PUPUH 20

29 2 3
                                    

Putri Roro begitu kesal terhadap Alya dan Mira dengan apa yang mereka ucapkan sebelumnya. Putri Roro yang begitu kesal, kini menjerat leher Alya dan Mira dengan selendangnya. Mereka berdua menjerit terkejut saat menyaksikan kekuatan Putri Roro yang begitu besar dan mengerikan saat ia tengah marah. Aku dan Regina berusaha untuk membantu Alya dan Mira, namun Putri Roro membentak kami dan mengatakan bahwa setiap orang harus memiliki sopan santun dan tatakrama yang baik, agar kelak ia dapat belajar bagaimana rasanya dihormati dan menghormati.

Bagaimanapun usaha ku dan Regina untuk bisa menenangkan Putri Roro, semuanya terasa sia-sia saat kenyataan nya, ia sudah sangat murka. Aku dan Regina menatap dengan tatapan ngeri saat Alya dan Mira semakin tercekik dan perlahan-lahan terangkat. Aku segera menghampiri Putri Roro seraya bersimpuh sementara Regina turut histeris dan menahan rasa takutnya melihat kedua teman nya, tengah di ujung tanduk kematian.

"Putri... kumohon... hentikan, yang mulia... kumohon... hentikan" Ucapku seraya bersimpuh di hadapan nya seraya mengangkat jubah batik ku yang terjuntai panjang dibelakang ku.

Semakin aku berusaha untuk menenangkan nya, terasa semakin sia-sia. Wajah Alya dan Mira perlahan-lahan sudah mulai me-merah karena tak bisa bernafas, tangan nya mulai menggapai udara yang tak bisa mereka gapai dan perlahan-lahan airmata turun dari mereka,penuh rasa sesal dengan apa yang terjadi sebelumnya. Regina berusaha melepaskan ikatan selendang itu, ia bahkan berusaha untuk memotongnya dengan benda yang ia temukan disana, namun semua itu sia-sia.

"Tolong! Tuan Putri... hentikan ini... kumohon! Roro! kumohon!" Teriak Regina dengan histeris berusaha untuk bisa mendapatkan perhatian Putri Roro agar melepaskan mereka.

Tiba-tiba, angin berhembus dengan kencang memasuki bagian dalam Candi besar dan membuat beberapa daun kering turut beterbangan kesana kemari. Rambut hitam pekat Putri Roro menari-nari gemulai mengikuti angin yang mendesir lembut. Kain coklat panjangnya turut beterbangan kesana-kemari mengikuti hembusan angin. Memberikannya kesan sebagai sosok perempuan yang tak bisa dianggap remeh atau dianggap sebelah mata oleh siapapun. Wajah Putri Roro terlihat tegas dan seakan tak memiliki ampun sama sekali dengan apa yang telah dikatakan oleh Mira dan juga Alya. Seakan kemurkaan nya sudah mencapai puncaknya, dan kini semuanya turut merasakan lahar panas emosi yang terdapat dalam amarah Putri Roro.

 Seakan kemurkaan nya sudah mencapai puncaknya, dan kini semuanya turut merasakan lahar panas emosi yang terdapat dalam amarah Putri Roro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disisi lain, di panggung pertunjukkan semuanya sudah siap untuk tampil, namun tanpa Regina dan Arga, mereka tak bisa memulainya. Regina-lah yang harus melakukan pembukaan pentas drama ini bersama dengan Arga selaku penulis naskah. Namun, kemanapun mereka mencari Arga dan Regina, mereka tak menemukan mereka berdua dimanapun berada. Pandu dan Dhafin pergi kesana kemari untuk mencari, namun tak juga ditemukan. Chelsea yang sudah mulai tenang kini masih duduk di belakang panggung seraya meminum air dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Wajahnya pun masih pucat, ia juga ditemani oleh Deta yang terus berusaha menghibur dan menemaninya.

"Pak, kami tak bisa menemukan dimana Arga dan Regina" Kata Pandu dengan suara paniknya seraya mengangkat kain panjang yang menyeret dibelakangnya.

"Pak... Mira dan Alya juga menghilang... mereka tak ada dibelakang panggung" Tambah Dhafin dengan suara yang sama khawatirnya seperti Pandu.

👑PRAMBANAN👑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang