Sebel bgt, harusnya ini tuh ch 24 tapi gue lupa😭
Vote dulu sebelum baca! (maksa)
◇─◇──◇─◇Tidak mendapat jawaban yang diinginkan, Kian berdeham pelan lalu menjelaskan bagaimana caranya menggunakan mata kebenaran.
Kiel mengangguk pelan tanda mengerti. Tidak sulit rupanya menggunakan berkah Alastair itu.
"Kau tidak ingin mencari elf sebagai pasangan kan?" Kian bertanya ulang untuk memastikan. Jika adiknya benar-benar ingin mencari kekasih dari ras elf, itu artinya Kiel normal karena tertarik pada perempuan. Hanya saja, ras elf dikatakan tidak pernah menjalin hubungan dengan manusia.
"Kekasih apanya? Aku masih remaja disni!" Kiel mendengus kesal. Untuk saat ini, ia tidak berminat menjalin hubungan dengan lawna jenis.
"Lalu untuk apa kau mencari elf?"
"Aku penasaran, lagipula aku belum melihat ras lain didunia ini."
Kian mengangguk mengiyakan. Mengingat kenangan kehidupan Kiel dibumi yang ditinggali manusia, wajar baginya merasa penasaran dengan ras lain.
Berjalan menuju lemari dibelakangnya, Kian meraih salah satu buku kemudian menariknya.
Lemari itu tampak bergetar sesaat kemudian bergeser menampilkan ruangan dengan beberapa rak buku didalamnya.
"Ikuti aku." Kiel mengikuti kakaknya yang masuk kedalam ruangan itu.
Buku-buku dalam rak itu tampak usang namun tetap utuh seolah-olah sudah diawetkan oleh sihir. Kiel tidak berminat menyentuh buku-buku tersebut. Ia tetap mengikuti Kian yang masih berjalan diantara rak buku.
"Leluhur kita sebenarnya pernah menginjakkan kakinya diwilayah elf." Kian meraih salah satu buku kemudian membukanya. Tangannya berhenti bergerak saat tiba dihalaman yang menggambarkan sebuah peta.
"Apa dia menulis letak wilayah elf?" Tanya Kiel dengan alis yang terangkat.
'Ini akan menjadi lebih mudah.'
"Disini memang ditulis, tidak, tepatnya digambar. Tapi itu sudah sangat lama. Bisa saja mereka sudah pindah?" Kian menunjukkan sebuah lingkaran merah yang ada dipeta tersebut.
Lingkaran itu digambar tepat didekat sungai yang menjadi perbatasan antara kekaisaran dan kerajaan Aretha.
"Memangnya kapan leluhur kita menemukan wilayah elf? Lalu mengapa kau menganggap mereka sudah pindah?"
"Sekitar dua ratus tahun yang lalu? Entahlah, itu sudah cukup lama. Aku hanya berpendapat bahwa mereka pindah. Benar atau tidaknya, aku tidak tahu." Kian membalas dengan acuh, ia memberikan buku yang ia pegang pada adiknya.
'Hanya karena tempat tinggalnya diketahui beberapa manusia, elf memutuskan untuk pindah? Sepertinya itu mustahil.'
Yah, lagipula ia sudah mempelajari cara menggunakan berkah Alastair. Kiel pun pergi meninggalkan kakak keduanya.
◇─◇──◇─◇
Jake menatap Kien dengan tatapan berbinar. Kiel memberitahunya bahwa ia mengetahui letak wilayah elf lewat batu komunikasi. Tanpa basa-basi ia segera berteleportasi untuk bertemu Kiel.
Sekali lagi, Jake merasa beruntung karena bekerjasama dengan Kiel.
"Jadi, tuan muda. Dimana tepatnya wilayah elf berada?"
Kiel menatap Jake dengan tatapan tidak berminat. Sebenarnya ia bosan melakukan banyak kerjasama dengan manusia dihadapannya. Hanya saja, sampai sekarang ia belum menemukan orang lain secakap dan segesit Jake.
"Bagaimana dengan permintaanku?"
Jake ingat ia diminta Kiel untuk mengumpulkan orang-orang yang akan bekerja membuat permen.
"Ah itu, aku sudah mengumpulkan mereka. Aku juga sudah mencari tempat yang cocok untuk memproduksi benda bermana permen jahe itu."
Fffft!
Kiel menahan tawa karena Jake mengatakan bahwa permen itu merupaka nama benda. Sepertinya ia lupa memberitahu Jake tentang produk barunya itu.
"Jake, apa kau tau manisan? Permen juga tidak jauh berbeda dengan manisan. Mungkin bentuknya lebih padat?" Jelas Kiel sesingkat mungkin.
"Padat dan manis? Seperti kue kering?" Hanya itu yang ada dibayangan Jake.
Kiel terlihat berpikir, "Yah, itu mirip. Tapi permen hanya dibuat dengan gula sebagai bahan dasar. Ah! Kau bisa mencicipinya sekarang" Kiel mengambil sampel dan kertas berisi resep membuat permen jahe yang akan ia produksi. Ia sudah membuatnya beberapa waktu yang lalu saat berada didalam lab.
"Bagaimana menurutmu?" Tangan Kiel yang memegang permen itu terulur pada Jake.
Jake membuka kertas yang membungkus benda kotak kecil yang diselimuti gula putih. Ia tampak ragu namun wajah Kiel terlihat meyakinkan. Jake mencoba permen itu dengan perlahan.
Manis dan juga hangat dari jahe terasa unik dilidah Jake. Ini pertama kalinya ia merasakan kenikmatan dari bumbu dapur itu.
"Bagaimana?" Ulang Kiel.
Jake tidak menjawab, bibirnya sibuk mengunyah permen itu hingga habis. Ia kemudian memberikan anggukan puas pada Kiel.
"Apa ada lagi? Ini unik. Biasanya aku hanya merasa pedas saat menggigit jahe. Kurasa ini akan laku dipasaran. Aku juga merasa segar setelah memakan permen ini."
Kiel menggelengkan kepalanya. Jake harus membayar jika ia ingin lebih.
"Baiklah, aku akan mulai memproduksi ini. Sekarang, bagaimana dengan wilayah elf?"
"Tidak begitu jauh dari sini. lagipula kita bisa teleportasi."
"Dimana tepatnya?" Jake berharap Kiel memberitahunya dengan jelas.
Kiel mengangkat kedua bahunya acuh. "Aku tidak begitu yakin."
Hhh
Jake sekali lagi menghela napas lelah. Semakin kesini, tingkah Kiel semakin menyebalkan. Sebenarnya, jika bukan karena desakan kliennya, Jake juga tidak ingin mendesak Kiel. Baginya, Kiel merupakan rekan bisnis yang sangat langka dan berharga.
"Aku harus meminta izin pada ayahku. Akan kuberi tahu kapan kita akan pergi nanti."
❙❘❙❙❚❙❘❙❚❙❘❙❙❚❙❘❙❚❙❘❙❚❙❘❙❙❚❙❘❙❚❙❘❙❙❚❙❘❙
KAMU SEDANG MEMBACA
In Another World I Become An Alchemist
RandomSEQUEL I BECAME DUKE SON ◇─◇──◇─◇ Empat tahun setelah Kiel mengasingkan diri, rumor yang mengatakan bahwa putra bungsu Alastair yang juga disebut alkemis termuda merupakan pencipta ramuan penawar mana gelap mulai tersebar. Rumor itu tidak hanya memb...