Rasi Bintang Orion
"Itu muka kenapa, Ra, kusut amat? Setrikaannya rusak?" Gerhana dengan senyum manisnya duduk di atas motor yang ya... aku hanya bisa berdoa agar nanti tidak mogok.
Kami bertemu di gerbang kompleks sekitar 10 menit setelah Satria pergi. Ah, kukira malam ini akan menjadi malam yang seru dan menegangkan seperti di film-film, tapi nyatanya tidak.
"Lo marah ya sama gue? Sorry banget, Ra. Tadi keran di kosan rusak tiba-tiba. Jadinya mau enggak mau harus nungguin keran dibenerin deh."
Oh, itu alasannya. Okay, aku terima. Itu lebih baik daripada tidak mandi seperti perkataannya tadi sore. Ya jelas aku memarahinya sewaktu dia bilang kalau dia akan langsung menemaniku, tanpa mandi dan berganti baju. Ih, memangnya aku cewek apaan? Mama bisa marah besar kalau tahu anaknya menerima perlakuan yang tidak pantas seperti ini.
Jangan salah. Meminta izin dengan Mama tadi harus dipenuhi dengan drama dulu. Ketika aku keluar kamar, Mama langsung menembakku dengan kalimat, "Mau ke mana? Enggak! Enggak boleh keluar! Udah malam!"
"Ya elah, Ma. Rasi kan belum minta izin, masa udah ditolak duluan." Mukaku cemberut.
"Kamu enggak boleh keluyuran malam-malam Rasi!"
"Ini enggak keluyuran, Ma. Rasi mau jalanin misi buat ngikutin Bang Sat."
"Satria udah besar. Enggak usah diikutin segala!"
Lagi-lagi aku geram dengan sikap Mama yang satu ini. "Ma, please, jangan begitu sama Abang! Rasi sedih tahu tiap ngelihat Mama banding-bandingin kami." Mataku mulai berkaca-kaca. Mama bergeming mendengar pernyataanku. "Emangnya Mama enggak khawatir kalo terjadi sesuatu dengan Abang?" Aku pun mulai terisak. "Abang itu sakit, Ma. Rasi enggak mau Abang kenapa-napa."
Tiba-tiba sebuah pelukan hangat menyelimuti tubuhku. "Maafin Mama, Rasi."
Aku enggak salah dengar, kan?
"Udah, ya. Jangan nangis lagi." Mama merangkum wajahku sambil tersenyum. Dia juga menghapus air mata yang berhasil lolos dari mataku dengan kedua ibu jarinya.
Entah aku harus senang atau tidak. Di pikiranku saat ini adalah Satria dan... Gerhana.
"Sama siapa kamu perginya? Pak Dirman?"
Aku menggeleng. "Enggak. Pak Dirman nganterin Abang. Aku sama Gerhana, Ma."
"Gerhana? Anak yatim itu?" Nada bicaranya berubah menyebalkan kembali.
"Ma, udahlah. Rasi capek lihat sikap Mama yang kayak gini."
Gerhana menjetikkan jemarinya di depan wajahku. "Udah.... Jangan ngelihatin gue kayak gitu. Serem tahu! Mana lo baju hitam-hitam gitu lagi."
Kuhela napas. "Ya kan gue pengen coba jadi spy beneran, Ger." Itu benar. Aku memakai hoodie hitam, jins hitam, kacamata hitam, lengkap dengan earphone yang terpasang di telingaku. Rambut kuikat tinggi dan kututupi dengan hoodie.
Gerhana terkekeh, lalu dia menyodorkan helm pink ngejreng kepadaku. "Jadi jalan enggak? Keburu abang lo ilang, nih. Susah entar nyarinya."
"Enggak bakal ilang. Gue udah masang aplikasi di hape Bang Sat, terus gue konekin ke hape gue," jawabku sambil menunjukkan ponselku.
"Niat banget sih lo, Ra."
"Iyalah. Kan gue pengen ngalamin kayak gini seenggaknya sekali seumur hidup gue. Daripada di rumah mulu. Sumpek!"
Gerhana mengangguk-angguk tidak jelas. "Ya udah. Buruan naik! Gue laper, nih."
"Ini helm siapa?"
"Gue beli khusus lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMBIOSIS MUTUALOVE [tamat]
Teen FictionRasi Bintang Orion merasa putus asa dengan nilai-nilai akademiknya yang pas-pasan. Gerhana Devaputra murid miskin dan pintar di tengah lautan anak-anak dari keluarga berkelebihan harta. Mereka pun sepakat saling membantu. Simbiosis mutualisme yang p...