PUPUH 3

91 15 7
                                    

Jauh diangkasa, ditempat yang tersembunyi bahkan tak pernah diyakini ada oleh para umat manusia. Jauh dari sentuhan manusia dan hanya mereka yang terpilih, yang mampu melihat serta merasakan langsung kekuatan dari tempat itu. Tanpa disadari, ia tengah memperhatikan Arga dan yang lainnya sejak awal. Namun, ia tak ambil banyak suara ia memutuskan untuk memperhatikan satu dengan yang lainnya jauh tersembunyi dibalik awan nan pekat dan terselubung.

Ia tengah berdiri di balkon Istananya, memperhatikan jauh kebawah melihat keindahan Candi Prambanan nan elok disinari oleh cahaya ke-emasan sang mentari sore. Rambut hitamnya tergerai cantik tertiup oleh angin senja yang memanjakan paras cantiknya. Selendang nya turut menari-nari tertiup angin dengan elok. Ia menatap kebawah dengan tatapan sedih namun sebenarnya ia tengah memikirkan sesuatu, sesuatu yang jauh lebih penting dan genting untuk ia pikirkan saat ini.

Ia memegangi kepalanya, dan merasakan bahwa tak ada mahkota diatas kepalanya, ia hanya memiliki riasan kepala yang berbentuk setengah lingkaran dan di hiasi oleh bunga melati yang menggantung indah. Sesekali, bunga-bunga itu jatuh dari rambutnya, dan sering pula ia yang melepaskannya. Sesekali, ia menata rambutnya dengan begitu indah namun dihari berikut ia menggulungnya. Ia menyenderkan dirinya ke balkon Istana nya, seraya memperhatikan kebawah, seakan ada sesuatu dibawah yang menarik perhatian nya.

"Ingkang Sinuhun, putri.. putri, sang prabu ingkang minulya nimbali"
(Yang Mulia, tuan Putri... Putri, Raja yang terhormat memanggil) Ucap seorang dayang dibelakangnya, dan membuatnya berbalik badan dan melihat dayang tersebut tengah membungkuk memberi hormat kepadanya.

"Matur nuwun, aku arep mrana"
(Terimakasih, aku akan kesana) Jawabnya sambil tersenyum dan tak lama, dayang itu pergi dari hadapannya dan ia segera berjalan menuju kamar ayahnya.

Sebagai seorang Putri cantik nan jelita, tentunya ia memiliki paras nan mempesona, kulit yang putih seperti sinar rembulan dan rambut yang hitam pekat seperti bulu burung gagak. Ia berjalan dengan tegap dan penuh ketegasan, memberi pesan kepada siapapun yang hendak menantangnya, bahwa wanita bukanlah sosok yang lemah. Kebaya hijau pucatnya panjang terseret dibelakang bersamaan dengan selendang kuning yang selalu ia kenakan kemanapun ia pergi. Selendang itu memiliki kekuatan sihir yang sangat besar dan hebat, hingga mampu membelah satu pohon besar hanya dengan sekali kibas.

Rambutnya tersibak angin saat ia melangkah, menebar keharuman dari bunga melati yang menghiasi rambutnya sebagai pengganti mahkota yang telah lama dicuri oleh pria yang sangat ia benci. Ia menyusuri lorong Istana dan sepanjang lorong, setiap pelayan atau bahkan pengawal membungkuk memberi hormat kepadanya dan ia balas tersenyum kepada mereka. Tatapan nya yang hangat, dengan mudah membuat ia sangat dicintai oleh seluruh masyarakat Kerajaan Boko, termasuk oleh para pengawal yang rela mengorbankan dirinya demi putri yang sangat cantik dan ramah.

 Tatapan nya yang hangat, dengan mudah membuat ia sangat dicintai oleh seluruh masyarakat Kerajaan Boko, termasuk oleh para pengawal yang rela mengorbankan dirinya demi putri yang sangat cantik dan ramah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menemui ayahnya, Ia kembali ke balkon tempat ia berdiri sebelumnya dan kembali mengawasi Candi Prambanan dibawahnya. Ia kembali memegangi riasan kepala nya dan seketika sorot matanya berubah menjadi penuh kemurkaan dan kekesalan. Ia menatap Candi Prambanan dengan wajah penuh kekesalan yang dimana, Candi itu menyimpan banyak kenangan buruk yang mana ini membuatnya merasa dihantui.

Ia masih merasa kesal sekaligus kecewa kepada sosok laki-laki yang kini membuatnya harus memilih dengan dua pilihan yang sangat berat. Namun, ia tetap tak kunjung memberikan jawaban dari pertanyaan yang laki-laki itu tanyakan. Baginya, ia bukanlah seorang Pangeran, melainkan seorang yang sangat bejat dan kurang ajar karena telah membuat Kerajaan Boko diambang kehancuran dan kini dirinya dihadapkan oleh pilihan, antara Kerajaan nya atau Ayahanda nya.

"Ora, aku bakal nglilani kowé nyirnakaké aku, bapakku lan kratonku"
(Tidak akan aku biarkan kamu menghancurkan aku, ayahanda ku dan Kerajaan ku) Katanya dalam hati sambil mengepalkan tangan nya, menahan amarah yang selama ini ia pendam dan tahan. "Sampeyan kudu ngrasakake, apa sing dakrasa!"
(Anda harus merasakan apa yang saya rasakan!) Lanjutnya.

Seraya ia memperhatikan Candi Prambanan dibawahnya, ia memutuskan untuk mengutus dayang terpercayanya, Laksmini untuk turun ke Prambanan dan membawakan pesan darinya.
Ia melepaskan selendang kuningnya dan ia berikan kepada Laksmini bersamaan dengan tiga batang dupa yang sudah dia basahi dengan air mawar.

"Njupuk iki, sijine iki ing jejere pangilon perak"
(Ambil ini, letakkan ini disebelah cermin perak) Ucap nya kepada Laksmini dan Laksmini segera mengambil selendang itu seraya terbang menuju Candi Prambanan.

Sesampainya Laksmini di Candi Prambanan, ia segera meletakan Selendang kuning ajaib itu bersebelahan dengan cermin perak dan ia segera menggantikan dupa yang sebelumnya hanya dupa biasa, menjadi dupa yang sudah di sihir oleh majikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya Laksmini di Candi Prambanan, ia segera meletakan Selendang kuning ajaib itu bersebelahan dengan cermin perak dan ia segera menggantikan dupa yang sebelumnya hanya dupa biasa, menjadi dupa yang sudah di sihir oleh majikannya. Laksmini tersenyum seraya meletakan selendang itu.

"Apa sing kudu kelakon, kelakon"
(Apa yang harus terjadi, maka terjadilah) Katanya seraya meletakan selendang itu dan dengan cepat ia segera melesat kembali menuju Istana.

👑PRAMBANAN👑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang