24. Di antara Kasta

342 47 0
                                    

Tiga kata itu layaknya tombak petir, meledakkan kepala para pendengar. Pasalnya, akan sulit bagi mereka mengungkapkan penolakan sesantai yang Erwin lakukan, terlebih mustahil sekali menolak Putri Bangsawan Ferden yang cantiknya bukan main.

"Apa kau bilang?" Damian mengernyit terganggu.

"Saya menolak, Tuan Ferden," ulang Erwin masih setenang danau, tanpa setitik arus pun yang menggoncangnya.

Damian mengepalkan tangan, gemetar karena marah. Belum pernah ia dipermalukan sekasar ini, harga dirinya tercoreng. "Kau menolak tawaranku?"

"Jangan salah paham Tuan Ferden. Saya akui adik anda sangat cantik."

Kendati pujian sepintas, itu lebih dari cukup untuk memoles wajah bersih Narene dengan rona kemerahan. Dia malu dan tersanjung.

"Laki-laki yang menikahinya pasti sangat beruntung, tapi sepertinya itu bukan saya."

"Jangan berbelit-belit Erwin, ini tidak sepertimu. Apa alasanmu menolak adikku? Apa yang kurang darinya?" Ekspresi Damian kelam.

Dia memendam amarah besar di dasar hati. Kalau bukan karena gelar Bangsawan yang disandangnya, Damian bisa saja mengamuk seketika. Namun, etiket yang diterapkan sejak kecil demi menjadi pewaris, berhasil menahannya untuk tetap waras. Dia seorang Kakak, mana mungkin tidak tersinggung saat adik tersayangnya ditolak oleh lelaki biasa. Sekalipun Erwin berpangkat komandan, dia hanya pemimpin dari pasukan kecil yang sebenarnya bisa dengan mudah digulingkan.

"Saya orang yang bertarung di garis depan dengan resiko kematian tinggi. Akan sia-sia, jika adik anda menikah dengan seseorang seperti saya. Dia layak mendapat pria yang memiliki kesempatan hidup lebih lama."

"Tidak ada yang tahu umur manusia Erwin-san." Narene tiba-tiba menyambar obrolan. "Entah digaris depan atau tidak, mati tetaplah mati. Jika anda menjadikan ini sebagai alasan untuk menolak, saya merasa tersinggung."

Wanita dengan paras permata itu maju satu langkah, berdiri di depan Komandan gagah dengan dagu terangkat. Picingan matanya angkuh, ingin menunjukan posisinya. "Tidak perlu menutupinya, saya tahu ada seseorang yang sudah menarik perhatian anda. Bersikaplah layaknya seorang pria, katakan dengan tegas alasan anda menolak saya." Matanya bergulir kecil pada prajurit wanita yang juga sedang menonton mereka berdua. "Apa karena prajurit yang tidak bisa mati itu?" Tebaknya frontal.

Desas-desus mulai terdengar, bak dengungan lebah. Sebagian melirik-lirik kecil ke tempat di mana Risyta duduk, berbisik pelan untuk membicarakan rumor lama, terutama ciuman di pesta penobatan Ratu.

Sebanyak apa pun mata mencuri pandang, Risyta masih mempertahankan sikap bodo amatnya. Tidak mau terlibat, dia justru kembali fokus pada irisan daging di piring.

Narene tersenyum miring, bisa-bisanya orang yang disinggung tetap acuh tak acuh padahal seluruh pasang mata sedang menatap.

"Ne! Namamu Risyta 'kan? Prajurit yang tidak bisa mati. Apa kau berkencan dengan Komandanmu?" Dia berjalan mendekati meja di mana Regu Levi duduk.

"Nona Ferden!" Erwin memperingatkan, hendak menahannya jika saja Damian tidak menghalangi.

Damian tampak tertarik, dia tidak masalah akan tindakan berani yang diambil adiknya. Itu wajar, sebab sudah sejak lama dia tahu kalau Narene diam-diam mengagumi Komandan dari Survey Corps ini. Mengetahui dirinya memiliki saingan, tentu saja Narene tidak akan tinggal diam. Dengan posisi yang dimilikinya, tak ada yang sebanding atau mampu melawannya.

Narene berdiri di sisi kanan Risyta, tepat di belakang kursi Jean. Pemuda itu sontak merasa tertekan akan atmosfer berat di sekelilingnya.

"Risyta aku bicara padamu."

Keluar Jalur || ERWINXREADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang