Orang-orang sibuk, menyiapkan ini dan itu demi acara besar yang akan digelar besok.
Acara pernikahan.
Besok adalah hari di mana sahabatnya — Gerhana — akan mengakhiri masa lajang bersama dengan Kakak sepupu Irena — Avin.
Irena sendiri hanya membantu bagian membungkus hantaran pernikahan. Seperti Al-Quran, alat sholat, seprai, set pakaian wanita, uang, dan yang lain-lainnya.
Gadis itu juga sesekali akan membantu Tante Reyna dan Mami di dapur. Membuat tiga tingkat kue pernikahan.
Meskipun lamaran Kak Avin dengan Gerhana dilaksanakan di Surabaya, namun untuk acara pernikahan mereka memutuskan akan dilaksanakan di Bogor. Di tempat Nenek dan Kakek sahabatnya.
Irena yang sudah kenal betul dengan keluarga Gerhana. Bahkan pernah diajak berlibur ke Surabaya. Membuatnya tidak akan canggung ataupun harus mencoba bersosialisasi dengan saudara iparnya.
Apalagi saat mengingat dia dan Gerhana yang sudah kenal sejak masa sekolah menengah atas.
Gadis itu menoleh, saat ponselnya bergetar. Kemudian tangan yang tadinya sibuk membungkus hantaran pernikahan itu bergeser untuk membuka layar ponselnya.
Kedua sudut bibir Irena tertarik tipis, saat membaca chat yang Geno kirimkan padanya.
Ya, seperti yang dia dan Geno sepakati. Jika mereka mencoba menjalin hubungan. Dengan Irena yang perlahan mengobati luka, dan Geno yang selalu berada di sisinya dan juga membantunya. Melupakan masa lalu, dan percaya pada masa depan.
Geno juga menyakinkan dirinya, jika masa depan tidak akan berakhir mengerikan seperti yang Irena selalu pikirkan.
"Aku keluar sebentar," ujarnya pada Selena yang duduk di hadapannya. Kembarannya itu juga membantu membungkus hantara pernikahan bersamanya.
Dan Selena hanya menganggukkan kepalanya, sedangkan Irena sudah bergerak berdiri. Berlari kecil keluar, melewati Papi, Om Daffin, Avin, Ezra, dan beberapa gerombolan Om-om dan sepupu laki-lakinya. Mereka sedang saling mengobrol ringan di ruang tamu dengan ditemani beberapa gelas kopi hitam dan kopi susu.
"Eh mau ke mana buru-buru gitu?"
Irena yang baru saja ingin keluar melewati pintu dua yang terbuka lebar itu menghentikan langkahnya. Kemudian tersenyum.
"Geno dateng, Pi," ujar gadis itu. "Aku ke depan sebentar," sambungnya dan Papi mengangguk.
"Ajak Geno masuk, mampir ke sini," kata Papi dan Irena mengangguk kemudian segera berlari kecil menuju depan pagar yang terbuka, melewati beberapa kendaraan roda empat dan juga roda dua yang terparkir di halaman rumah Tante Reyna dan Om Daffin.
Senyum Irena semakin berkembang saat menatap Geno yang sedang memainkan ponsel dan masih duduk di atas motornya.
"Geno," panggilnya pelan dengan kaki yang melangkah ringan ke arah Geno, dan membuat laki-laki itu mendongak. Tersenyum sambil mengantongi kembali benda pipih di saku celananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Heartbreak
General FictionCERITA 7 • • • Pilihan Irena cuma satu. Terus berjuang ... atau rela berkorban. Tapi mau sampai kapan dirinya harus mengorbankan segalanya hanya untuk Selena? Kembarannya. Sampai dia harus terjun dari lantai lima belas gedung Selena, atau sampai dia...