✎5ˋ°🦋*

649 115 16
                                    

Gulf berbaring tanpa sopan santun sambil memainkan ponselnya dengan santai di atas sofa mahal oversize milik ayahnya. Sementara Tuan Harles yang memiliki wajah menakutkan itu hanya memandangi putranya dengan bingung

"Di hadapan ibumu kau menjadi anak yang sangat sopan dan penurut. Namun saat di hadapan Ayah, kau jadi kehilangan sopan santun dan bersikap semaunya"

Gulf terkekeh dan melontarkan sebuah candaan "Positif thinking saja, mungkin aku membencimu"

"Jadi, mengapa putraku ini sampai membenciku?"

"Kau selalu memberiku tugas yang melelahkan, lagipula kau menyakiti Ibu" Gulf meletakkan handphonenya dan menyatukan kedua tangannya "Tapi Terimakasih telah bersedia melepaskan Ibu. Dia memang tidak pantas bersanding dengan pria sepertimu"

Tuan Harles menggeleng-gelengkan kepalanya "Terserah kau saja"

"Ya, terserahku. Karna satu-satunya orang yang bisa memerintah Tuan Harles yang kejam ini hanyalah Gulf Reovan Harles, bukan?" Gulf memainkan alisnya

"Kau sangat suka bercanda. Belajarlah sedikit lebih tegas seperti Ohm"

*Ohm Thitiwat, bukan Ohm Pawat


Gulf berdecak "Ohm sudah mati, kau harusnya berpaling padaku yang sekarang menjadi anak tunggal"

"Anak kurang ajar"

Gulf tertawa. Walaupun Ayahnya kaku dan terlihat sangat serius, Gulf tau Ayahnya tak pernah membalasnya dengan emosi. Walaupun tidak masuk akal... tapi untuk Gulf, Tuan Harles adalah orang yang hangat

"Yang Ayah lihat, kau sudah sangat dekat dengan Matthew" Ayah Gulf mengangkat topik pembicaraan baru. Kini ia menjadi lebih serius

Gulf mengangguk "Aku dan Mew sudah sangat dekat, bahkan mungkin kami sudah seperti sepasang suami istri"

"Jangan membuat Ayah merinding"

"Memangnya apa yang salah?"

"Ayah menyuruhmu mendekati pria itu untuk menghabisinya"

Gulf tertawa dalam hati, menertawai Ayahnya dan mencemoohnya. Kasihan sekali, ayahnya tak tau bahwa Gulf dan Mew kini sudah menjadi sepasang kekasih

"Apakah nyawa Ohm harus dibalas dengan nyawa juga?"

"Tentu saja"

Gulf meringis "Baiklah pak tua. Aku mengerti"

"Gulf, kau belum mencoba peluru terbaru Ayah?"

"Hey, anakmu hanya tinggal satu!" Gulf memperingatinya "Dan kau sudah tidak memiliki istri untuk membuat keturunan. Kasihan sekali..." Gulf tertawa meledek sambil melarikan diri keluar dari ruangan Ayahnya

Ketika Gulf bersenang-senang menarik ulur emosi sayang ayah, sebuah suara familiar dari handphonenya muncul. Nama Mew tertera di layar

..。☽︎☾︎。..

Malam begitu indah karena menampilkan gelapnya langit dengan hiasan formasi bintang. Ada udara yang hampir kosong, untungnya suara berisik ombak yang mencumbui bibir pantai mengisi keheningan

"Haruskah aku iri pada bintang-bintang di atas sana?" Tanya Gulf sedikit menggumam, membuka pembicaraan yang semula hampa di antara mereka

"Iri karna mereka lebih indah?" Tanya Mew, namun Gulf menggeleng

"Mereka bisa bebas tanpa tekanan beban, menjalankan perintah, dan memenuhi ekspektasi orang-orang"

"Seharusnya bintang-bintang itu yang iri padamu" Mew tersenyum menatap Gulf

From The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang