PUPUH 9

29 6 0
                                    

Ruangan dibelakang panggung kosong tanpa siapapun, termasuk Regina sedang keluar untuk mencari udara segar dan melihat keadaan sekitar. Ia tengah menikmati keindahan sore yang sangat mempesona dengan cahaya matahari terbenam yang bersinar menembus dedahanan serta bangunan Candi yang paling besar, menciptakan siluet hitam yang sempurna untuk ber swafoto bersama. Untuk sesaat, Regina terlihat begitu tenang namun sesuatu tengah ia pikirkan saat ia menatap langit diatas nya yang begitu indah, ia merasa sesuatu akan berubah setelah dirinya lulus. Namun, pertanyaan nya ialah, apakah ia siap untuk lulus dari Kampus nya itu yang telah menjadi teman hidupnya selama empat tahun?

Regina membuka ponsel nya dan melihat fotonya bersama teman-teman nya di kelas sejak awal mereka bertemu dan kini mereka sudah di penghujung waktu kuliah, dan mereka akan segera berpisah. Empat tahun terasa begitu singkat bagi Regina terlebih setelah ini, ia akan menyusul keluarganya ke Belanda untuk melanjutkan kuliah Pascasarjana nya. Dari semua foto, ia berhenti di fotonya bersama Arga dipesta ulang tahun Arga yang ke dua puluh satu tahun, ia melihat foto itu seraya tersenyum kecil sambil mengusap foto itu.

"Arga... apakah menurut mu, aku bisa? aku takut Arga... aku takut harus melewati ini semua seorang diri... aku takut setelah semua ini kita akan saling melupakan" Ucap Regina dalam hati sambil menatap foto itu dan segera menghela nafas dengan berat, "Kamu tahu? aku pasti bisa... aku yakin kita akan saling bertemu lagi... jangan lupakan aku ya Arga" Lanjutnya.

Tanpa ia sadari, ia tengah tersenyum-senyum sendiri melihat foto itu. Ia kemudian berdiri dan mulai berjalan kembali ke belakang panggung untuk melakukan persiapan akhir sebelum kelompoknya akan tampil. Sebelum ia kembali ke ruangan belakang panggung, ia mampir ke ruang ganti untuk melihat apakah rekan-rekan nya sudah siap untuk tampil, namun terlihat Deta serta Pandu masih bersiap-siap untuk tampil, Alya tengah merias wajah Deta sementara Mira tengah membantu Pandu dalam persiapan nya untuk menjadi Bandung Bondowoso.

"Ayo semua... tolong di percepat yaa, sudah hampir waktunya untuk tampil... aku tunggu di belakang panggung yaa, oh ya? dimana Arga?" Tanya Regina sambil tersenyum melihat teman-teman nya itu.

"Arga tengah berganti pakaian di mobilnya, ia bilang ia akan segera menemui mu, setelah ia selesai" Sahut Raka dan Regina mengangguk kemudian berjalan pergi menuju ruangan belakang panggung.

Diperjalanan menuju ruangan belakang panggung, ia tersenyum-senyum sendiri sambil membayangkan Arga saat sudah berganti pakaian menggunakan batik dengan jubah yang pernah mereka debatkan beberapa waktu hanya karena Arga ingin menggunakan jubah, namun Regina tak menyetujuinya. Regina tertawa kecil dan pipinya kembali berubah merah karena malu membayangkan serta mengingat apa yang terjadi sebelumnya bersama dengan Arga.

"Apapun yang terjadi, intinya Arga adalah rekan terbaik ku" Ucapnya sambil tersenyum dan berjalan seraya mengangkat rok nya dan berjalan menuju ruangan belakang panggung.

"Apapun yang terjadi, intinya Arga adalah rekan terbaik ku" Ucapnya sambil tersenyum dan berjalan seraya mengangkat rok nya dan berjalan menuju ruangan belakang panggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Regina sampai di ruangan belakang panggung, ia sangat terkejut hingga menjatuhkan kertas naskah yang ia temukan didepan pintu. Ia menatap dengan tatapan horror dan penuh rasa ngeri akan suatu hal yang ia tengah lihat saat ini. Ditengah lampu yang berkunang-kunang hampir redup, Regina tahu dengan betul bahwa itu adalah sosok salah satu teman nya yakni, Chelsea. Ia berjalan mendekati tubuh Chelsea yang sudah terbujur kaku seraya menatap sekitar karena Regina cukup trauma melihat seseorang yang terbujur kaku seperti itu.

"Chel... Chelsea ? apakah... kamu baik-baik saja?" Tanya Regina sambil menyentuh tangan Chelsea yang kini sudah dingin seakan ia mati, "Chelsea... Chelsea bangun... kumohon, jangan seperti ini... Chelsea, apa kamu baik-baik saja? tolong... siapapun... tolong!!" Teriak Regina sambil memperhatikan wajah Chelsea yang terlihat sangat pucat.

