading

Setelah sedikit kecoh bersama Ajie tadi usai, urusan Jefran- pria ganteng yang menunggu lumayan lama akhirnya nyaris sampai pada penyelesaiannya. Dengan sasaran yang sudah duduk di hadapannya, Jefran mengawali menyeruput teh hangat buatan Naja disitu.

"Jadi kapan lo mau urus orang yang bawa kabur bubuk kopi caffe lo, Naj?" Sebagai Isyarat keseriusan, Jefran bicara menatap Naja lumayan lekat seraya meletakkkan cangkir teh nya.

Naja yang mendengar tiba-tiba merasa ada sesuatu yang di hentak dalam benaknya.

Ingatan yang nyatanya sejauh ini Naja buang tanpa sengaja.

"Itu ya Bang?" Katanya sambil berpikir sejenak, lalu melanjutkan perkataannya, "lebih baik kita lupain aja, Bang, hal itu. Saya nggak merasa rugi juga, kejadiannya udah lumayan lama jadi mending kita fokus sama pemasukan dan konsep pembukaan Caffe untuk setiap harinya."

Mendapat jawaban yang cukup di luar dugaan, Jefran mendelik, "Lah kenapa gampang banget ngerelainnya, Naj? Hal kaya gini harusnya perlu urus, kita bungkus rapi supaya enggak ada hal yang sama dan kerugian lebih besar."

Naja menggeleng, namun sebelum menimpali lagi ia menegak jus mangga yang sudah tidak dingin.

"Bang Jefran salah,"

"Justru kalau saya urus terus masalah itu yang ada Caffe saya terbengkalai pembaruan. Caffe saya bakal stuck dengan konsep lama nantinya." Ucapan yang keluar sekarang, sudah jelas di tangkis matang-matang oleh Jefran yang menatap tidak setuju.

Bukannya dengan merelakan si pencuri itu Caffe nya akan jauh lebih anjlok?

Tapi kenapa Naja bersikap seolah hal tersebut bukan serius?

"Lo gimana sih Naj? Perihal pembaruan Caffe mah gampang, orang-orang lo banyak, ada gue, ada karyawan lainnya yang masih punya kepala. Masih bisa mikir gimana konsep kedepannya, buat sekadar masalah orang yang bawa kabur bubuk kopi juga bisa ke handle kali, gausah takut, Naj," hampir saja naik nada nya. Cuma lagi-lagi Jefran urung karena tau, emosi hanya akan membuang energi saja.

"Bang Jefran tau gak? Bahkan saya lupa ada masalah itu." Iya, entengnya pria pemilik senyum memikat terkekeh tipis.

Jauh dibanding atasannya, Jefran keheranan tidak terhingga.

Apaan dah?

"Sok kaya gila ya lu!" Naja terkekeh renyah mendengar seruan Jefran yang ini.

Lalu menggeleng, "bukan sok kaya, tapi saya ikhlas buat hal itu. Saya biarkan orang itu pergi kemana aja, lagian ada Tuhan yang urus. Masalah rugi nya memang iya dalam segi materi, tapi saya pikir materi semacam hal tersebut juga mudah dicari. Uang mah nggak kemana, Bang,"

Dengan sejuta kalimatnya serta bersama massa yang telah ia lewati saat hidup bersama seorang Naja ini, ternyata Jefran melupakan sifat pria itu yang gampang sekali merelai sesuatu.

Tapi gimana ya, secara hukum mau ikhlas atau enggaknya, maksud Jefran ingin membungkus masalah tersebut dengan rapi. Tanpa meninggalkan bekas kriminalitas begitu saja.

"Bukan uang nya Naj, ini tentang orang sampah kaya gitu perlu kita tindak lanjuti supaya nggak ada hal yang sama."

Naja menatap, "dengan kita bawa ke pihak hukum karyawan itu apa sudah menjamin bahwasannya karyawan lain di Caffe jujur semua nya? Maaf bukannya saya menuduh yang enggak-enggak, Bang, ini permisalan karena dengan mengurus masalah itu dengan pihak hukum, semuanya tetap sama aja. Caffe tetap punya kerugian, dan justru pihak keluarga si karyawan bakal merasa sedih."

Untuk Adik kecil, dari Nana: Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang