27. Mencintai

404 56 7
                                    

Levi memindai kamar ukuran dua kali tiga meter. Di balik ekspresi datar, ia menyembunyikan ketertarikan. Kalau boleh dikatakan dia sangat menyukai kamar Risyta, semata-mata lantaran kamar ini jauh lebih bersih dan rapi dari pada kamar lain. Dia mengetahuinya sewaktu memulangkan Risyta karena mabuk di pesta penobatan.

"Omong-omong kenapa dia belum kembali?" Levi melirik pintu, pasalnya gadis itu menyuruhnya pergi ke kamar lebih dulu dan bilang mau ke dapur menyeduh teh untuk mereka berdua.

"Heichou, bisa tolong buka pintunya?"

Panjang umur, Levi lekas membukakan pintu. Rupanya Risyta tidak datang sendirian, ada pria blonde tinggi besar di belakang, mengawal kedatangannya.

Gadis itu meringis malu dengan rona merah samar-samar merambat di wajah. Jelas-jelas orang di belakangnya bisa bantu bukakan, tapi malah minta bantuan orang di dalam. Itu karena Erwin sejak tadi diam dan agak muram, jadi Risyta sedikit segan. Belum lagi kejadian hari ini, soal Erwin yang tidak menjawab pertanyaan Damian Ferden, mengenai alasan Erwin menolak perjodohan. Risyta yang awalnya berharap Erwin menolak karena dirinya--secara mereka sudah berciuman empat kali---tapi ternyata karena segan saja. Saat ini kalau bisa Risyta ogah bertemu Erwin dulu, tapi Komandan yang satu ini malah mencarinya dan tak sengaja bertemu di lorong, waktu Risyta berniat kembali dari dapur.

Bagi Risyta ini suasana canggung yang jarang dihadapinya, apa lagi moment-moment ini kerap terjadi saat ia berurusan dengan Erwin. Padahal dulu dia selalu bisa bersikap santai, tapi sejak Erwin begitu berani menariknya dalam permaian mulut, semuanya berubah.

Risyta menyajikan teh racikannya, tepatnya membagikan itu, sebab satu-satunya tempat duduk sudah dikuasai oleh Levi, sedang Risyta meminta Erwin duduk di tempat tidur, lalu dirinya memilih lesehan di lantai. Menikmati teh senyaman yang ia bisa.

"Kenapa kau malah duduk di lantai?" Levi menyilang kaki, melirik malas gadis yang bersila di bawah.

"Apa anda meminta saya duduk dipangkuan anda?" selorohnya yang justru membuat Erwin tersedak dan Levi melotot. "Komandan anda baik-baik saja?"

"Ekhm, ya. Ekhem, ekhem."

"Jaga bicaramu Risyta." Levi memperingatkan.

"Saya hanya bercanda, kenapa reaksi kalian berlebihan sekali." Irisnya bergulir ke arah lain dan meminum tehnya lagi.

Selang beberapa menit hanya diisi keheningan, pada dasarnya tiga orang itu bukan orang-orang yang suka berbicara omong kosong. Mereka seringnya membahas obrolan serius dan kaku, tetapi dikumpulkan dalam suasana santai begini justru jadi aneh.

Tak!

Levi meletakan gelas kosong. "Jadi mau sampai kapan kau diam Risyta?" Dia sudah tidak tahan lagi.

"Eh? Eumm itu ...."

"Omong-omong dari tadi aku penasaran, kenapa kau ada di kamar Risyta, Levi?"

Erwin melirik satu per satu dua orang di depan, agak menaruh sedikit curiga. Laki-laki dan perempuan membuat pertemuan rahasia di kamar, siapa pun akan bertanya-tanya apa yang mereka lakukan di dalam dengan hanya berdua.

"Dia mengundangku, waktu kami berpapasan di jalan."

Kontan saja Erwin menoleh pada pemilik kamar.

Di tempatnya, Risyta bergidik ngeri melihat ekspresi apa yang Erwin buat sekarang.

Padahal sorot kecemburuan terpancar jelas di mata pria itu, hanya saja Risyta tidak dapat mengartikannya, jadi dia hanya merespon dengan ringisan kikuk. Perempuan ini benar-benar seperti bayi baru lahir yang masih perlu beradaptasi dengan beberapa emosi tak wajar atau perasaan-perasaan abstrak yang baru-baru ini dipelajarinya.

Keluar Jalur || ERWINXREADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang