49. Risyta dan Erwin(2)

135 14 2
                                    

Setelah beberapa jam berlalu, malam semakin larut. Kopi yang Risyta buat pun sudah tandas lama, Erwin menutup map dan meregangkan otot. Dia menoleh ke tempat tidur, di mana Risyta ikut begadang sambil membaca buku.

Dipandangnya paras manis yang kelihatan serius membaca.

Sejenak Erwin tampak melamun memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Risyta.

Sebenarnya dia sudah tahu semua kesepakatan Risyta dan Johan, melalui surat yang Hanji selipkan di antara surat-surat dokumen. Isi surat itu telak memukul hatinya. Mengetahui Risyta menjual jantungnya demi memperoleh sekutu kuat, terlebih lagi semua dilakukan untuk membantunya. Untuk meringankan beban tanggung jawab Erwin.

"Kenapa harus jantungmu, Risyta?"

Erwin merasa tidak berdaya untuk pertama kalinya. Dia memikirkan banyak hal tentang Paradise, mencari solusi. Kemudian memanfaatkan segala sumber daya untuk eksekusi. Akan tetapi sebaliknya, amat buntu untuk wanita yang ia cinta.

Mendadak merasa begitu bodoh. Seakan secerdas atau secanggih apa pun dia berpikir, tanpa bantuan Johan, negara-negara di luar sana tidak mudah di dekati. Sehingga berkat kesepakatan mereka, sebab adanya campur tangan Pria Niberl itu. Semuanya terlihat lancar.

Erwin menghela napas pelan, kemudian mendorong kursi ke belakang, ketika hendak keluar dari balik meja kerja. Dia melepas mantel seragam dan menggantungnya di gantungan baju.

"Tidak tidur?" tegur Erwin sambil menghampiri untuk mengacak-acak rambut perempuan muda yang kelihatan fokus sekali pada kegiatannya.

"Belum ngantuk." Risyta membalik halaman. Tidak terusik sama sekali.

Erwin tersenyum samar, sebelum berbalik sambil melepas satu per satu kancing kemeja, sekalian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setengah jam kemudian sosoknya keluar dengan tampilan lebih segar, ia mengusak rambutnya yang masih sedikit basah menggunakan handuk kecil.

Erwin menggelengkan kepala begitu melihat Risyta terlentang dengan buku terangkat tinggi. Ia mendatanginya, lantas membungkuk tepat di atas wajah Risyta. Menghalangi bacaannya.

Garis bibir Erwin melengkung mendapat ekspresi terganggu kekasihnya. "Kamu tidak bisa membaca dengan posisi normal, hm?"

Rambut pirang agak basah itu menggelitik wajah perempuan di bawahnya, menandakan seberapa dekat jarak mereka.

"Tidak bisa, badanku akan bergerak sendiri mencari posisi nyaman." Risyta menurunkan bukunya ke samping. "Kau pasti tidak pernah membaca buku sampai jungkir balik. Aku selalu melihatmu duduk tegak, bahkan saat membaca buku ringan."

"Itu hanya kebiasaan."

Erwin hendak menarik diri, ketika tangan mungil tiba-tiba meraih tengkuknya. Disusul ciuman tak terduga. Seketika mata biru itu melebar tatkala bibir mereka bertemu.

Reaksi kaget darinya justru membuat Risyta menyeringai. Perempuan itu menggigit gemas dan menghisap bibir bawah Erwin, membuat pria itu menggeram pelan.

Setelah beberapa lumatan, pangutan bibir mereka terlepas. Keduanya terengah-engah pun sama-sama menyeringai.

"Bocah nakal." Suara Erwin terdengar dalam dan serak.

Komandan pirang itu mencium dahi Risyta sebelum menarik diri dan duduk di tepi kasur sambil mengeringkan rambut.

Mendengar suara buku ditutup, Erwin menoleh lagi. Dia mendapati Risyta berguling dan bangun dari rebahannya. Prajurit yang satu itu sangat unik, ada saja tingkah absurdnya yang membuat perut Erwin mau tak mau tergelitik geli.

Keluar Jalur || ERWINXREADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang