Chapter 5 : Rencana

596 61 0
                                    

Sudah 3 hari berlalu sejak Rienna menyadari bahwa ia bertransmigrasi ke dunia lain. Pagi itu juga ia menatapi cermin, masih merasa asing dengan sosok di hadapannya itu.

"Bisa-bisanya ya punya muka cantik begini..." Menghela nafas, Rienna menopang dagunya dengan kedua tangan. Sudah beberapa menit dia mengagumi bayangannya sendiri.

Sudah melewati fase syok di hari pertama dan kedua, sekarang gadis itu sedang berusaha untuk menerima kenyataan yang terpampang di depan matanya. Kenyataan bahwa dirinya kini berada di dunia Etoile Heart, game yang ia mainkan sebelum dirinya terjatuh ke laut.

Di permulaan game itu, ia menamai karakter utama dengan namanya sendiri, Rienna. Mungkin karena itu orang-orang di tempat ini juga mengenalnya dengan nama yang sama.

"Duchess Rienna Awkright..." Lagi, ia bergumam pelan. Berusaha untuk terbiasa dengan gelar dan nama barunya, tapi lidahnya terasa kelu dengan kata-kata asing itu.

Mengingat bahwa dirinya merasuki tubuh Rienna di dalam game setelah terjatuh ke laut, mungkinkah dia tidak selamat dari kecelakaan itu dan jiwanya berakhir di tubuh barunya ini? Itu atau jiwa mereka tertukar saat mereka berdua sama-sama berhadapan dengan maut.

Jika benar begitu, ia berharap kalau Rienna Awkright yang asli juga baik-baik saja di tubuh lamanya.

"Jun pasti terkejut..." Bibirnya lalu mengucap maaf pada seseorang yang entah berada di mana. Merasa dadanya menjadi sesak karena emosi dan pilu yang kembali datang, Rienna menyenderkan punggungnya ke senderan kursi meja rias lalu menghela nafas panjang.

Berada di tempat asing itu membuatnya kesepian. Para pelayan jarang berbicara padanya seakan takut mengucapkan hal yang salah. Tiga kali sehari mereka akan memgetuk pintunya untuk membawakan makanan, lalu kembali meninggalkannya sendiri setelah ia menghabiskan makanan.

Rienna yang terbiasa dengan hiruk pikuk dunia modern merasa dirinya sedang bertapa di pedalaman gunung tanpa adanya hiburan dalam genggaman tangannya.

"Aah... Bosan banget, aku bisa gila..." Gumamnya pelan sambil menempelkan kepalanya pada permukaan meja yang dingin. Mau tidak mau dia harus mengakui bahwa ternyata dirinya termasuk orang yang kecanduan bermain ponsel. Baru kali ini dalam hidupnya dia tidak bisa membuka internet dalam lebih dari dua hari penuh dan dia sudah merasa seperti jiwanya perlahan lepas dari tubuh.

Rasa bosan ternyata lebih menyiksa dari patah hati.

Berdiri sambil mengerutkan dahi, ia akhirnya memutuskan untuk membunyikan lonceng yang sengaja ditaruh di sisi tempat tidurnya. Meski kenyataan bahwa dirinya harus berbicara dengan orang-orang dari kastil yang tengah ditempatinya itu membuatnya tidak nyaman, tapi merasa sedikit canggung setidaknya lebih baik daripada mati bosan di dalam kamar megahnya itu.

Tinggal di dunia modern, ia tak biasa berbicara dengan bahasa baku seperti orang-orang disini. Karena itu ia berniat untuk pergi ke perpustakaan dan meminjam beberapa novel untuk belajar cara bicara layaknya bangsawan. Tapi sebelum itu, dia harus memberanikan diri untuk berbicara dengan para pelayan yang melayaninya.

Tidak perlu takut, karena dia sudah berlatih mengucapkan satu kalimat yang akan diucapkannya nanti.

Tidak perlu lama menunggu, seorang pelayan datang lalu membungkuk untuk memberinya salam.

Rienna menatapnya untuk beberapa saat, sebenarnya merasa tidak enak melihat wanita yang lebih tua darinya harus membungkuk dan melayaninya seperti itu. Tapi mengingat status barunya sebagai duchess, ia berusaha untuk mengabaikan rasa bersalah itu.

"Bisa bawakan baju ganti? Aku ingin jalan-jalan keluar." Ujarnya, melontarkan kalimat yang sudah dipersiapkannya, setengah berharap kalau pelayan di hadapannya tidak merasa ada yang janggal dengan cara bicaranya.

Over Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang