16. Naja Marah

88 9 0
                                    

Note: jangan lupaa vote teman-teman hebat kuuuuuuuu, n komen cui

Happy Reading

Pada awalnya, Adik kecil ini memang manusia gembel jalanan.

Manusia yang tak punya harga untuk bahagia.

- itu pikiran Ajie sendiri, jika di benarkan secara bakunya.

Kini anak itu pikir rasanya memang ia lebih pantas dan sangat baik tinggal di tepi jalan, atau di kolong jembatan seperti biasa, sebab lihat, di dalam rumah yang sudah ia masuki sejak tadi Ajie merasa bukan tuan nya.

Ya benar juga, karena rumah tersebut adalah milik Naja.

Atau dalam pikirannya yang lain, Ajie sadar dirinya memang tidak pantas memiliki rumah.

Ajie masih saja menahan air matanya.

"Kenapa Bang Nana marah, ya?" Anak itu ber-monolog pelan, ia memandang pintu kamar Naja yang tertutup rapat, membayangi pria itu dalam kepala nya.

Ajie tau Ajie bisa meloloskan tangisan di dalam matanya detik ini juga, apalagi ruang tengah yang sekarang ia tempati tidak terdapat siapapun menemani. Namun ternyata anak itu lebih memilih tegar lagi, untuk suatu kesalahan yang tak ia ketahui sama sekali penyebab nya.

"Bang Nana itu ikhlas gak ya nampung aku di rumah dia?" Matanya masih setia menatap pintu disana.

"Atau jangan-jangan Bang Nana malu aku ceritain semuanya?" Di pertanyaan yang ini ia melebarkan matanya sedikit, lambat-lambat basah di bawah mata Adik Kecil nya Naja surut. Di gantikan perasaan tak menentu yang lebih menyiksa.

Ajie membuang napas kasar.

Bajunya bahkan belum ia bereskan.

Baju sekolah yang ia kenakan belum sama sekali di lepas, selain dasinya.

Sementara orang yang di dalam kamar sudah rapi, wangi dan sangat tampan lagi. Padahal hanya dengan balutan kaos hitam beserta celana hitam disitu.

"Dan selama ini Bang Nana suruh aku nunggu di tempat lain terus pas dia absen, karena Bang Nana malu kali, ya?"

"Perasan aku udah nggak gembel-gembel banget, deh.." suaranya sedih. Ia murung tak tertolong.

Sebentar Ajie menunduk, bukan untuk mengeluarkan air mata, melainkan untuk mengecek penampilan diri saat ini.

Ajie mengganguk pelan pada keyakinan nya, "aku udah nggak gembel."

Tapi sayang, hatinya masih mengatakan kalau Ajie tetap orang jalanan yang kumuh.

Bahkan setelah mengangguk yakin pada diri sendiri saja, Ajie tetap sangat sedih.

Wajah itu banyak sirat arti yang mengarahkan diri Ajie pada ke khawatiran. Ke gelisahan. Dan ke senduan.

Ajie menggeleng, "aku masih gembel." Lalu menunduk, untuk meratapi dirinya yang sedih.

"Aku harusnya malu, di angkat sama orang kaya." Lagi-lagi ucapan itu terdengar pilu.

Dan lebih lemah.

"Aku ini orang miskin bukan apa-apa, tapi berani ikut campur hidup orang kaya."

"Orang kaya beda sama orang miskin." Terus berkata, sampai ia tidak sadar dengan suara pintu kamar yang terbuka.

Itu Naja. Dia diam di ambang pintu kamarnya memandangi Ajie yang sedih.

"Orang kaya lebih penting, orang miskin enggak." Ucapnya, membuat Naja diam-diam menaikkan satu alisnya.

Untuk Adik kecil, dari Nana: Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang