Sepertinya sehabis dari membersihkam toilet kedua lengan dan bahu Irena akan merasa pegal-pegal.
Hari ini dirinya kembali datang terlambat. Dikarenakan mobil yang dikendarai oleh Pak Samsul — yang merupakan sopir pribadi Irena dan Selena tiba-tiba mogok. Dan sialnya, setelah mereka mengantarkan Selena ke sekolahannya.
Double sialnya lagi ketika Irena sampai di sekolah, ternyata gerbang sudah ditutup. Dan Pak Mahmud — guru olahraga — sedang berdiri di balik gerbang dengan beberapa siswa terlambat lainnya.
Irena mau tidak mau ikutan berbaris diantara beberapa siswa yang datang terlambat. Dan diantara lima siswa yang terlambat datang itu, ada Heka juga Ezra.
Gadis dengan rambut dicepol rapi dengan beberapa helaian rambut yang sengaja ditunjai keluar dari ikatannya itu, dititah membersihkan toilet wanita. Sendiri.
Sedangkan lima siswa lainnya yang juga terlambat ada yang membersihkan toilet laki-laki, toilet guru, lapangan, korido, dan juga gudang.
Meskipun sekolah Irena termaksud ke dalam sekolah bergengsi dan masuk dalam jajaran sekolah terfavorit. Pihak sekolah tidak akan membedakan murid-muridnya. Mau itu donatur tetap sekolah, juara bertahan sekolah, ataupun anak kepala sekolah sekalipun. Jika mereka telat, ya tetap saja harus dihukum
Seperti yang terjadi pada Irena sekarang. Meskipun Maminya merupakan salah satu donatur tetap sekolahan, tetapi jika dirinya telat tetap saja diberi hukuman. Juga seperti beberapa bulan yang lalu saja, sewaktu dia, Heka, serta Ezra dijemur di bawah tiang bendera hingga Irena pingsan karna menahan nyeri haid pertama.
Gadis itu menghela napasnya kasar, menatap toilet siswi yang kini sudah bersih, meskipun tidak kinclong. Kemudian Irena segera menaruh alat pel yang tadi sempat dia gunakan, di bilik paling pojok. Di mana semua alat-alat kebersihan disimpan di sana.
Setelahnya Irena berjalan menuju wastafel, untuk mencuci tangannya karna merasa tidak enak dan sedikit merasa kotor.
Pintu toilet terbuka, kemudian masuklah dua siswi dengan rok yang menurut Irena sangat pendek. Karna panjangnya hanya sampai paha, dan memperlihatkan kulit paha keduanya.
Kedua gadis itu mengobrol, sambil mengeluarkan bedak padat dari kantong dan juga liptint dari kantong siswi yang sebelahnya.
Kening Irena mengerut samar. Bukankah di sekolahan mereka semua siswi tidak diperbolehkan untuk membawa alat make-up dalam bentuk apapun? Tapi kenapa kedua gadis itu dengan beraninya membawa bedak padat dan juga liptint.
"Gue denger. Lo mulai deketin Avin?"
Gerakan tangan Irena yang awalnya ingin menekan pompa sabun terhenti sejenak. Kemudian tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
Nama Avin itu banyak. Bukan hanya Kakak sepupunya saja kan.
"Yup."
Setelah menggesekkan telapak tangan yang terdapat sabun hingga membuat busah-busah muncul, Irena mulai membuka keran air lagi, untuk membilasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Heartbreak
General FictionCERITA 7 • • • Pilihan Irena cuma satu. Terus berjuang ... atau rela berkorban. Tapi mau sampai kapan dirinya harus mengorbankan segalanya hanya untuk Selena? Kembarannya. Sampai dia harus terjun dari lantai lima belas gedung Selena, atau sampai dia...