Namun, Chelsea tak memberikan respon apapun. Ia tetap terbujur kaku tak bergerak sedikitpun hingga Regina yang panik segera berdiri untuk mengambil ponsel nya, namun sesuatu membuatnya tertahan saat hendak mengambil ponsel nya, ia menatap wajah Chelsea yang pucat diikuti oleh perasaan gelisah namun juga takut secara bersamaan. Tiba-tiba saja, selendang kuning yang terikat di pinggang Chelsea, bercahaya perlahan-lahan namun seketika berubah menjadi sangat terang benderang hingga membuat Regina harus menutupi matanya karena cahaya nya yang sangat terang.

"Chelsea! kumohon... astaga... apa ini? CHELSEA!!" Teriak Regina dengan panik sambil mundur beberapa langkah dari tubuh Chelsea yang berada di hadapan nya.

"Jaga cangkemmu... jaga tata kramamu... kowe neng daerahku"
(Jaga mulutmu... jaga sopan santun mu... kamu berada di daerah ku!) Terdengar suara bisikan yang cukup jelas seraya cahaya dari selendang itu bersinar.

"Apaa? Siapa itu? Siapa disana? Siapa kamu?" Ucap Regina sambil memperhatikan sekitar, namun kemanapun ia melihat tak ada siapapun disana, hanya ada dirinya dan juga Chelsea yang sudah terbujur kaku tak sadarkan diri.

"Jaga cangkemmu... jaga tata kramamu... kowe neng daerahku!"
(Jaga mulutmu... jaga sopan santun mu... kamu berada di daerah ku!) Ulang suara itu namun, kali ini suara itu berubah semakin jelas daan semakin besar daripada sebelumnya.

"TIDAK!! SIAPA KAMU? DIMANAKAH KAMU? SIAPA KAMU?! TINGGALKAN AKU!! PERGIII!!!" Teriak Regina dengan histeris sambil berjalan mengambil properti Gada milik Dhafin.

"BILAI WONG SING ORA NJAGA ILAT! KOK WANI NANTANG AKU ?!"
(CELAKALAH ORANG YANG TIDAK MENJAGA LIDAHNYA! BERANI NYA KAMU MENANTANG AKU?!) Bentak suara itu dan kali ini diikuti dengan pecahnya lampu-lampu yang ada di dalam ruangan itu dan segera membuat kegaduhan akibat pecahan bohlam lampu yang tersebar kesana kemari.

"AAAAAAAAAAAA" Teriak Regina sambil berlari keluar ruangan belakang panggung.

Regina tak tahu harus pergi atau lari kemana, ia dengan cepat pergi keluar dan tepat saat ia hampir keluar dari ruangan, ia menabrak Arga yang sudah rapih mengenakan jubah serta batik hitam tangan panjang nya. Regina tak tahu lagi harus apa kecuali memeluk Arga seraya menangis sambil memperhatikan kebelakang. Tak jauh dari tempat Arga dan Regina, Raka berjalan mendekati mereka.

"Regina? kamu kenapa? apa yang terjadi? hey... Regina?" Tanya ku dengan panik sambil melihat airmata dan rasa takut yang sangat menguasai dirinya dibalik matanya itu.

"Aku... aku... aku tak tahu... tapi... tapi..." Jawab Regina dengan panik seraya menatap kebelakang dan melihat ruangan gelap.

"Tenangkan dirimu dulu, katakan padaku... apa yang terjadi? kamu kenapa? Regina? lihat aku... ada aku disini... katakan kepada ku... ada apa" Ucap ku berusaha menenangkan nya yang dimana saat ini regina sambil menangis dan memeluk ku begitu erat, ia bahkan bergetar begitu penuh rasa takut.

"Aku... Chelsea... Aku... dia-" Namun Regina tak menjawab apapun, ia terlalu takut hingga ia hanya mampu menjawab secara terbata-bata.

Aku yang turut panik dan merasa khawatir segera membawa Regina menjauh dari ruangan itu untuk duduk di kursi taman terdekat seraya memberinya minum. Regina masih menangis dan gemetar memegangi tangan ku, wajahnya terlihat pucat seakan ia baru saja melihat hantu, tubuhnya sedingin seseorang yang telah lama berada di dalam ruangan ber-AC. Aku tak dapat berbuat banyak kecuali menenangkan nya yang masih memeluk ku dengan keadaan gemetar.

Sebenarnya, apa yang terjadi kepada Regina? apa yang membuatnya sampai seperti ini? apakah perasaan buruk ku benar-benar menjadi kenyataan? tapi.. apakah itu benar-benar dapat menjadi nyata, tapi apakah itu?

👑PRAMBANAN👑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang