Gerhana Devaputra
Hari ini, tiga kali lebih melelahkan dari hari-hari yang biasanya. Rasanya tubuhku sedang rontok satu persatu. Aku membayangkan pulang dari sini langsung terjun ke atas kasur dan tidur sampai pagi.
Sayangnya rencana itu harus disela dengan acara mengangkat bangku untuk dirapikan kembali usai menutup kafe. Yup, Entrepreneur Day akhirnya selesai. Satu hari aja capeknya luar biasa.
Aku mengucek mata beberapa kali, rasanya perih sekali. Mungkin sebaiknya aku ngopi dulu. Maka aku menghentikan aktivitas dan berjalan menuju mesin kopi, sayangnya karena sudah dirapikan dan dibersihkan, enggak bisa digunakan lagi.
"Than, gue keluar dulu ya, ngantuk!" seruku. Dan tanpa menunggu jawaban dari Ethan, aku segera keluar kelas.
Kakiku melangkah ke arah vending machine yang ada di dekat kantin. Aku mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi yang tersambung dengan mesin ini. Aku hanya perlu memindai kodenya dan semuanya langsung terbayar, enggak lama barang yang aku inginkan keluar.
"Gerhana!" tiba-tiba Sandra memanggilku.
Tubuhku langsung kaku, apalagi saat ini aku sedang menunduk sambil merogoh lubang untuk mengambil kaleng minuman yang sudah aku beli.
"Kebetulan lo ada di sini," ucapnya lagi.
"Eh, iya, San, kenapa?" ucapku begitu aku menegakkan tubuhku kembali dengan kopi kalengan di tangan kananku. Tentu saja aku canggung bertemu dengannya saat ini, setelah apa yang dia katakan padaku beberapa jam yang lalu. Masa iya aku harus jawab sekarang? Enggak mungkin, kan? Boro-boro mikirin. Aku mau tidur!
"Tadi ada bapak-bapak nyariin lo. Nyamperin ke stan gue. Dia baca spanduk XI IPS A. Di sangkanya lo ada di sana. Wajar sih, lobi sama lapangan basket deketan."
Alisku berkerut mendengar ucapan Sandra, "Siapa bapak-bapaknya?"
Sandra mengedikkan bahunya, "Dunno. Tapi dia nungguin di lobi. Gue udah nyuruh dia buat langsung dateng aja ke kelas, tapi enggak mau. Kebetulan lo ada di sini. Ya udah, gue balik lagi ya."
Sandra langsung pergi meninggalkan aku tanpa menyinggung sama sekali tentang hal itu. Oh, aman berarti. Pikiranku teralihkan ke bapak-bapak yang dikatakan Sandra.
Aku pun berjalan ke sana. Di lobi, ada banyak sekali orang tua, supir, atau para nannies yang sedang menunggu. Ih, si Sandra, gimana gue tahu siapa yang nyariin gue kalau begini?
Aku bermaksud membalik tubuhku ketika mataku menatap punggung itu. Punggung yang rasanya sudah enggak asing lagi. Orang itu memakai topi fedora, sedang berdiri menatap pintu keluar di dekat meja satpam. Kedua tangannya berada di saku celananya. Refleks kakiku melangkah mendekat untuk melihat lebih jelas wajahnya.
Kemudian, hanya beberapa langkah lagi aku sudah berada di sebelahnya, tubuh itu berbalik. Kaleng minuman di tanganku langsung terjatuh.
"Halo, Gerhana, maaf kalau saya lancang datang ke sekolahmu," ucap suara itu.
Untuk sesaat aku hanya terpaku menatap wajahnya. Wajah yang sudah dipenuhi kerutan. Tapi senyum itu masih tetap sama, senyum terakhir yang terpatri kuat diingatanku, di depan gerbang sekolah dulu.
Aku memungut kaleng minuman kembali, menggenggamnya dengan erat. Setelah beberapa saat, aku hanya mengangguk. Kemudian aku berbalik bermaksud kembali ke kelas.
"Jangan pergi! Ayah perlu bicara denganmu. Ayah perlu menjelaskan semuanya denganmu. Kamu pasti juga ingin tahu, kan?" pinta suara itu.
Tanganku terkepal, akhirnya aku berbalik dan memberinya isyarat agar mengikuti diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMBIOSIS MUTUALOVE [tamat]
Novela JuvenilRasi Bintang Orion merasa putus asa dengan nilai-nilai akademiknya yang pas-pasan. Gerhana Devaputra murid miskin dan pintar di tengah lautan anak-anak dari keluarga berkelebihan harta. Mereka pun sepakat saling membantu. Simbiosis mutualisme yang p...