52. Para Sekutu

53 7 4
                                    

Erwin terbangun dengan kaget oleh mimpi. Napasnya menderu terengah-engah. Ia menekan dahi menggunakan kepalan tangan. Mimpi itu membawa gelenyar tak nyaman. Kendati terkesan samar, dia yakin sosok wanita di alam bawah sadarnya itu adalah Risyta. Kekasihnya itu mengenakan kemeja putih dan celana hitam, rambutnya tergerai panjang, wajahnya menengadah pada biru langit berawan. Namun, entah bagaimana, suasana hijau dari hamparan padang rumput seakan menciptakan nuansa sendu dari pada hangat. Mungkin karena Erwin sudah tahu nasib prajurit kesayangannya itu.

"Aku pasti butuh waktu teramat lama untuk bisa melupakanmu, Risyta."

Erwin turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi. Apa pun yang terjadi pada dirinya, dia tidak boleh runtuh. Apa lagi ini hari yang paling ditunggu Negaranya.

Setelah dua puluh menit, dia sudah rapi. Kemeja putih berbalut jas hitam, serta celana berwarna senada. Rambutnya disisir seperti biasa, sejumput kain putih terselip di saku jasanya.

Tidak lama dia mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar, disusul suara Hanji.

"Erwin, apa kau sudah siap? Mereka sudah menunggu di lantai bawah."

Pria jangkung itu membuka pintu. "Hn. Ini akan menjadi pertaruhan terakhir."

_______

Kesan formal tercium di mana-mana begitu seluruh petinggi dan orang penting dunia berkumpul dalam satu gedung. Pertemuan para pemegang tanggung jawab atas suatu negara. Akan ada rapat besar, yang melibatkan banyak orang-orang berpengaruh. Rapat ini akhirnya digelar setelah tiga bulan berlalu, pasca perang saudara di Marley.

Orang-orang berdiskusi, terdengar seperti dengung lebah. Ramai, membicarakan materi rapat terkait pulau iblis. Pro dan kontra menjadi perdebatan, bahkan sebelum sidang berlangsung.

Gedung itu berisi ratusan kursi, di posisikan dalam bentuk setengah lingkaran. Para pemakai jas formal mengisi kursi kosong, berjejer mengundak bagai tangga. Tampak seperti sekumpulan semut. Di tengah aula terdapat satu mimbar, tempat untuk pembicara yang akan menghadapi ratusan wajah petinggi dunia.

Mereka terhubung dalam ikatan politik, baik diplomasi perdagangan atau sekutu organisasi persatuan.

"Nona, bagaimana perasaanmu?"

Anneth mengeluh, ini sudah entah keberapa kali Jayden menanyakan kondisinya. "Aku baik-baik saja, Jayden."

Untuk sementara Anneth datang di temani Jayden, sebab Johan harus mengurus beberapa hal sebelum menyusul.

Anneth bertemu banyak kenalan, seperti Kiyomi dari Hizuru. Juga beberapa orang dari Timur Tengah. Berbeda dengan William yang memiliki hubungan agak kurang baik dengan orang-orang Timur Tengah, Anneth justru merangkul mereka seperti keluarga. Teringat perang masa lalu, di mana Anneth pernah dibantu oleh mereka. Perang selalu membawa bencana, tapi tidak sedikit menciptakan keluarga baru pula.

"Anne." Tetiba aksen akrab seorang laki-laki menyapanya.

Mendengar panggilan akrab itu sontak membuat Anneth seketika menoleh pada sumber suara. Hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan nama itu. Bibir Anneth secara naluri mengembangkan senyuman paling tulus yang pernah Jayden lihat.

"Adam." Wanita tiga puluhan itu tampak antusias bertemu kenalan pria Timur Tengah di sini.

Pria dari Arki itu menyatukan kedua tangannya, sebagai salam. Kemudian diteladani oleh Anneth, tidak berjabat tangan.

"Bagaimana keadaanmu, Anne? Lama tidak berjumpa, bukan?"

Pria itu Adam Hamzah, perawakannya khas orang Timur Tengah, tinggi, besar dan gagah, juga berbahu tegap. Dagu Adam berjanggut seperti kebanyakan orang sana, wajahnya bersih. Memiliki aura sopan lagi menyenangkan. Meski bermata tajam, dia sangat bersahabat dan ramah.

Keluar Jalur || ERWINXREADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang