Simple Heartbreak ~ 2

108 15 5
                                    

Irena menggenggam kedua tangannya yang gemetar, berdiri di depan pintu bercat putih membuatnya merasa jika tenaganya sedang terkuras habis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irena menggenggam kedua tangannya yang gemetar, berdiri di depan pintu bercat putih membuatnya merasa jika tenaganya sedang terkuras habis.

Gadis itu menarik napas, kemudian menghelakannya dengan perlahan. Tangan kanannya terangkat, mengetuk pelan pintu bercat putih itu. Hingga suara wanita terdengar dari dalam.

"Masuk." Begitulah kata penghuni ruangan itu.

Dengan pelan dan sedikit gemetar. Tangan kanan Irena menggapai knop pintu. Menekannya dan mendorong benda persegi panjang yang jauh lebih tinggi darinya itu ke belakang.

"Siang," sapanya. Kepalanya menyembul, diikuti dengan badannya yang mulai melangkah masuk. Dengan perlahan.

"Siang," sahut sapaan dari dalam. Terdengar cukup ramah dan membuat jantung Irena perlahan tenang.

Gadis itu kembali menutup pintu. Kemudian melangkah mendekat. Pada meja berwarna hitam dengan barang-barang berupa tiga tingkat rak berkas, jam pasir, benda berbentu segitiga jika detiknya digerakan akan bersuara tik-tik-tik, dan satu bingkai foto yang menghadap pada wanita berjas putih yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Silahkan duduk," ujar wanita yang Irena perkiraan umurnya sudah memasuki tiga puluh lima tahun itu. Mungkin juga kurang.

Gadis yang sengaja menguncir kuda rambutnya itu menurut. Duduk di hadapan wanita dengan nama yang tertulis di nameplate. dr. SpKJ Elshinta Darmawan.

"Sebelumnya ada pepatah yang bilang, tidak kenal maka tidak sayang. Boleh kita saling kenalan dulu?" tanya Dokter Elshinta ramah dan menyodorkan tangannya, untuk berjabat tangan dengan Irena.

Masih dengan rasa gemetar. Irena mengangkat tangan kanannya, memajukannya dengan gerak lambat dan menggapai tangan Dokter Elshinta. Membuat wanita yang masih terlihat cantik tanpa keriput itu tersenyum.

"Saya Elshinta Darmawan. Dokter spesialis kedokteran jiwa," kata beliau memperkenalkan diri.

"Irena."

Setelahnya mereka saling melepaskan genggaman tangan. Dan Irena menaruh kembali tangan kanannya pada pangkuannya. Saling bersatu dengan tangan kirinya. Dan kembali terasa dingin.

"Sebelumnya. Boleh saya tahu tujuan Irena datang ke sini?" tanya beliau, dengan tatapan lembut yang memperhatikan Irena.

Gadis yang sedari tadi menunduk itu mendongakkan kepalanya perlahan. Menatap Dokter Elshinta yang masih tersenyum kepadanya.

"Ak ...." Irena mendadak susah mengeluarkan suara. Dia nampak ragu, dan kembali menutup bibirnya. Apakah tujuannya datang ke sini memang pilihan tepat, atau malah nanti mempermalukan dirinya dan juga keluarganya.

Tapi mengunjungi Dokter kejiwaan bukan berarti seseorang memiliki gangguan jiwa kan?

Dokter Elshinta yang melihat tingkah Irena tadi mengerutkan kening, hanya sebentar. Sebelum kembali tersenyum dan memilih membuka berkas di hadapannya.

Simple HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang