Chapter 14: Sendiri

324 31 3
                                    

Eldric melirik ke arah istrinya yang tengah berjalan mendampinginya. Kedua lengan mungilnya mendekap lengan Eldric dengan erat, seakan tidak ingin berpisah dengannya.

Hal-hal kecil, sesuatu yang bahkan terlihat lumrah dilakukan oleh sepasang suami istri mampu membuat jantungnya berdebar dua kali lebih cepat. Terkadang Eldric merasa bahwa itu bukanlah sesuatu yang normal. Ada saatnya ia ingin memanggil dokter untuk sekedar memeriksa apakah dia memang sakit atau hanya mabuk cinta dengan istrinya sendiri. Mungkin pikiran irasional macam itulah yang menjadi pertanda terbesar bahwa hatinya telah sepenuhnya menjadi milik Rienna.

Bola mata abunya mengamati ekspresi serius di wajah istrinya. Rienna seakan sedang berpikir keras, sementara pandangannya melambung jauh entah kemana.

"Apa yang terjadi sebelum aku datang?" Akhirnya Eldric menyuarakan keingintahuannya.

Rienna langsung menoleh ke arahnya, matanya yang cantik berkilau layaknya langit setelah reda hujan. Sepertinya pertanyaannya itu membuat kaget Rienna karena dia sedikit kesulitan untuk menjawab.

"Erm... Para penjaga dan pelayan sempat ribut karena Ruther memaksa masuk." Jawabnya setelah beberapa saat terdiam, nampaknya tengah merangkai kata.

"Kulihat istriku menyelesaikan semua masalah itu dengan baik." Ujar sang duke sambil tersenyum tipis. Sebenarnya ia sudah tahu tentang apa yang terjadi karena Welch langsung melapor tepat saat ia tiba di kastil. "Tapi sepertinya kau sedang memikirkan tentang hal lain."

"Itu..." Rienna terlihat enggan.

"Apa kau tidak dekat dengan kakakmu? Kau terlihat tidak nyaman saat berbicara dengannya."

Eldric melihat Rienna mengerutkan kening, kemudian menggigit bibirnya, seakan sedang menahan kata untuk menyembur keluar dari bibir manisnya.

"Bu-bukan begitu. Hubungan kami baik, hanya saja aku tidak ingin keluargaku tau kalau aku... mencoba untuk bunuh diri." Jawabnya dengan suara lemah setelah memalingkan wajah.

"Tenang saja, aku tidak mengatakan apa-apa pada mereka." Jelas dalam suratnya Eldric hanya menulis bahwa Rienna sedang sakit tanpa menyertakan detail apapun. Lagipula dia bukan orang bodoh yang dengan gamblangnya menyebarkan hal yang bisa membuat istrinya dicemooh di kalangan para bangsawan. Topik sensitif seperti ini hanya akan menjadi pedang bagi bangsawan-bangsawan culas yang hanya ingin menyeret Rienna ke dalam perang kekuasaan.

Lagipula kejadian itu bukanlah salah Rienna. Eldric paham betul bahwa ia bertanggung jawab penuh akan kejadian itu.

"Yang aku khawatir banyak bicara bukan kamu, tapi para pelayan dan penjaga." Meski begitu, kekhawatiran masih belum lepas dari wajah Rienna. Istrinya itu melanjutkan dengan suara pelan, seakan tidak ingin suaranya didengar siapapun. "Soalnya mereka sepertinya tidak begitu menyukaiku."

Para pelayannya selalu kabur saat ia mengajak mereka mengobrol. Sekali dua kali mereka akan menjawab pertanyaan Rienna dengan singkat, seakan tidak ingin memperpanjang percakapan. Sementara itu para penjaga terlihat tidak begitu menghormatinya dan kejadian di depan pintu gerbang beberapa saat yang lalu kian meneguhkan kecurigaannya. Sayangnya Eldric tidak mengetahui akan hal ini. Rienna pun merasa ini bukanlah masalah yang perlu suaminya ketahui.

Rienna yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang norma sosial di sekitarnya juga menganggap bahwa itu adalah hal lumrah. Dia pun mengerti jika para pelayannya tidak begitu nyaman untuk mengobrol santai dengan dirinya. Tapi tetap saja, ia merasa kesepian. Di kastil yang sibuk itu, hanya dirinya yang berdiam di dalam kamar, menghabiskan waktu tanpa melakukan sesuatu yang berarti.

Sementara, dahi Eldric berkerut saat oa mendengar pernyataan itu dari mulut istrinya. Aura dingin seakan menyembur dari pandangan matanya. Lengan Eldric dalam dekapan Rienna menegang, dan Rienna dapat melihat urat-urat menyembul di atas punggung tangannya saat pria itu mengepalkan tangan dengan kuat.

Over Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang