Chapter 16: Kebebasan

273 36 5
                                    

Pertengahan hari sudah terlewat, tapi Eldric masih belum menyentuh makan siang yang sejak tadi disiapkan oleh Welch. Roti isi ham saus madu masih bertengger di ujung mejanya yang penuh dengan lembaran kertas penting. Mulai dari surat-surat hingga dokumen keuangan duchy.

Semua itu hanyalah sebagian kecil dari dokumen yang belum diperiksa oleh Eldric. Semuanya menumpuk karena kepergiannya selama setengah tahun.

"Tidak usah hamburkan waktuku dengan semua dokumen pengeluaran ini. Kau bisa buat ringkasan per bulan dan laporkan hasilnya padaku." Perintahnya pada akuntan kepercayaannya. Putra pedagang kaya itu mengangguk-angguk patuh sebelum mengangkut semua dokumen pengeluaran dan kembali ke ruang kerjanya.

Sementara Eldric mengalihkan pandangan ke dokumen lain, seorang pelayan wanita yang sudah sejak tadi berada di tengah ruangan, memberanikan diri untuk melangkah maju. "Anu tuan, saya datang sesuai dengan perintah anda." Suaranya pelan, sedikit gemetar.

"Ah kau, pelayan Rienna?" Sang pelayan mengangguk beberapa kali sambil mengiyakan sebelum Eldric melanjutkan. Pandangannya masih melekat pada dokumen yang tengah diperiksanya, "bagaimana keadaan Rienna?"

Memang ia memerintahkan para pelayan yang melayani istrinya datang melapor padanya beberapa hari sekali. Sudah kesekian kalinya mereka datang dan biasanya mereka hanya secara singkat menyampaikan bahwa istrinya baik-baik saja. Karena itu belakangan ini ia tidak begitu memprioritaskan untuk mendengar laporan mereka. Setidaknya dia bisa mendengarkan sambil melakukan pekerjaan lain.

Lebih cepat pekerjaannya beres, akan lebih cepat ia bisa memberi fokus penuh pada istrinya. Karena itu beberapa hari terakhir ia bekerja siang-malam. Tapi jika dilihat dari banyaknya dokumen yang belum ia periksa dan bisnis-bisnis lain yang belum ia selesaikan--mungkin akan memakan waktu sekitar satu bulan baginya untuk membereskan semuanya.

"Anu, tuan... Pagi ini nyonya bertemu dengan tuan Ruther setelah menyantap sarapan. Beliau bercakap-cakap sebentar, setelah itu nyonya mengunjungi perpustakaan lagi."

"...Mungkin dia memang suka membaca." Gumam sang duke pelan sambil mengingatkan diri untuk membeli koleksi buku-buku baru untuk Rienna. Permintaan pertama dari istrinya beberapa hari yang lalu juga hanya untuk membeli beberapa buku. "Tanyakan padanya buku jenis apa yang dia suka."

"Baik, tuan."

"Kalau hanya itu saja laporanmu, kau boleh kembali bekerja." Ujarnya yang kemudian bangkit dari meja kerjanya, lalu meraih jas yang ia gantung di senderan kursinya. "Welch, siapkan kereta kuda. Ada pertemuan dengan serikat pedagang sore ini."

"A-anu tuan!" Sebelum Eldric selesai mengenakan jasnya, sang pelayan buru-buru menyela, takut tuannya akan segera pergi. "Masih ada satu hal lagi..."

Eldric mengerutkan dahinya, bertanya-tanya kenapa semua pelayannya selalu berbicara dengan bertele-tele seperti itu. Mungkin di hari biasa, ia bisa sedikit bersabar. Tetapi kala pekerjaan menggerogoti seluruh waktunya saat itu, Eldric bahkan tak bisa meredam kekesalan yang jelas terpancar keluar dari parasnya.

Nyali pelayan malang itu kian ciut saat berhadapan dengan tatapan dingin dari sang duke. Suaranya bergetar, tapi ia memaksakan diri untuk melanjutkan laporannya. Lebih cepat selesai, lebih baik. Ia ingin segera pergi dari hadapan sang duke. "Itu... Nyonya... Pagi ini saya lihat matanya sedikit sembab. Sepertinya nyonya menangis semalaman."

"...Apa katamu?"

Entah apa sebabnya, suara Eldric terdengar seperti geraman.

"Ta-tapi, beliau tersenyum seperti biasa saat saya bawakan sarapan. Jadi saya kira beliau tidak apa-apa..."

Bisa-bisanya.

Eldric mengumpat dalam hati. Mungkin memang dia harus mengganti semua pelayan yang melakukan perintah sesederhana melaporkan keadaan istrinya saja tidak becus.

Over Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang