Chapter 0

1.5K 80 0
                                    

Kisah itu berawal dari hari bahagia; pesta kelulusan sesama teman dekat. Pantai pasir putih menjadi tempat mereka mengucapkan sampai jumpa satu sama lain, karena esok hari mereka akan memulai hidup baru di belahan bumi yang berbeda.

Teman masa kecil Rienna akan memulai karir di Australia, sementara sahabat baiknya akan melanjutkan studi di Jepang. Beberapa kawannya yang lain memilih untuk pulang kampung dan mencari pekerjaan di sana. Rasanya sedih harus berpisah setelah 4 tahun lebih menjalin pertemanan, tapi apa daya, waktu menggiring mereka untuk menjajal lembar baru.

Rienna yang beruntung mendapatkan tawaran bekerja di ibukota sedang memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Jauh dari kerumunan orang, ia menunggu di bukit kecil di pinggir pantai. Gadis itu sudah membulatkan tekad untuk mengutarakan perasaanya pada sahabat baiknya sendiri. Niatnya hanya ingin berhenti memendam perasaan sebelum mereka berpisah nanti.

Rienna menghela nafas panjang, menunggu sendirian mulai membuatnya gugup. Bahkan pemandangan indah menghadap laut tak bisa membuatnya tenang. Tak tahu lagi harus melakukan apa, ia mengeluarkan ponsel dan membuka satu game yang beberapa hari ini ia mainkan; Etoile Heart. Game romantis berlatar dunia fantasi.

"Huh...? Aku dapat bad end?" Gumamnya saat layar ponselnya menunjukkan akhir tragis sang female lead.

Jangan-jangan ini pertanda buruk... Rienna tertawa garing, berusaha menghibur diri setelah game yang dimainkannya itu malah membuatnya merasa jauh lebih gugup dari sebelumnya.

"Rienna! Maaf, sudah lama menunggu?" Suara Jun yang tiba-tiba datang dari sampingnya membuatnya kaget. Untung saja ponselnya tidak lepas dari genggaman tangan dan jatuh ke jurang tepat di hadapannya.

Teman masa kecil Rienna--Jun, melambaikan tangan sambil berlari kecil.

"Ada apa memanggilku kesini segala? Yang lain sedang mempersiapkan jagung bakar. Kalau tidak cepat, bisa kehabisan loh." Jun berjalan mendekat sambil tersenyum.

Aah, malaikat... Senyuman Jun memang manis sekali!

Jun yang dielu-elukan sebagai pangeran kampus itu adalah teman masa kecil Rienna. Orang-orang sering bilang kalau lelaki tampan itu sikapnya bagai serigala, tapi Jun berbeda. Dia punya senyum lembut bagai malaikat. Tidak pandang bulu, dia juga selalu ramah pada siapapun. Daripada serigala, dia lebih pantas disandingkan dengan burung merpati, polos dan baik hati.

"Jun ini... Pikiranmu itu isinya selalu tentang makanan... Aku jadi khawatir nanti uangmu akan habis untuk beli makanan semua. Apa bisa bertahan hidup sendirian di luar negri?" Rienna menghela nafas, namun kemudian tertawa kecil. Teman masa kecilnya itu besok akan pergi ke tempat yang jauh, jadi inilah kesempatan terakhirnya untuk berkata jujur sebelum dia pergi.

Berusaha menghiraukan debaran hati, Rienna membulatkan tekad, "Begini Jun sebenarnya... Aku.."

Jun yang Merasakan perubahan suasana, menatap Rienna yang masih kesulitan menguntai kata.

"Aku... suka kamu! Bukan cuma sebagai teman... Tapi sesuatu yang lebih spesial. Kamu sebentar lagi pergi, setidaknya aku ingin kita menjalin hubungan... Sebagai kekasih."

...

Akhirnya aku mengatakannya juga!

...

Keheningan di antara mereka terasa menyesakkan. Rienna menundukkan kepala, rasa malu memaksanya melepas pandang dari wajah Jun. Dalam diam ia menanti jawaban. Debaran jantungnya bagai berlomba dengan suara ombak dari laut luas. Tapi sayangnya...

"...Maaf, Rienna."

"Huh...?"

