04. Ajie Panggil Nana, ya?

123 10 1
                                    

Happy Reading

Hari terakhir dimana Ajie merasakan berangkat kesekolah sebetulnya ia tidak pernah betul-betul merasakannya. Apalagi rasa saat duduk di jok mobil dan menyangklong ransel sekolah berisikan beberapa alat tulis lengkap, Ajie belum pernah merasakan ini awalnya. Rasa menggendong tas, memakai pakaian seragam rapi, Ajie belum pernah merasakan sensasi bahagia ini. Dulu-dulu selama Ajie hidup, yang Ajie tau Ajie cuma bisa belajar di atas alas kursi panas-- kardus maksudnya, dan 1 buku serta 1 pensil yang ia genggam, lalu belajar dengan ngemper di jalanan. Bersama anak gembel lainnya.

Itupun Ajie tidak ingat kapan terakhir kali.

Ajie membaca setiap baliho-baliho dan spanduk yang mejeng di pinggir jalan. Anak itu dengan pikiran acaknya suka tiba-tiba memikirkan bagaimana jadi manusia lain? Masuk ke dalam diri manusia lain? Dan masih banyak lagi beberapa pikiran konyol mengisi dirinya yang cukup senang hari ini.


Dan pemandangan itu, membuat Naja menoleh. "Kenapa? Senyum gitu?"

Bocah itu merasa terpanggil, menoleh ke arah Naja yang membalikkan atensi nya seperti semula. "Nggak Bang, cuma seneng aja." Naja mengangguk mendengarnya. Lalu mengusap rambut tipis Ajie yang sekarang wangi.

"Abang punya pacar?"

Tidak langsung menjawab. Naja tetap fokus pada kendaran yang ia bawa. Meskipun mendengar pertanyaan Ajie yang terkesan begitu tiba-tiba, Naja lebih memilih memasang I-pod kecilnya di telinga sebelah kanan dia. Mendengarkan musik berputar sesuai jalannya playlist.

Dan bocah itu hanya memandang keseluruhan wajah Naja berangsur sampai detik lamanya. Lalu memutuskan menengok ke sebelah kiri, kembali melihat jalanan panjang. Agaknya ucapan Ajie terlalu lancang untuk dia yang baru hadir dalam hidup seorang Naja.

Atau sepertinya, Naja memang memiliki cara tersendiri untuk menjawab pertanyaan Ajie.

"Apakah pacar adalah pertanyaan yang harus di tanyakan ya, Jie?"

"Maksudnya.. kenapa orang-orang yang ketemu saya selalu aja menanyakan hal yang sama?" Bibirnya mengerucut sedikit, samar sekali. Pergerakan itu gagal di lihat Ajie yang sekarang menoleh memandang Naja yang dalam kenyataannya, betul-betul tidak mengerti apa maksud dari pertanyaan yang kini ia rasa heran, katanya.

Ajie diam. Ajie juga berpikir untuk jawaban itu.

"Mungkin Abang udah waktunya punya pacar?"

Entah bagaimana caranya memberi pembenaran kepada kedua orang ini, yang pasti kedua kepala itu tidak merasa puas atas jawaban masing-masing. Masih sama-sama bingung juga, kenapa Naja harus di beri pertanyaan jenis itu setiap kalinya.

Naja mengidikan bahu.

"Kalau ditanya udah punya pacar belum saya harus jawab gimana, Jie?" Sekarang pernyataan lain yang masih sama jenisnya, melayang sukses membuat Ajie kebingungan.

Maksudnya bukan bingung harus menjawab apa, Ajie bingung lantaran mau jawaban seperti apa memangnya? Kalau gak punya ya tinggal bilang nggak punya, kalau ada, tinggal kasih tahu saja siapa kekasih Naja itu. Masa iya seorang Naja tidak berpikir kesana jawabannya?

Ajie menatap Naja lagi.

"Jawab aja sesuai status Abang." Sekarang gantian Naja menoleh kearah anak kecil yang fokus sekali memandang pemandangan jalan raya diluar.

"Betul sih..."

"Tapi apa salah kalau saya malu?? Kalau jawab nggak punya?"

"HAHAHAHA!!" Ajie tertawa lepas sekarang. Bahkan tas yang sempat ia lepas dan ia letakkan diatas pangkuannya terjatuh dekat kakinya. Ia meraih itu penuh dengan kegopohan akibat perutnya merasa tergelitik oleh ucapan Naja yang benar-benar mengejutkan.

Untuk Adik kecil, dari Nana: Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang