Tok ... tok ... tok.
Tangan Irena melayang di udara untuk mengetuk pintu bercat putih tinggi di hadapannya.
Sudah tujuh tahunan sepertinya dia tidak mengunjungi ruangan itu lagi. Dan sudah selama itu juga dia memutuskan untuk percaya jika dirinya bisa menghandle semuanya sendiri.
"Masuk."
Dengan gerak lambat dan perlahan, tangan Irena turun. Meraih knop pintu dan menekannya ke bawah, kemudian mendorong pintu bercat putih itu dengan gerakan perlahan juga lambat.
Ruangan dengan warna dasar putih, serta kursi pijat di sudut ruangan, dan sebuah meja yang berada di pinggi dinding, dekat dengan sebuah lukisan abstrak yang mungkin memiliki arti sendiri.
Tatapannya bertemu dengan wanita yang sudah menginjak usia empat puluh tahunan. Namun belum ada kerutan sama sekali di wajah maupun dikulit lainnya.
Irena berdiri di depan meja wanita berjas putih itu. Tampak terlihat heran dan seakan mengatakan ... kerinduan hanya dari tatapannya saja.
Gadis itu tersenyum tipis, tampak salah tingkah dengan hati yang tidak enak. Sedangkan wanita berjas putih itu kemudian tersenyum, berdiri, dan melangkah mendekati Irena. Memeluk gadis itu yang membuat Irena sendiri mengerutkan kening.
Tidak ada percakapan diantara keduanya. Baik Irena atau wanita itu hanya diam. Kemudian dengan perlahan kedua tangan Irena membalas pelukannya.
Ada ketenangan dan juga rasa nyaman dan aman saat tubuhnya didekap seperti sekarang. Dengan wanita yang pernah mengajarkannya jika mempertahankan hidup itu lebih berarti dari apapun.
Meskipun sampai dengan umurnya yang ke duapuluh dua tahun, Irena belum mengerti di mana letak hidup berarti itu dalam kehidupan miliknya.
Menurutnya hidupnya tidak lebih dari penderitaan dan penyakit mental. Tidak percaya dengan takdir yang katanya akan baik-baik saja, dan akan bertemu dengan titik kebahagiaan pada akhirnya. Irena tidak akan pernah percaya, jika dia sendiri belum pernah merasakannya.
Wanita itu melepaskan pelukannya, kemudian menatap Irena dengan tatapan yang sangat lembut. Yang membuat dalam diri Irena tidak bisa berbohong ... jika dia juga merindukan tatapan itu. Merindukan senyum wanita itu yang selalu menyambutnya atau memberikan setitik harapan yang bahkan Irena sendiri tidak tahu apakah benar ada harapan dalam kehidupannya.
"Apa kabar?"
Irena tersenyum dan mengangguk pelan. "Aku baik," sahutnya hingga membuat wanita itu tersenyum kemudian tangannya mengelus sisi wajah Irena dengan sayang.
Dia tahu, jika Irena dulu memutuskan untuk tidak akan datang lagi ke Mental's We Clinic itu tandanya Irena sudah mulai baik-baik saja. Dan wanita itu juga tahu, jika Irena kembali datang. Berarti ada yang tidak beres dengan gadis di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Heartbreak
General FictionCERITA 7 • • • Pilihan Irena cuma satu. Terus berjuang ... atau rela berkorban. Tapi mau sampai kapan dirinya harus mengorbankan segalanya hanya untuk Selena? Kembarannya. Sampai dia harus terjun dari lantai lima belas gedung Selena, atau sampai dia...