Jawaban Jun terasa seperti air es yang mengguyur habis rona merah di pipinya. Rienna pelan mengangkat wajahnya, dan disana ia menemukan Jun yang menatapnya dengan tatapan bersalah.

...Eh? Yang benar saja.

"Aku senang kau menyukaiku, Rienna. Tapi aku..." Jun terlihat ragu, berusaha memilah kata agar ia tidak menyakiti perasaan Rienna. "Aku lebih nyaman kalau hubungan kita tetap seperti ini."

...Kukira Jun juga menyukaiku. Apa selama ini aku salah sangka? Bahkan Lena dan Kiran bilang kalau Jun pasti akan menerima perasaanku...

"Kau sahabat baikku, Rienna. Aku menyayangimu, tapi tidak lebih dari itu."

Realitas seakan menamparnya.

Ah... Begitu rupanya? Jadi selama ini dia hanya menganggapku sebagai sahabat... Bodoh sekali aku ini. Seharusnya aku tahu kalau memang selalu bersikap baik pada semua orang... Apa ini yang membuatku salah sangka?

Sekejap Rienna merasa pusing karena rasa malu dan kekecewaan menimpanya disaat bersamaan. Akhirnya ia menganggakan tubuh di pagar pembatas yang sudah berkarat, berusaha untuk tetap berdiri tegap di hadapan Jun.

"Eheheh..." Rienna memaksakan diri untuk tertawa, dan sepertinya Jun juga menyadari senyuman di wajah Rienna tidaklah asli. Senyum pahit tanda patah hati. "Aku cuma ingin berkata jujur saja kok... Jun tidak perlu meminta maaf begitu..."

Ah gawat, ingin menangis rasanya.

Jun terlihat terkejut saat melihat air mata mulai membasahi pipi Rienna. Ia berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangan untuk menyikap tetesan air mata dari wajahnya.

Kejam sekali... Bisa-bisanya masih berbuat seperti ini...

Kebaikan Jun hanya terasa seperti hunusan pedang, menusuk hati Rienna yang telah hancur. Berbagai macam emosi yang bergerumul dalam hati perlahan menyeruak keluar dari luka yang terlanjur terbuka. Rasa frustasi akhirnya menutupi kesedihan yang ia rasakan. Rienna menepis tangan Jun dan--

KRAKK!

Dalam sekejap Rienna mereasa tubuhnya seperti melayang di udara.

Pagar tua yang ia senderi terbelah karena tidak kuat menopang berat tubuhnya.

Wajah panik Jun adalah hal terakhir yang ia lihat sebelum jarak mereka semakin menjauh. Gravitasi menariknnya turun, lalu menghempaskannya ke dalam buih ombak yang mengamuk.

"RIENNA....!!"
*****

Ah, apakah hidupku akan berakhir disini...?

Itulah yang terlintas di kepala Rienna saat cahaya matahari perlahan menghilang semakin tubuhnya menjauh dari permukaan air. Kegelapan seakan menyelubungi tubuhnya, menariknya terus ke dasar laut.

...Padahal kukira hidupku baru saja akan dimulai sekarang. Sungguh, dunia benar-benar tidak adil.

Rasa sesak di dada memberitahunya bahwa waktu yang ia miliki tidaklah panjang, namun tubuh Reinna bahkan tak mampu untuk bergerak, apalagi berenang menuju permukaan.

Tidak... Aku belum mau mati...!

Di tengah kesadarannya yang kian menipis, entah kenapa ia seperti melihat seseorang mengulurkan tangan, berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya.

Seluruh tubuhnya terasa sakit, tapi dengan sekuat tenaga ia berusaha menangkap tangan yang terulur padanya. Tak peduli jika tulang belulangnya akan remuk tergerogoti oleh rasa sakit, Rienna merasa kalau hidupnya akan benar-benar berakhir jika ia tidak menerima uluran tangan itu.

Namun sayang, kegelapanlah yang terlebih dulu mendekapnya.

-End of chapter 0-

Author Note.
Terima kasih sudah membaca! Ingin mulai menulis lagi tapi sepertinya ketikan sudah sangat kaku. (Sad) Beberapa chapter ke depan dipakai buat pemanasan ya!

Over Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang