43

518 67 12
                                    

Sejak Hanbin mengetahui bahwa Zhang Hao akan tinggal di luar negeri selama dua tahun karena pekerjaannya, ia berusaha menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengan sang ayah. Baik saat makan, tidur, maupun bepergian ke manapun Hanbin ingin selalu bersama Zhang Hao. Sosok Hanbin menjadi begitu manja dengan Zhang Hao hingga membuat sang ayah tersenyum melihat sang putra selalu menempel padanya.

"Hanbin sama sekali tidak ingin melepaskan Ayah ya?" Zhang Hao melirik Hanbin yang sedang bersandar di pundaknya sambil memeluk erat lengannya.

"Tidak mau! Pokoknya aku tidak ingin melepaskan Ayah sampai hari keberangkatan Ayah," kata Hanbin bersikeras.

Zhang Hao hanya terkekeh melihat kelakuan Hanbin yang begitu menggemaskan di matanya. Saat ini mereka tengah menonton film di ruang tengah. Seharian ini Zhang Hao nyaris meluangkan seluruh waktunya untuk sang putra. Hanbin tidak ingin pergi kemana pun, ia hanya ingin menghabiskan waktu di rumah bersama Zhang Hao. Mereka bermain, memasak bersama, lalu menonton film kesukaan Hanbin.

Beberapa hari sebelumnya Hanbin sudah banyak menghabiskan waktu dengan Zhang Hao di luar sehingga kali ini ia lebih memilih untuk di rumah saja. Lagipula Hanbin menyukai kebersamaan sederhana seperti ini dan yang terpenting sosok sang ayah berada di sisinya. Hanbin tak peduli jika dirinya menjadi semakin manja dan malah terlihat seperti anak kecil selama sang ayah tak keberatan.

Hanbin melirik sosok Zhang Hao yang sedang fokus ke layar TV. Zhang Hao sebentar lagi tidak akan berada di sisinya, tidak dapat dilihatnya maupun disentuhnya. Dua tahun terpisah dari Zhang Hao bagi Hanbin bukanlah waktu yang singkat, sang ayah tak pernah meninggalkannya selama itu. Beberapa hari, seminggu maupun sebulan saja sudah membuat Hanbin uring-uringan berpisah dengan Zhang Hao, namun kini ia harus berpisah selama dua tahun.

"Apa aku bisa bertahan ditinggalkan Ayah selama itu? Walaupun aku tahu Ayah melakukan itu demi pekerjaan, tapi tetap saja aku merasa berat harus berpisah dengannya," batin Hanbin.

Hanbin begitu larut dalam bayangan perpisahannya dengan Zhang Hao hingga matanya terasa panas dan mulai berkaca-kaca. Akhir-akhir ini Hanbin pun menjadi semakin cengeng. Sesaat ia dapat tersenyum ketika menghabiskan waktunya bersama Zhang Hao, namun pada akhirnya ia akan berakhir menangis mengingat waktunya bersama Zhang Hao yang semakin singkat.

"Film yang kita tonton bukan film sedih, Hanbin. Kenapa menangis?" Zhang Hao melirik Hanbin yang mulai terisak.

Hanbin tidak menjawab dan malah menyembunyikan wajah penuh air matanya di bahu Zhang Hao. Zhang Hao hanya bisa menghela nafas tiap melihat Hanbin yang mudah menangis sejak tahu mereka akan berpisah. Ia takkan menyalahkan Hanbin yang menjadi cengeng, ialah yang harus disalahkan karena menjadi penyebab sang putra menangis. Zhang Hao menyentuh dagu Hanbin untuk melihat wajah putranya.

"Hanbin menangis lagi karena Ayah. Kalau menangis terus seperti ini air mata Hanbin bisa kering," canda Zhang Hao sambil menyeka air mata Hanbin dengan ibu jarinya.

"Aku menangis karena Ayah," gumam Hanbin di sela-sela tangisnya.

"Iya, iya, Ayah yang salah. Ayah yang salah karena harus meninggalkanmu," ujar Zhang Hao sambil mengusap kepala Hanbin.

Mereka tidak lagi fokus menonton film. Zhang Hao kini sedang menenangkan Hanbin yang tengah menangis hingga ia lelah dan ketiduran. Lelaki itu menatap Hanbin yang terbaring di pangkuannya sambil sesekali mengusap lembut rambut maupun pipinya. Jejak air mata masih terlihat di mata Hanbin, Zhang Hao menundukkan wajahnya untuk mengecup pelupuk mata Hanbin sambil menjilat sisa air matanya.

"Belum berpisah saja kau sudah sering menangis. Bagaimana kalau kita sudah berpisah nanti? Air matamu bisa benar-benar kering, Hanbin," gumam Zhang Hao dengan tatapan sendu. "Kalau begini aku pun jadi merasa bersalah menjadi penyebab putra kesayanganku menangis."

PemujamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang