12. Tuduhan

399 64 4
                                    

Risyta Pov

"Risyta, apa kau menyukai Komandan Erwin?"

Pertanyaan di luar perkiraan itu terarah padaku. Sebelumnya tidak secuil pun aku memikirkan perkara perasaan, baik diriku puluhan tahun lalu maupun sekarang. Bukan tidak ingin, justru sebaliknya aku penasaran, seperti apa itu rasanya menyukai seseorang.

Mendapat pertanyaan demikian mau tak mau membuatku berpikir ulang. Bagian mana dari diriku yang menunjukan tanda-tandanya, sampai Nifa memberikan tuduhan semacam ini?

Nihil, aku tidak punya ide sama sekali. Jadi kulempar balik pertanyaan. "Kenapa anda berpikir begitu, Nifa-san?"

"Eh?! Bukannya sudah kelihatan jelas?"

Mengernyit heran, aku tidak menangkap pengertian apa pun.

"Kau sangat memperhatikan Komandan Erwin, bahkan jika itu tugasmu. Selain itu kau juga pernah merawat Komandan saat dirumah sakit, jauh sebelum Komandan meminta bantuanmu. Jadi kupikir kau punya perasaan pribadi, orang-orang juga berpikir sama denganku."

Aku berupaya mencerna sedikit-sedikit ucapannya. Jadi karena aku terlalu memperhatikan Komandan Erwin, mereka berspekulasi bahwa aku menyukainya? Apa begitu cara mereka menyukai seseorang?

"Jadi kalau kita memperhatikan seseorang itu namanya suka?" Aku bertanya serius, tetapi tatapan Nifa sebaliknya menjadi aneh juga keheranan.

"Ah, mungkin aku berlebihan, haha. Kau tidak perlu memikirkannya, aku hanya asal," ralatnya yang kuyakini hanya pengalihan.

Namun, tetap saja aku ingin tahu. Soalnya selama hidupku, tidak sekalipun aku menyukai seseorang, bukan, tepatnya aku kehilangan semua perasaan itu atau malah tidak pernah ada sebelumnya. Aku ingin tahu, aku sangat ingin.

Mungkinkah di kehidupan kali ini, aku bisa merasakannya?

"Saya serius Nifa-san. Apa anda tahu seperti apa ciri-ciri menyukai seseorang?"

Kali ini justru giliran Nifa yang kebingungan, bahkan sampai gugup. "A-aku juga tidak begitu tahu Risyta."

"Lalu bagaimana tadi anda bisa mengatakan kalau saya menyukai Komandan? Pasti ada sesuatu yang anda lihat dari diri saya 'kan? Apa karena saya memperhatikannya? Hanya itu?"

"I-itu salah satunya."

Jadi itu salah satunya, berarti ada ciri-ciri lain? Aku menangkap kedua bahu Nifa, memojokan ke tembok dapur dan menekannya secara otoriter.

"Katakan semuanya Nifa-san," tuntutku memaksa.

Bibirnya meringis akibat benturan, tapi aku tidak merasa bersalah atau peduli. Justru semakin mendesaknya.

"Risyta tenanglah dulu, kalau kau mau tahu aku bisa menjelaskannya pelan-pelan."

Melihat wajah kesakitannya membuatku sedikit menyesal, benar juga aku terlalu bersemangat. Aku melepaskannya dan meminta maaf.

Nifa mendudukkanku agar lebih santai, menyeduh dua teh untuk menemani waktu santai yang jarang di dapat.

"Nifa-san," desakku lagi. Kentara sekali aku tidak sabar.

Perempuan berkucir dua yang membantuku dulu di awal perekrutan terkekeh pelan, entah apa yang lucu, tidak ada lawakan di sini.

"Risyta, kau sungguh tidak tahu ciri-ciri menyukai seseorang?"

Aku menggeleng, jujur ini bertele-tele. Meski demikian aku tidak begitu mempermasalahkan. Biar saja, lagi pula jarang-jarang ada anggota Scouting Legion membahas perasaan romantis 'kan? Dan sepertinya Nifa tampak antusias.

Keluar Jalur || ERWINXREADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang