19

4.4K 700 30
                                    

Up nya 'waktu maghrib' (malah inget film)

Vote dulu sebelum baca! (maksa)
◇─◇──◇─◇

Sam datang terburu dengan surat yang segelnya sudah Kiel ketahui serta sebuah kotak kecil berisi tas ruang. Ia menyerahkan surat itu pada Kiel kemudian pamit mengundurkan diri.

Senyum manis terbit dibibir Kiel setelah membaca isi surat tersebut.

Aku akan memberimu sepuluh emas putih yang setara dengan 100.000 emas biasa sebagai hadiah.

Tawaran gelar Count untukmu masih berlaku hingga kapanpun.

Jangan sungkan untuk menemuiku jika kau menginginkan gelar itu.

'Kaisar itu menginginkanku menjadi seorang Count. Padahal aku bahkan lebih kaya dari ayahku karena harta yang aku temukan beberapa tahun yang lalu.'

Kiel menggelengkan kepalanya pelan. Manusia didunia ini tidak jauh berbeda dengan yang ada dibumi. Mereka sama-sama akan melakukan banyak hal untuk mengikat orang-orang berguna disisi mereka.

Kiel membuka tas ruang yang ada didalam kotak dan memeriksa isinya.

Sepuluh koin emas putih. Koin itu berukuran lebih besar daripada koin emas biasanya. Kiel kini merasa kebingungan bagaimana cara menghabiskan uangnya. Sebenarnya, sepuluh koin emas putih bukan apa-apa bagi Kiel. Hanya saja, setelah melihat koin itu, Kiek terpikirkan bahwa ia jarang membelanjakan uangnya.

Selama ini, ia mendapat uang dari Jake karena menjual berbagai hal. Ia sendiri sebelumnya sudah memiliki uang. Belum lagi Duke juga memberinya uang saku setiap bulan. Kiel juga terkadang meminta uang pada Gerald tanpa ragu. Tapi Kiel hanya menyimpan uang tersebut dan menimbunnya didalam inventory.

"Kurasa sudah saatnya aku menghabiskan uangku. Uang bisa dicari dengan dengan mudah karena aku punya bakat dan relasi dengan orang-orang yang terkenal."

Kiel mengubah warna rambut dan matanya menjadi cokelat terang. Ia berteleportasi menuju pasar. Sebelumnya, ia sudah meninggalkan catatan agar Sam tidak mencarinya.

Tiba ditempat yang sudah ia hapal seluk beluknya selama menjadi alkemis, Kiel mendatangi seorang wanita yang menjual bumbu dapur.

"Anak muda, apa yang kau cari?" Wanita itu tersenyum ramah pada Kiel.

Kiel mengambil sebuah jahe berukuran sekepal tangannya lalu memperhatikannya. "Bibi, mengapa kau menjual bumbu dapur diantara tumbuhan obat lainnya?"

Wanita menghela napasnya lelah. "Hei nak, kuberitahu kau sesuatu. Sebagian besar bumbu dapur juga bisa menjadi obat. Mereka bisa dikatakan sebagai tumbuhan herbal. Hanya saja, kebanyakan orang tidak mengetahui hal ini."

Kiel mengetuk dagunya dengan jari telunjuk. Bibi itu benar. Orang-orang didunia ini menggunakan tumbuhan herbal dan tanaman fantasi lainnya sebagai obat.

'Ah! Sepertinya aku memiliki ide lagi untuk menghasilkan uang.'

'Padahal niatku kemari untuk menghabiskan uang.'

Batin pemuda berambut putih itu terus berdebat hingga suara wanita penjual bumbu dapur menghentikan kegiatannya.

"Nak, apa kau mendengarku? Hah! Selalu seperti ini. Setiap orang yang mendengar penjelasanku selalu memikirkan hal lain saat aku berbicara. Pergilah, aku akan mendapatkan pelanggan lain." Wanita itu tampak mengusir Kiel.

"Bibi, mengapa kau tidak begitu sabar? Apa kesabaranmu setipis tisu? Tunggu sebentar." Balas Kiel dengan sedikit sinis. Wanita ini sepertinya memiliki aura yang dapat membuat orang lain emosi.

"Tisu? Benda apa itu? Kau membandingkan kesabaran dengan benda? Bagaimana bisa!?" Wanita itu melotot kesal pada Kiel namun tidak lama kemudian, ia menuruti perkataannya untuk menunggu.

In Another World I Become An Alchemist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang