14. Jangan Bengong, Jelek

47 11 0
                                    

Assalammualaikum, vote dan komennya kakak 😁

Happy Reading

Melihat sosok baik yang akhir-akhir ini terus memasang wajah sendu, membuat Ajie juga ikut merasakan itu. Naja orangnya, Abang yang mengangkat dirinya sebagai Adik, dan orang yang menyuruhnya untuk tetap tersenyum.

Ajie tau di tinggalkan orang tua begitu menyakitkan. Karena Ajie pernah mengalaminya.

Dan sekarang, di ruang tengah Ajie cuma bisa menatap Naja dengan diam. Tanpa menegur apa-apa.

Di dalam kamarnya, dengan pintu yang terbuka sedikit, Naja duduk di depan laptop dengan pandangan kosong. Ajie melihat dari sini yang sedang menonton televisi jadi teralihkan fokusnya. Ajie ikut sedih sekali, Ajie juga ikut gundah kala Naja melakukan aktifitas nya tidak semangat.

Perhatian-perhatian yang biasa Naja berikan memang masih tercipta untuknya,

Tapi... rasanya Ajie justru merasa bersalah.

Hadirnya Ajie di rumah selalu menimbulkan bayang merepotkan dalam kepala bocah itu.

"Kasian banget Bang Nana,"

Ajie membuang napasnya sedikit kasar, lalu bangkit menghampiri Naja yang sedang sepi di duduknya.

"Bang,"

Yang tengah tenggelam dalam sendu menengok, melakoni anak kecil yang berdiri di ambang pintu dengan senyum.

Ajie dalam hatinya; senyum palsu lagi, Bang. Ajie dalam kepalanya; teriak minta tolong gapapa, Bang.

"Bang Nana nggak papa?"

Baik Ajie, rasa-rasanya kamu lupa apa yang harus di tanyakan tadi.

Naja bangun dari duduknya, lalu meraih tangan Ajie dan menuntunnya untuk duduk di tepi kasur miliknya. Ajie tersenyum kecil, namun sebetulnya ia ragu pada langkahnya, khawatir hal tersebut mengganggu.

Meski nyatanya disitu barusan Naja belum sama sekali melakukan pekerjaannya.

"Kamu kenapa?" Si pria pemilik senyum indah itu menyunggingkan bibirnya lagi.

"Abang yang harusnya Ajie tanya, Bang Nana baik-baik aja?"

"Bang Nana kalau butuh sesuatu panggil Ajie, Ajie disini mau bantu Abang." Katanya seraya menatap mata berbinar pilu.

Ajie sedikit mendongak, untuk berkontak netra bersama Naja.

Naja terkekeh.

"Ayah ninggalin dunia baru kemarin, masa iya saya sudah baikan?"

Dia tertawa lagi.

Tertawa tipis. Namun seakan begitu sadis.

Tangan Ajie mengepal sedikit. Berusaha menahan emosi sedihnya juga, untuk menjaga Abang dari lemparan luka lagi.

Entah siapa, atau entah cara yang bagaimana, waktu masa-masa ini sedang gencar-gencarnya memberi lara yang seolah tak mau kalah. Maka dari itu dari si salah satu peran utama, Ajie berani melawati keadaan mengerikan ini.

Jujur, Ajie dari dulu nggak pernah sanggup membahas orang yang telah mati.

Iya, Ambu orang pertamanya.

"Bang Nana ketawa mulu ada yang lucu?"

Secara cepat tawa miris itu lenyap. Di gantikan kedua alis Ajie yang bertaut.

Naja memandangnya tanpa pemikiran apa-apa.

Sekarang ia bernapas dalam detik itu seperti hanya bersama hati yang berdetak, dan pikiran yang tetap tinggal namun kosong mlompong.

Untuk Adik kecil, dari Nana: Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang