1

2.3K 120 6
                                    

Di sebuah lapangan terlihat beberapa anak sedang bermain bola. Mereka terlihat bersemangat berlari baik mengejar maupun menendang bola ke arah gawang yang dituju. Seorang anak kini tengah menuju gawang setelah mendapatkan bola yang ditendang anak lainnya padanya. Penjaga gawang tampak bersiap untuk menghadang si anak yang bergerak begitu lincah hingga akhirnya berakhir gol. Anak itu terlihat gembira setelah mencetak gol dan disambut oleh teman-temannya.

"Wah, kau hebat, Hanbin!" Seru seorang anak sambil menepuk pundak si pencetak gol bernama Hanbin.

"Akhirnya gol juga. Kau benar-benar keren," seru anak lain sambil mengacak-acak rambut Hanbin.

Pujian-pujian lainnya terus terlontar dari teman-temannya termasuk penjaga gawang pada Hanbin. Mereka selalu kagum dengan kemampuan Hanbin yang saat ini tersenyum begitu lebar. Ia pun tak lupa untuk balas memuji kemampuan teman-temannya karena berkat bantuan mereka juga ia bisa mencetak gol tersebut.

"Terima kasih, kalian terlalu memujiku. Kita semua sama-sama hebat. Nah, ayo lanjut bermain lagi!" Hanbin berseru pada teman-temannya.

Anak-anak itu kembali melanjutkan bermain bola hingga petang menjelang. Semakin sore mereka memutuskan untuk berhenti dan pulang ke rumah masing-masing. Hanbin kini tengah berjalan pulang bersama kedua temannya yaitu Keita dan Kamden karena rumah mereka searah. Saat sampai di persimpangan Keita dan Kamden berpisah dengan Hanbin sambil melambaikan tangan.

Kini Hanbin tengah berjalan seorang diri menuju rumahnya sambil menendang pelan bola di kakinya. Ia sudah tidak sabar untuk bercerita tentang permainan bolanya tadi pada Matthew, anak tetangganya yang sudah dianggapnya sebagai adik. Keduanya berteman sejak mereka satu sekolah walaupun Matthew lebih muda setahun dari Hanbin. Biasanya Matthew akan ikut bermain bersamanya, tapi kali ini anak itu sedang flu sehingga perlu istirahat.

Saat sedang asyik menendang bola, Hanbin tak sengaja menendang terlalu keras hingga bolanya melambung jauh. Ia pun segera berlari mengejar bolanya yang ternyata masuk ke pekarangan rumah orang lain. Hanbin panik dan bingung bagaimana cara ia akan mengambil bolanya. Ia tak mungkin masuk ke rumah orang tersebut tanpa izin, ibunya tidak akan suka jika ia melakukan perbuatan tak terpuji itu.

"Apa yang harus kulakukan? Itu bola yang baru dibelikan ibu," ujar Hanbin yang kebingungan. "Aku tak mungkin meninggalkan bolanya."

Hanbin melihat ada bel di pagar rumah tersebut. Ia pikir jika meminta secara baik-baik, maka pemilik rumah akan mengembalikan bolanya. Ia hanya perlu berdoa semoga pemilik rumah bukanlah orang yang menyeramkan atau galak. Saat Hanbin ingin memencet bel sebuah suara musik sayup-sayup terdengar olehnya.

Hanbin penasaran dengan suara tersebut dan coba melihat dari sela-sela pagar. Ia melihat seorang laki-laki tengah memainkan alat musik yang diketahuinya adalah biola. Suara biola itu begitu indah hingga membuat Hanbin terpukau, ia bahkan sejenak melupakan tentang bolanya yang masuk ke pekarangan rumah laki-laki tersebut. Sesaat Hanbin kembali pada kesadarannya apalagi ketika matanya tak sengaja bertemu langsung dengan pemilik rumah.

"Gawat! Dia melihatku," gumam Hanbin panik.

Sang pemilik rumah menghentikan permainan biolanya dan berjalan menuju pagar rumahnya. Hanbin tentu terkejut, tapi ia takkan kabur. Ia hanya perlu menghadapi si pemilik rumah dan meminta kembali bolanya. Di dalam hati ia terus merapal doa semoga lelaki yang kini tengah berdiri di hadapannya bukanlah orang yang galak.

"Ada perlu apa, adik kecil?" Tanya si pemilik rumah dengan suara lembutnya.

Hanbin mendongak menatap lelaki tinggi di hadapannya. Ia terpukau melihat sosok tampan yang bertanya begitu lembut padanya. Di dalam hati Hanbin berpikir lelaki itu tidak menyeramkan ataupun galak, ia pasti bisa mengatakan tujuannya berada di depan rumah lelaki itu.

"Ma-maaf, Kak. Aku, aku tak sengaja menendang bola dan masuk ke pekarangan rumahmu," ucap Hanbin gugup.

"Oh, kau ingin mengambil bolamu kembali ya?" Lelaki itu tampak paham dengan kemunculan Hanbin di depan rumahnya. "Kau boleh mengambilnya, masuklah."

"Be-benarkah?" Hanbin bertanya ragu.

"Ya, masuklah dan ambil bolamu. Aku akan membantu mencarinya juga," ujar lelaki itu sambil tersenyum.

Hanbin merasa lega dan masuk ke pekarangan rumah lelaki itu. Keduanya mulai mencari keberadaan bola Hanbin dan tak perlu waktu lama untuk menemukannya. Hanbin terlihat senang karena berhasil mendapatkan bolanya dan berulang kali mengucapkan terima kasih pada lelaki itu.

"Terima kasih, Kak," ujar Hanbin yang membuat lelaki itu tertawa kecil.

"Itu sudah kelima kalinya kau berterima kasih padaku, adik kecil," kekeh lelaki itu hingga membuat Hanbin tersipu. "Siapa namamu?" Tanyanya.

"Hanbin, namaku Sung Hanbin, Kak," jawab Hanbin.

"Hanbin, ya. Namaku Zhang Hao, kau boleh memanggilku Kak Hao," ujar lelaki bernama Zhang Hao itu memperkenalkan dirinya. "Nah, kau sudah mendapatkan bolamu, Hanbin. Lebih baik kau segera pulang atau ibumu akan mencemaskanmu."

Zhang Hao menepuk pelan kepala Hanbin hingga membuat anak kecil itu kembali terpukau dengan senyuman lembut lelaki itu. Namun, Hanbin kembali tersadar dari rasa terpesonanya pada Zhang Hao. Ia tampak salah tingkah dan Zhang Hao merasa anak kecil itu terlihat menggemaskan.

"Ka-kalau begitu aku pamit dulu, Kak. Sekali lagi terima kasih dan maaf sudah merepotkan," pamit Hanbin.

"Ya, hati-hati di jalan dan pegang bolamu baik-baik," ujar Zhang Hao sambil melihat sosok Hanbin yang telah menjauh dari pandangannya. "Hm, anak yang manis dan juga sopan. Ah, siapa namanya tadi? Kalau tidak salah Sung Hanbin, ya itu namanya," gumamnya sebelum menutup pagarnya.

Zhang Hao merapikan kembali biolanya setelah selesai memainkan sebuah lagu. Tiba-tiba sosok anak kecil bernama Hanbin kembali terlintas dalam benaknya dan tanpa sadar membuatnya tersenyum.

"Anak bernama Hanbin itu benar-benar manis. Sepertinya dia lebih tua dari Ollie, tapi anak itu pasti akan senang kalau bisa bertemu sosok seperti Hanbin," gumam Zhang Hao sambil membayangkan sosok anak kecil bernama Ollie yang tersenyum lebar padanya.

Sementara itu Hanbin akhirnya tiba di rumah setelah insiden bolanya masuk ke rumah Zhang Hao. Ia benar-benar bersyukur bahwa Zhang Hao adalah orang yang baik, ia sama sekali tidak memarahi Hanbin atas kesalahan yang dilakukannya. Laki-laki tampan itu justru sangat lembut baik dari ucapan maupun senyumannya. Hanbin benar-benar terpesona pada Zhang Hao, laki-laki baik yang terlihat seperti malaikat di matanya.

"Kakak tadi benar-benar tampan dan baik hati. Ia juga tak memarahiku karena bolaku masuk ke rumahnya," ujar Hanbin saat bercerita pada ibunya.

"Oh, benarkah? Syukurlah kalau dia orang baik. Tapi kamu sudah minta maaf padanya kan?" Tanya ibu yang dijawab Hanbin dengan anggukan bersemangat.

"Sudah, Ibu. Aku sudah minta maaf padanya sebelum pamit pulang," jawab Hanbin.

"Bagus, anak ibu pintar. Nah, sekarang mandilah dulu setelah itu kita makan malam," ujar ibu yang tentunya dituruti oleh Hanbin.

Hanbin bergegas ke kamarnya dan bersiap-siap untuk mandi. Ia meletakkan bolanya di samping meja belajarnya. Saat melihat bola itu ia kembali teringat sosok Zhang Hao. Hanbin dalam sekejap merasa kagum pada laki-laki yang baru ditemuinya itu. Di dalam pikiran polosnya Hanbin ingin memiliki seorang kakak seperti Zhang Hao yang baik hati.

"Pasti enak sekali punya kakak baik hati seperti Kak Zhang Hao. Besok aku akan cerita semuanya pada Matthew," ujar Hanbin bersemangat.

* * *

PemujamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang